"Nah Sembada, kebetulan jika gurumupun memerintahmu juga. Aku, mewakili kakang Pangeran Erlangga, memerintahmu mengambil payung pusaka itu, dan menyerahkan kembali kepada kami yang berhak mewarisi semua peninggalan Prabu Darmawangsa almarhum. Bekalmu untuk kepentingan itu aku titipkan kepada ki demang. Sewaktu waktu kau berangkat menjalankan tugas jangan lupa menemui ki demang untuk mengambil bekalmu itu."
"Sendika Gusti semua perintah akan kami jalankan."
"Satu lagi hal yang aku katakan padamu. Jangan khawatirkan ibu angkatmu. Atas jasanya telah memberi tumpangan padamu, rumah bambu beratap daun padi itu akan direhab. Aku perintahkan ki demang untuk membangunnya lebih besar dan layak, sebagai tempat tinggal seorang pendekar yang besar, yang layak dihormati para kawula. Semua saja yang menyangkut biaya saya yang menanggung."
"Beribu ribu terima kasih saya ucapkan kepada Gusti Senopati Narotama"
"Ya. Tugas masih sangat banyak menanti untuk dikerjakan. Kami menunggu beritamu kapan berangkat."
Demikianlah pertemuan di tanah lapang dekat rawa pandan itu berakhir. Gusti Senopati Narotama dan ki demang segera pergi meninggalkan tempat itu. Demikian juga Sembada dan kedua temannya, mereka segera pulang ke rumah masing masing.
"Kita berpisah di sini tuan pendekar, tuan pasti akan berbelok kearah rumah tuan."
"Inilah yang aku tidak suka. Kau akan berubah adat setelah tahu jatidiriku. Jika kau tetap begitu, aku tidak mau berteman dengan kalian lagi. Permisi"
Tiba tiba Sembada melesat meninggalkan kedua temannya dengan ilmu peringan tubuhnya. Sebentar saja ia hilang dari pandangan mata.
"Iapun menguasai Sepi Angin. Ilmu apalagi yang tidak kita ketahui padanya ?"
Kedua pemuda itu  hanya bisa geleng geleng kepala..