Bahkan dengan pedang di tangannya Sekarsari seperti seekor garuda ganas menyerang lawannya. Tenaga dan kecepatannya bergerak benar benar telah mengejutkan, tidak hanya terhadap lawan lawannya, namun juga bagi Handaka.
Namun sepasang macan itu juga tokoh- tokoh yang berilmu tinggi. Â Pengalaman mereka juga sudah banyak di dunia kekerasan. Â Mereka pernah menghadapi berbagai tokoh sakti. Maka menghadapi perkembangan saat itu mereka tidak berkecil hati.
"Kau kesurupan syetan dari mana anak manis. Â Tandangmu benar benar mengejutkan kami." kata Macan Belang betina.
"Jangan banyak bicara, sebentar lagi kalian akan mampus"
"Benarkah ?"
Sekarsari terus menggerakkan pedangnya dengan cepat dan ganas. Â Meski semua jari di kedua tangan bersalut logam, namun kedua macan itu tak berani menahan ayunan pedang. Mereka terpaksa harus menghindar jika itu mengancam mereka.
Tiba tiba terdengar suitan dari mulut Macan Belang jantan, sebentar kemudian muncul dua orang bersenjata pedang menyerang Sekarsari. Gadis itu waspada, dengan lincah dan gesitnya gadis itu melibat lawan lawannya dengan serangan yang  lebih ganas lagi.
Sementara itu di sayap kiri Sambaya dan Kartika telah menghadapi lawan yang seimbang. Â Sambaya harus bertempur dengan Wadasgempal, sementara Kartika harus bekerja keras menundukkan keliaran Trembolo. Â Mereka adalah anak buah terpercaya Gagakijo.
Mereka bertempur makin lama semakin sengit. Saling desak mendesak bergantian. Keempat orang itu memiliki kemampuan yang seimbang.
Ketika para pemimpin pasukan pengawal kademangan Majaduwur telah mendapatkan lawan yang seimbang, tidak demikian bagi anak buah mereka. Jumlah lawan yang berlebih memaksa mereka berhadapan dengan lebih dari seorang. Bahkan ada yang harus melawan tiga orang dari gerombolan golongan hitam yang ganas dan liar.
Di atas pohon Sembada menyaksikan itu dengan hati yang berdebar debar. Setapak demi setapak pasukan pengawal terdesak mundur, jika tidak segera dibantu pasukan cadangan keadaannya sangat berbahaya.