"Kakak seperguruannya dulu. Murid padepokan Cemara Sewu. Pewaris cambukku, Nagageni. Rupanya iapun sudah tahu keberadaan payung keramat itu."
"Ohhh, kisah lama terulang kembali. Seperti pertama kali kita bertemu. Mengadu kesaktian dulu."
"Hahaha. Kau masih terus mengingat hal itu rupanya. Kenangan yang tak akan terlupakan."
Keduanya tersenyum.
Di arena pertempuran terus berlangsung. Namun karena tenaga gadis itu telah terperas sebelumnya, ia sedikit mengalami kelelahan. Lelaki lawannya terus mendesaknya. Seolah tidak ingin memberi kesempatan lawannya bernafas.
Gadis itupun marah. Ia melontarkan tubuhnya jauh ke belakang. Ketika kakinya sudah menjejakkan kaki di tanah, segera kedua tangannya memutar pedangnya seperti baling baling. Pertanda ia telah sampai pada puncak kemarahan, dan hendak gunakan ilmu pamungkasnya, Garuda bersayap pedang.
Namun keburu dua orang kakek dan nenek melerainya.
"Cukup Arum. Jangan kau bangkitkan tenaga saktimu." Kata si nenek keras.
"Hentikan Sembada. Lawanmu adik seperguruanmu sendiri." Kata si kakek.
"Aku sudah tahu Ki Ardi. Aku hanya ingin menjajaginya."
Gadis itu segera menghentikan geraknya. Dan ketika ia mendengar suara Kakek Ardi menyebut nama Sembada segera ia sarungkan kedua pedangnya. Iapun lari menghampiri bekas lawannya bertempur.