Pemuda pemimpin pengawal dusun Majalegi itu segera melarikan kudanya, dan menelusuri jalan di pinggir sungai Serinjing. Sebentar saja ia sudah menjumpai pemuda yang dicarinya.
"Sembada, sepagi ini kau sudah mengganggu ikan di sungai ?"
"Hehe tumben kau cari aku. Pakai kuda lagi. Bukankah itu kuda ki bekel ?"
"Tahu saja kamu kalau ini bukan kudaku."Â
"Nasibmu sama denganku, miskin"
"Hahaha iya benar. Â Meski miskin kita masih bisa sombong"
"Ada keperluan pentingkah mencariku dengan berkuda ?"
"Aku diperintah ki demang menyampaikan surat untukmu."
Sembada bergegas menghampiri Sambaya. Ia naik lereng sungai dan duduk di dekat pemimpin pengawal itu. Sembada menerima bumbung dari tangan Sambaya. Ia buka tutupnya dan mengambil selembar rontal di dalamnya.
"Tepat tengah malam ini, temui aku di tanah lapang selatan rawa pandan." demikian isi surat itu. Setelah Sembada membacanya tanpa sadar ia berikan kembali pada Sambaya. Sambayapun berkesempatan membacanya.
"Kenapa kau berikan padaku ?. Â Mungkin ada rahasia dalam surat ini, yang tak boleh di ketahui orang lain. Termasuk aku."