"Persetan kau anak muda. Â Jangan kau sombong. Â Kami belum kalah." Jawab satu dari para gembong itu.
"Hahahaha, kalian masih berkeras hati. Â Baik. Â Aku layani sampai kapanpun. Â Ayo maju kalian. Â Kena hantam tongkat penggebuk anjingku pasti kalian klenger." Katanya sembari tersenyum.
Ketiga lawannya termangu-mangu. Â Mereka sudah terengah-engah. Â Keringat mereka terperas dari kulitnya. Â Badannya telah basah kuyub. Â Pasir melekat di bajunya setelah berulang kali mereka terjatuh.
"Jika kalian menyerah, aku persilahkan kalian pergi. Â Tapi parang kalian mesthi kalian tinggal. Â Jika parang itu masih di tangan kalian, pasti akan kalian gunakan untuk memeras orang. Meskipun aku tak yakin kalian akan sembuh dari penyakit jiwa ini bila kalian aku ampuni."
Tiga orang itu saling pandang satu sama lain. Â Ketika sang pemimpin mengangguk, maka teman-temannya segera melempar parang mereka seperti yang dilakukan pemimpinnya.
"Nah kalian boleh pergi. Â Silahkan tuan-tuan..."Kata Sembada meledeknya.
Mereka melangkahkan kakinya pergi dari depan pasar itu. Para penonton bersorak ikut meledeknya. Â Nampak mereka menundukkan kepala karena malu.
"Kenapa kau terpincang-pincang ? Jalannya kan rata ? " Sembada berteriak kepada salah seorang yang berjalan sambil memegangi kakinya.
Lelaki itu tersenyum kecut. Â Namun mereka terus melangkahkan kakinya hingga orang-orang yang menontonnya bubar dari depan pasar itu.
Seorang kakek tua mendekati Sembada. Ia masih memikul dua bongkok kayu. Kakek tua berhenti dan memungut tiga parang di dekat pemuda itu.  Sembada diam saja tidak menghiraukannya.
"Aku bawa parang ini anak muda. Â Lumayan buat cari kayu. Â Aku tak perlu lagi beli." Katanya sambil tersenyum.