"Ya, selamat kerja."
Sembada beranjak dari atas batu tempat ia duduk bercakap-cakap dengan pekatik ki demang Majaduwur. Â Ia lantas masuk hutan mencari kayu-kayu yang kebetulan telah tumbang atau patah cabangnya. Â Sebentar saja ia kerja sudah dua bongkok besar ia dapatkan.
Dengan pikulan dari bambu ia membawa dua bongkok kayu keluar hutan. Â Pekatik ki demang ternyata sudah pulang juga. Â Ia sudah tidak ada di tempatnya. Â Sembada terus berjalan.
Dengan sengaja ia melewati jalan menuju induk kademangan. Ia ingin menawarkan dua bongkok kayunya kepada keluarga ki demang.
Ketika melewati sebuah bale kademangan Sembada melihat beberapa pengawal tengah berjaga-jaga di sana. Â Merupakan suatu kebiasaan bahwa pusat-pusat pemerintahan selalu terjaga keamanannya. Â Ia bertanya kepada seseorang yang hendak masuk ke halaman balai kademangan.
"Maaf Ki sanak. Â Boleh aku bertanya sedikit. Â Di mana rumah Ki Demang Majaduwur.?"
Orang itu memandang Sembada sejenak. Â Ia heran, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah memikul kayu, tidak tahu rumah ki demang.
"Kamu dari mana anak muda ? "
"Dari dusun Majalegi. Â Tapi kami orang baru di sana. Â Saya anak sulung Mbok Darmi."
"Mbok Darmi dari Majalegi ? Â Bukankah anak lelakinya sudah meninggal ?"
"Itu adik saya. Â Saya anak sulung dengan suami yang pertama."