"Kurang ajar. Kau telah melukai hatiku. Sudah berani melecehkan aku sebagai wanita. Kau layak mendapatkan hukuman. Tapi aku tak berminat membunuh kalian. Namun hanya titip tanda kenangan."
Tiba-tiba gadis itu memutar pedang rangkapnya seperti baling-baling. Sebentar kemudian ia berteriak nyaring dan melompat menyerang musuh-musuhnya dengan ganas. Terdengar teriakan kesakitan susul menyusul bersamaan kelebat sepasang pedang yang menggores dada enam orang lelaki kekar itu. Terlihat goresan luka yang melintang di dada mereka, darahpun segera mengucur.Â
Sejenak kemudian terdengar suitan. Sambil menekam luka mereka enam laki-laki kekar itu lari, kemudian melompat di atas kuda yang mereka tambatkan dipinggir jalan.
Tiba-tiba salah seorang dari enam lelaki kekar itu dikejutkan oleh seseorang yang bercadar pula merebut pedangnya. Kekuatan lelaki itu luar biasa, sehingga cantrik padepokan itu tak mampu mempertankan pedangnya.
Lelaki yang menutupi sebagian mukanya itu setelah mendapatkan senjata pedang lantas menghampiri gadis yang masih termangu di bekas tempat pertempuran tadi. Ia mengacungkan senjatanya kepada si gadis dan mengancam hendak menyerangnya.
"Jangan jumawa mampu mengalahkan enam cucurut padepokan Lodhaya. Lagakmu melukai pendekar manapun yang melihat pertempuranmu. Aku datang untuk menjajagi ilmumu, bersiaplah."
Tiba-tiba lelaki itu menyerang dengan dashyatnya. Dengan cepat ujung pedangnya meluncur kearah dada si gadis. Namun gadis itu bukanlah wanita lemah, dengan cepat dan trengginas ia mengelak dengan menggeser tubuhnya kesamping dengan cepat pula. Kemudian pedang di tangan kirinya berkelebat kearah tengkuk bersamaan lompatan setengah lingkaran mendekati lawannya. Lelaki itu buru-buru menjatuhkan dirinya ke depan, untuk melepaskan diri dari ujung pedang si gadis. Ketika punggungnya menyentuh tanah, badannya dilipat menjadi sebuah lingkaran, sehingga ia menggelinding dengan cepat menjauh.
Sebentar kemudian terjadilah pertempuran yang cepat dan keras. Dengan ilmu peringan tubuh yang sama-sama matang keduanya berlaga di udara, seperti dua ekor rajawali jantan yang berebut wilayah. Kadang mereka turun di tanah melanjutkan pertempuran yang sengit dan seru.
Para penonton sangat takjub menyaksikan pertempuran mereka. Termasuk sepasang kakek nenek yang baru datang melihat pertempuran itu. Ketika si nenek hendak melerai pertempuran itu, si kakek mencegahnya.
"Jangan dulu. Biar keduanya saling menjajagi dulu. Sudah lama mereka tidak bertemu dan berlatih bersama."
"Siapakah dia ? "