Sembada kembali mengulang masa lalunya. Menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Namun tidak seperti ketika belum ketemu ki Ardi, jarak seribu depa terasa sudah jauh. Sekarang dengan ilmu peringan tubuh, jarak puluhan ribu bisa ditempuh dalam waktu singkat.
Namun Sembada memilih jalan biasa saja. Sambil menikmati pemandangan yang terasa indah dipandang pagi itu. Jarak desa Wates sampai Balitar tidak terlalu jauh, sehari perjalanan akan sampai.Â
Dua kali ia mampir kedai. Untuk makan siang dan sekedar membasahi tenggorokan. Tak ada aral melintang di tengah perjalanan.
Menjelang matahari tenggelam ia telah sampai di regol masuk Desa Balitar. Â Ia segera menyisih ke pinggir jalan ketika enam ekor kuda berjalan cepat sekali. Keenam orang berkuda itu mengenakan pakaian yang sama, mungkin mereka berasal dari sebuah padepokan. Sembada menutup hidungnya karena debu yang menyebar oleh kaki-kaki kuda itu.
Enam lelaki itu sama sekali tak menoleh kepada Sembada. Mereka terus memacu kudanya dengan kencang. Barangkali mereka juga hendak pergi ke padepokan Singa Lodhaya.
Sembada tetap berjalan pelan. Ia tidak merasa perlu tergesa gesa. Ia masih butuh keterangan tentang letak padepokan lodhaya, dan arah tempat itu dari Desa Balitar.
Ketika waktu sudah memasuki saat sepi bocah, Sembada telah sampai di ujung Desa Balitar. Namun ia heran, nampak dari jauh ada kerumunan orang, yang kelihatannya sedang menyaksikan sesuatu. Sembada bergegas mengayun langkahnya.
Dari kejauhan ia sudah memastikan, bahwa orang orang yang berkerumun itu sedang menonton sebuah perkelahian. Terdengar teriakan-teriakan marah beberapa orang, dan denting senjata beradu. Sembadapun kian bergegas ingin menyaksikan perkelahian itu pula.
Diterangi beberapa obor di halaman kedai yang cukup luas, seseorang dikeroyok enam orang lelaki kekar. Keenam orang itu pasti mereka yang berkuda yang mendahului Sembada di jalan. Mereka berseragam seperti pakaian yang dilihat Sembada. Mengapa mereka mengeroyok seseorang ? Siapakah yang dikeroyok itu ? Benar-benar membuat Sembada penasaran.
Mendengar suara teriak-teriakannya Sembada memastikan yang dikeroyok adalah seorang gadis. Ia gunakan pedang rangkap untuk melawan keenam musuhnya. Kepalanya tertutup caping bambu, mukanyapun ditutup cadar hitam, sama warnanya dengan baju dan celana gadis itu.
Namun yang sangat mengherankan seolah gadis itu tidak serius meladeni lawan lawannya. Meski musuhnya dengan keras dan beringas hendak membinasakannya.Â