"Saya dari dusun Majalegi. Â Anak janda miskin tua bernama simbok Darmi."
"Belum pernah aku melihatmu sebelumnya, sebagai warga kademangan sini."
"Saya baru saja datang dari pengembaraan, dan pulang menemui simbok saya."
"Baiklah, sekali lagi aku minta maaf. Â Aku sedikit tertarik kepadamu. Â Seorang pemuda anak orang kebanyakan, tapi memiliki ilmu olah kanuragan yang cukup tinggi. Â Jika diteruskan belum tentu anakku akan menang melawanmu."
"Kalau begitu akan kami teruskan Ayah. Â Siapa yang bakal menang di antara kami."
"Tidak.  Sudah cukup.  Perkelahian ini tidak ada gunanya.  Ia telah mengaku anak warga  kademangan kita.  Oh, Ya.  Siapa namamu anak muda ?"
"Sembada tuan. " Â Jawab sembada.
"Sembada ?!!!" Â Terdengar kata Sekarsari dengan nada agak tinggi.
Mereka yang mendengarnya memandangi gadis itu dengan heran. Â Seolah menunjukkan nama pemuda itu menarik perhatian gadis itu. Â Gadis itu nampak agak tersipu, namun ia melanjutkan ucapannya kepada Sembada.
"Aku pernah mengenal nama itu di dalem Katumenggungan. Nama anak emban pamomongku Nyai Kenanga, suaminya bernama Paman Wirapati adalah Peminpin pasukan pengawal katumenggungan Gajah Alit."
"Aku anak janda miskin dari Majalegi, Nini Sekarsari."
Gadis itu agak kecewa. Â Ia masih menatap wajah anak muda di depannya yang tertutup caping bambu.