Tanpa diketahui tiga orang di tanah lapang itu, hadir pula dua orang yang mengendap endap  menyibak tanaman perdu. Mereka lantas bersembunyi di belakang pohon berbatang besar, kepalanya melongok untuk menyaksikan dua orang yang akan bertempur di tengah tanah lapang. Mereka terkejut ketika sebuah ledakan memecah sepinya malam. Buru buru mereka menyumbat kedua telinga mereka.
"Ternyata dugaan kita benar. Pendekar bercambuk yang hadir di padang ilalang itu Sembada."kata Sambaya berbisik di telinga Kartika.
"Pertempuran kali ini pasti seru. Kita beruntung bisa menyaksikannya." Jawab Kartika.
Terdengar suara tawa lelaki gagah yang berdiri di depan Sembada.
"Hahahaha. Kau jangan main main anak muda. Suara cambukmu itu hanya menakutkan kambing kambing di tempat pengembalaan. Bagiku itu tidak berarti. Hanya permainan anak kecil."
Sembada diam tak menanggapi. Namun ia melecutkan cambuknya sekali lagi, dengan menyalurkan sedikit tenaga cadangannya, meski tidak bersuara namun getarannya benar benar terasa menggoyang jantung.
Dua orang yang tengah bersembunyi itu mendekap dadanya, seolah mempertahankan agar jantungnya tidak copot.
"Hebat, Sembada. Jantungku seperti mau lepas." bisik Sambaya.
"Dahsyat benar ilmu Sambaya"kata ki demang yang sempat meregangkan badan untuk menahan getaran itu.
"Setan kau anak muda. Hendak menyombongkan diri di hadapanku."
Tiba tiba lelaki itu berkelebat dengan cepat. Pedangnya yang berkilauan karena sinar rembulan menebas leher Sembada. Pemuda itu segera melontarkan tubuhnya ke kanan. Cambuknya meledak menghantam lawannya.Â