Tom menahanku agar tetap berada di mobil, sementara Vina telah berada dalam pelukan ibunya, ketika mampir sebentar dari rumah Tom. “Tom, aku tak kuat melihatmu terlihat sayang pada Vina. Dia anakmu kan? Ternyata selama aku meninggalkanmu, ada cerita yang tak terkatakan olehmu. Mengapa, Tom?” seruku dalam hati. Air mataku menitik pelan. Aku tak mampu menahannya.
“Bella, kamu menangis? Kamu sedih? Aduh Bella, kenapa?”
Baiklah, aku sudah tak tahan. Aku akan bertanya.
“Tom, katakan padaku, siapa Vina? Siapa ibunya, yang telah mampu mengambilmu dari aku? Katakan Tom, aku siap mendengarnya,” kataku serak.
“Baik, baik, akan aku ceritakan. Tapi tolong, hapus airmatamu, Bell, aku tak mampu melihatnya.” Tom memelukku.
Kemudian satu persatu kata keluar dari mulut Tom. Semua apa yang dialaminya selama ini, selama ia berada jauh dariku.
“Vina anak mas Ardi. Aku yang mengasuhnya. Karena mas Ardi sudah berpulang enam bulan lalu. Maaf jika aku tak memberitahukanmu sebelumnya. Dan mbak Virni menetap di rumah kami. Tentu saja bersama Vina. Mama tak tega melihat mbak Virni, akhirnya memintaku untuk menikahinya. Aku dilema Bell. Satu sisi aku sangat mencintaimu. Satu sisi aku bingung tentang tugas mama.”
“Lalu?”
“Aku belum menentukan sikap, aku...” Tom tak meneruskan perkataannya.
“Jadi kalian belum menikah?”
“Aku menunggu kamu pulang, aku ingin memberitahukanmu terlebih dahulu. Aku ingin meminta ijin. Jika kau tak bersedia, tentu saja, aku akan lebih memilihmu.”