Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 34, Perang Tanding (Cersil STN)

2 Juli 2024   13:18 Diperbarui: 2 Juli 2024   14:27 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Singa Lodhaya tertawa terbahak-bahak.

"Dengan lecutan cambuk semacam itu kau akan menghadapiku ? Lebih baik kau pulang saja anak muda, untuk menggembalakan kambing di kampungmu. Aku kira dengan kuatnya aji sirep yang kau miliki, hingga seluruh cantrikku tertidur, membuktikan bahwa pencuri pusakaku orang berilmu tinggi. Ternyata aku tertipu. Tentu sirepmu telah ditopang gendam Bajang dengan tebaran udara wangi di padepokanku. Karena itulah segera aku menemukanmu di sini."

Sembada baru menyadari, bahwa upayanya menyebar sirep adalah suatu kesalahan. Andai ia masuk goa itu dari pintu belakang, Singa Lodhaya tak akan curiga. Karena pintu depan goa itu masih tertutup seperti biasanya.

Justru karena anak buahnya semua tertidur ia jadi tahu, bahwa ada hal yang tidak beres di padepokannya.  Tentu singa itu berpikir, satu-satunya kemungkinan tujuan penyebar sirep adalah hendak mengambil pusakanya. Tapi pintu goa masih tertutup. Maka iapun bergegas lari menuju pintu belakang goa rahasianya.

Dari jauh pendekar bertopeng singa itu sudah melihat bayangan dua orang yang baru keluar dari pintu belakang goa itu. Ia tertarik untuk mengikutinya. Namun dua orang itu ternyata berteduh di bawah sebuah pohon. Tak sabar menanti hujan reda, dan ingin mengambil lagi pusaka-pusaka itu kembali, ia putuskan segera menyerang Sembada.

"Nah bersiaplah. Kau memang pantas mendapatkan hukuman. Kau telah meremehkan Singa Lodhaya penguasa padepokan ini. Bayi kemarin sore berani mengambil pusaka yang aku simpan"

Singa Maruta penguasa hutan Lodhaya itu segera mengaum keras sekali, kemudian menggetarkan tubuhnya dengan dahsyat. Pertanda ia tengah membangkitkan aji Macan Liwungnya. Pelan ia melangkahkan kakinya kearah Sembada, seperti perilaku singa yang tengah merunduk mangsanya.

Sembada mengawasinya dengan penuh waspada. Seluruh ilmunya telah ia siapkan pada tataran puncak. Ia tak ingin sekali terkam, dirinya tak lagi mampu melawan.

Ia pegang tangkai cambuk di tangan kanan, tangan kirinya memegang ujung cambuknya. Jika lawannya melompat hendak menerkamnya, ia akan hantamkan cambuknya sekuat tenaga. Namun sengaja ia ingin mengelabuhi singa itu, agar ia mengira tingkat ilmunya benar-benar rendah. Tenaga yang akan digunakan hanyalah tenaga dalamnya saja.

Ketika Singa lodhaya benar-benar melompat menerkamnya, Sembada melompat menghindar ke kiri. Sebuah lecutan yang keras menghantam tubuh singa itu. Namun ia hanya menggeram, sama sekali tidak merasakan sakit pada badannya.

Singa Lodhaya mendesak terus Sembada dengan serangan-serangan yang berbahaya. Mencakar dan menerkam dengan kuku-kukunya yang sangat runcing pada semua jari-jari di kedua tangannya. Tapi Sembada selalu dapat menghindarinya, sekaligus mengirim lecutan cambuk ke tubuh pendekar tua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun