Ia berjalan santai melewati jalan yang pernah ditempuh kemarin malam. Â Acara adu ketangkasan tentu diselenggarakan agak malam, waktu sirep bocah. Â Namun ketika ia sampai tujuan ternyata penontonnya sudah banyak.
Nampak di atas panggung terang benderang. Â Beberapa lampu obor berderet mengelilingi pinggir panggung.
Sembada berusaha mencari tempat dekat panggung. Â Ia harus berdesakan dengan penonton lainnya. Â Sebentar kemudian terdengar bunyi bende berdengung memenuhi udara. Â Seorang lelaki pendek kekar membawa tiga buah kampil / kantong uang ke atas panggung. Â Di belakangnya seorang lelaki kurus membawa bende dan terus memukulnya.
Ketika lelaki pendek itu mengangkat tangan, bunyi bende berhenti. Â Lelaki pendek menurunkan bawaannya.
"Sedulur-sedulur, malam ini puncak acara Merti Desa kita. Sebagaimana biasa setelah berganti kepala desa, pada acara puncak di selenggarakan Pencak Dor. Â Tujuannya untuk mengetahui seberapa berani dan tangkas pemuda-pemuda Sambirame"
Terdengar tepuk tangan gemuruh. Â Para penonton berteriak-teriak tidak karuan apa yang mereka katakan.
"Kali ini hadiahnya agak lain. Â Tahun lalu pemenang pertama hadiahnya seekor kerbau, pemenang kedua anak kerbau dan pemenang ketiga kambing jantan yang besar. Â Sekarang hadiahnya semua berupa uang keping perak. Â Juara pertama akan mendapat sekantong penuh keping perak. "
Terdengar lagi teriakan-teriakan dan tepuk tangan penonton.
Lelaki pendek itu diam sejenak. Â Kemudian mengangkat tangannya agar teriakan penonton berhenti.
"Juara kedua mendapat setengah kampil. Â Sedangkan juara ketiga hanya seperempat kampil"
Sembada mengamati lelaki pendek itu. Â Ia mengenalnya sebagai lelaki yang dikalahkan oleh seorang gadis di kedai. Â Ia juga melihatnya bersama gerombolan Gagakijo yang mencegat rombongan orang berkuda.
"Dia yang di panggil Trembolo oleh kawan-kawannya. Â Anak buah Gagakijo."