"Tunggu ya ngger, emak pesankan."
Sebentar saja makanan yang ia pesan sudah datang. Â Segera ia isi perutnya dengan lahap. Â Wedang sere itu benar-benar menyegarkan tubuhnya. Â Tiba-tiba saja ia menguap, rupanya kantuknya datang setelah perutnya diisi.
Setelah membayar makanan dan minuman ia keluar kedai, di halaman itu ada sebuah batu besar rapat dengan pagar. Â Ia istirahat sejenak di atas batu itu. Â Ia terkantuk-kantuk di sana.
Matanya kembali melek ketika melihat wanita tua berjalan sambil terbungkuk-bungkuk membawa tempayan yang besar. Wanita itu mampir ke kedai, dan memanggil-manggil nama orang.
"Kartiii, tiii "
"Iya Mak. Â Ada apa ?" Â Ternyata yang dipanggil wanita pelayan kedai itu.
"Aku titip tempayan ini dulu. Â Nanti biar diambil suruhanku." Â Katanya agak gemetar.
"Baik Nek. Â Nenek mau ke pasar dulu ?"
"Iya. Â Cari garam dan gula."
Dengan ketajaman telinganya Sembada mampu mendengar semua pembicaraan mereka. Â Nenek itu menitipkan barangnya karena tidak mampu membawa sendiri benda itu. Â Ini kesempatan baginya untuk mengenal desa ini lewat nenek itu.
Ketika wanita tua itu kembali lagi dari pasar Sembada bangkit dari duduknya. Â Ia menghampiri nenek itu.
"Tempayannya akan dibawa kemana nek ?"