Mohon tunggu...
Viyazhaz
Viyazhaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi menulis cerpen dan menonton drama. Isi artikel penuh hal random yang ada di pikiran saya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lost Kingdom

19 November 2022   11:32 Diperbarui: 19 November 2022   11:36 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterest 

"Wahai Ratuku bangunlah."

Gadis dengan rambut putih dan mata ungu terbangun dari tidur lamanya. Matanya melembut setiap waktu dengan senyuman manis dibibirnya. 

"Ini tahun berapa wahai penjagaku."

Wanita cantik itu menundukkan kepalanya dengan menurunkan sayap putihnya. Kakinya berlutut dengan mengatakan kata-kata memuji sang ratu.

"Sudah cukup wahai penjagaku. Kata kau sekarang tahun 2022? Ratu ini sudah lama tidak melihat dunia." 

Thenny Alvilda sosok ratu perang dari klan Peri. Namun, sekarang semua itu hanyalah legenda belaka. Banyak orang yang tidak mengetahui keberadaan mereka itu nyata.

Makhluk mitos yang kerap disukai para anak-anak. Wajah cantik dan sifat yang baik kerap kali dikenal seperti itu. Namun, sesungguhnya mereka juga sama seperti manusia. Ada kalanya yang jahat dan baik.

"Ratu sepertinya hamba harus memanggil anda dengan nama."

"Lancang! Aku ini Ratu Peri! Bagaimana kau bisa berkata seperti itu?!"

Penjaga ratu peri itu mulai bersujud di hadapan sang ratu. Vilda yang merupakan ratu waktu itu hanya bisa menatap datar anggota klan yang sudah bersikap lancang.

"Di dunia ini tidak ada lagi anggota klan kita yang tersisa Ratu. Mereka …"

"Mereka apa?!" seru Vilda dengan menatap tajam. 

"Mereka sudah bersatu dengan para manusia Ratu!"

Sang ratu hanya tenang dengan raut wajah dingin. Saat sayap putih berkilau keluar dari punggung sang ratu dan mahkota dengan batu ungu berkilau.

Tiba-tiba batu dalam gua terbelah menjadi dua. Penjaga itu mulai menundukkan kepalanya dengan raut wajah ketakutan. 

"Apa mereka sudah lupa atas penyerangan para manusia itu?! Apa mereka juga lupa keturunan pendiri klan hampir mati jika tidak mengeluarkan pelindung buat mereka?!" teriak Vilda sangat keras. Suaranya bergema di dalam gua dan semakin membuat hawa mencekam.

Vilda berubah menjadi semula. Telinganya tidak lagi menjadi runcing dan pakaiannya terlihat seperti rakyat biasa. Namun, masih memperlihatkan keanggunan ala ratu.

"Ratu pakaian itu terlihat sangat kuno." Wanita bernama Aleferede Yuki itu tampak terlihat lugu.

"Apa yang salah ini merupakan pakaian terbaik?" Vilda yang merupakan ratu klan peri itu justru terlihat lebih lugu. Matanya menatap polos sang penjaga dengan mengerutkan keningnya. 

Yuki hanya bisa menepuk jidatnya. Di zaman modern seperti sekarang menggunakan pakaian hitam dengan ala kerajaan. Apa perkataan orang lain jika melihat mereka(?)

"Kita ini hidup di zaman modern Vilda. Wih, tunggu jangan protes dulu! Di dunia ini tidak ada yang namanya klan. Jadi aku akan panggil Ratu pakai nama," jelas Yuki dengan tersenyum. Akhirnya ia bisa berbuat bebas kepada sang ratu tanpa rasa takut.

Vilda yang ingin protes hanya bisa diam. Ia mengangguk kepalanya lalu mengubah pakaian seperti milik Yuki hanya saja dengan warna berbeda.

"Ya, lo mah copas!" seru Yuki dengan berdecak kesal.

Vilda memiringkan kepalanya. Ia merasa ada yang aneh dengan perkataan penjaganya itu. Ia memegang pipi Yuki lalu mencubitnya dengan keras.

"Siapa kau?!" teriak Vilda dengan mengeluarkan cahaya ungu di tangannya. Seketika Yuki menjadi panik sendiri.

Yuki cengengesan dengan memegang tangan Vilda. Ia tersenyum terpaksa dengan menatap Vilda.

"Bercanda gue astaga. Itu namanya bahasa gaul, Vilda!" seru Yuki dengan menepuk pundak Vilda.

Vilda hanya menatap tajam. Ia menepis tangan Yuki lalu melakukan teleportasi ke luar gua.

Matanya menatap jurang gunung dengan tenang. Suara gemercik terdengar cukup jelas. Ia menatap dan menelusuri sudut hutan dengan tersenyum. 

"Itu apa? Lo harus jelasin gue," ucap Vilda menunjuk ujung yang memperlihatkan keramaian kota.

"Liat aja nanti." Yuki tersenyum dengan menatap ke arah kota modern. 

***********************************

Beberapa kendaraan umum mulai lewat. Hiruk pikuk kota terdengar dengan jelas bahkan macet ada dimana-mana. 

Vilda sudah mengeluarkan aura tidak menyenangkan waktu melihat benda kotak berwarna hitam yang bergerak sendiri. Ia ingin mengeluarkan dan menyerang menggunakan duri sayap. 

"Jangan itu barang ciptaan manusia." Yuki membisikkan kata yang semakin membuat Vilda ingin menghancurkan benda itu.

Vilda melakukan penyerangan tiba-tiba. Hembusan angin dingin menembus tulang tangannya. Tangannya tampak membeku tanpa sadar.

Ia menatap tajam Yuki dengan cukup lama. Hal itu membuat Yuki merasakan sesak di dada. Rasanya tubuhnya kapan saja bisa meledak.

"Kau berani melawan Ratumu ini demi melindungi para pengkhianat?" desis Vilda dengan mengeluarkan logam panas dari tangannya. Satu lemparan saja bisa membinasakan musuh.

"Bu … kan … bawahan ini hanya tidak ingin Ratu melakukan hal sama seperti mereka." Yuki menjawabnya dengan napas tersengal-sengal. Pasokan udara tersedot terus-menerus.

Vilda mengalihkan pandangannya. "Tunjukkan jalan jangan sampai lo ngomongin kata itu. Karna mereka lah yang pengkhianat."

Yuki mengangguk pelan. Ia memimpin jalan menuju sebuah rumah yang cukup mewah. Mereka masuk ke dalam dengan hening.

"Yuki kamu sudah pulang?"

Vilda melempar logam itu hingga hampir mengenai wanita paruh baya itu. Namun, Yuki sempat menarik tubuh wanita itu lalu memeluknya.

Mata Yuki berubah menjadi biru. Ia menatap tajam Vilda yang juga menatapnya dingin. Jika dibandingkan dengan dirinya Vilda terlihat kejam sekarang. 

"Vilda lo kejam juga, ya? Padahal dulu lo ramah sama baik. Sekarang lo jadi suka sinis sama gue," sindir Yuki secara tidak langsung mencibir perbuatan sang ratu.

"Yuki tidak baik bicara sama teman seperti itu."

"Bun … dia temen yang Yuki ceritain. Apa boleh Vilda tinggal sama kita, Bun?" ucap Yuki yang terdengar lebih lembut dari sebelumnya. 

Vilda hanya mendesis sepertinya Yuki memang mencari mati. Jadi wanita itu tinggal dengan para manusia pantas saja bau pengkhianat tercium jelas.

"Vilda tinggal sama Bunda, yuk. Bareng sama Yuki."

Rasanya amarahnya cukup bergejolak. Apalagi saat tangan musuh yang sudah membuatnya tertidur lama menyentuh dirinya.

"Biar Yuki aja, Bun. Dia itu orangnya suka gitu sama orang baru," sela Yuki saat sang bunda ingin merangkul Vilda. Bisa-bisa bundanya akan menjadi abu dapat ratunya itu.

Yuki membawa Vilda ke dalam kamarnya. Ia bersedekap dada dengan menghela napas.

"Ratu lupakan masa lalu. Mereka tidak salah kepada kita. Orang-orang yang membuat klan kita musnah sudah mati," celetuk Yuki dengan tersenyum tipis. 

Barang-barang di dalam kamar seketika melayang lalu terhempas begitu saja. Yuki hanya bisa pasrah saat bukunya berantakan. 

"Jangan lupakan klan mereka yang sudah membunuh Ratu terdahulu! Juga Ratu ini tertidur lama sebab siapa?!" teriak Vilda dengan mengeluarkan api ungu.

"Jangan Ratu!" teriak Yuki dengan melotot. Tiba-tiba kasurnya terbakar dan membuat keduanya panik. "Habis udah kamar gue!"

***********************************

Beberapa hari terakhir Vilda dimasukkan ke dalam sekolah. Mereka berdua menjalani kehidupan sebagai pelajar.

Lalu beberapa hari ini juga Vilda tetap saja terlihat cuek dengan keberadaan manusia di tempat ini. Yuki bahkan tidak bisa lagi menegur Vilda yang mempunyai dendam lama.

Tatapannya yang tajam itu membuat murid sekolah lagi merasa takut. Yuki salah satu orang yang menjadi kenalannya selama di sekolah.

Ia juga sudah mengetahui beberapa kata modern dunia manusia. Mata dan rambutnya ia ubah menjadi cokelat.

"Vilda kantin, yuk!"

Namun, ada satu manusia yang berani dekat dengannya. Gadis itu selalu saja membuat amarahnya meluap.

"Nggak lo aja sendiri!" tolak Vilda dengan menepis tangan gadis itu. Ia tidak tertarik bergaul dengan pengkhianat. 

Ia berdiri lalu pergi begitu saja. Rumput dan tanaman lain tampak menunduk seolah menghormati ratu klan peri itu.

Saat sedang berjalan dari depan ada seseorang yang berjalan dengan membawa mangkuk. Ia tertawa bersama teman-temannya dengan menatap dirinya.

Ia tidak yakin, tetapi ia menduga itu sesuatu hal yang jahat. Ia ingin menghentikan waktu, tetapi seseorang berdiri di depannya.

Makanan panas itu mengenai tubuh orang yang selalu diacuhkan olehnya. Ia menatapnya agak terkejut begitu pula Yuki yang berada di samping gadis itu. 

"Ya ampun Zeline! Pasti panas banget." Yuki yang melihat seketika menjadi panik. 

Vilda hanya diam dengan menatap dingin orang-orang keji. Ia sudah bilang jika hati manusia itu cukup licik, bahkan sesama kaum sendiri saling melukai.

Ia mengangkat jarinya lalu mangkuk melayang mengenai wajah para gadis itu. Ia tersenyum puas saat melihat wajah tersiksa orang itu.

"Gimana perasaan lo ditolong klan manusia?" 

Ia bisa mendengar suara Yuki di kepalanya. Ia hanya mendengus kesal. Ia pergi begitu saja dengan langkah lebar. 

Suara cibiran dan hinaan terdengar dengan jelas. Ia hanya diam dengan memesan minuman sebagai formalitas. Ia sebenarnya tidak terlalu membutuhkan makanan.

Vilda menatap Yuki yang membantu Zeline. Ia hanya diam tanpa berminat membantu sama sekali.

"Lo nggak papa, kan? Hampir aja kena wajah lo," ucap Zeline dengan mengipas seragamnya yang basah. Tangannya sedikit merah dan Zeline tampak memegang es batu di tangannya. 

"Hmm."

Ia hanya malas menjawab sesekali menatap tangan Zeline. Ia berjalan dengan menepuk pundak Zeline.

"Yuki kok tangan gue jadi nggak panas, ya?" celetuk Zeline dengan menatap tangannya heran. Apalagi warna merah di kulitnya sudah hilang.

Yuki hanya tertawa kecil. Ia menatap Vilda yang terlihat cuek, tetapi sebenarnya masih memiliki rasa peduli.

"Haha, kalau itu tanya sama Vilda sana." Yuki hanya tertawa mengejek waktu Vilda menatapnya tajam. Pendengaran sang ratu masih tajam walaupun sudah lama tertidur. 

***********************************

Saat waktu bel pulang berbunyi. Vilda ingin pulang sendiri, tetapi Yuki selalu saja mencegahnya. Ia hanya ingin pulang dan melihat tempat klan yang sudah musnah.

"Ratu ini mau melihat tempat klan kita." Vilda menatap gunung di seberang jalan. 

Tit! Tit!

Sebuah mobil putih berhenti di depan mereka. Vilda hanya diam lalu pergi begitu saja. Ia bahkan tidak peduli teriakan dari manusia dan peri itu.

Tubuhnya ditarik dan dilempar ke pinggir jalan. Ia terkejut apalagi melihat tubuh melayang di atas lalu terhempas ke bawah.

Suara teriakan dan ricuh sangat membuatnya semakin terkejut. Ia melihat Yuki berteriak dengan mengeluarkan air mata. Gadis itu bahkan tidak memperdulikan air matanya yang berubah jadi kerikil es.

Vilda berjalan menghampiri Yuki. Ia merasa ada yang salah waktu Yuki menatapnya tajam dan penuh kebencian. 

"Puas lo Vilda! Puas!" teriak Yuki dengan menatapnya tajam.

"Tapi … gue nggak salah. Mereka udah musnahin klan kita …"

"Tapi lo salah! Mereka nggak ngelakuin seperti tetua mereka!" teriak Yuki dengan memeluk tubuh sang bunda.

Vilda hanya menatapnya datar. Ia berjalan dengan mematikan waktu. Semua orang membeku dan tidak bergerak sama sekali begitu juga dengan Yuki.

"Ratu ini tidak salah." 

Vilda menghilang dalam keheningan. Ia menghilang tanpa diketahui orang lain.

***********************************

Vilda hanya menatap lebatnya hutan. Ia hanya tersenyum ternyata hutan ini masih ada. Namun, apakah pack itu masih ada(?)

Ia merubah penampilannya dengan wujud aslinya sebagai ratu dari para peri. Mata ungu yang indah itu menatap ke arah selatan.

"Thenny Alvilda kau masih hidup."

Vilda hanya tersenyum. Kemudian ia menundukkan tubuhnya dengan meletakkan tangan kanannya di dada kiri.

"Ratu Peri menyapa Alpha Bluemoon." Vilda menunduk dengan tersenyum tipis. 

"Tidak perlu sungkan. Kau sudah sering menolong Pack kami dalam peperangan."

Vilda hanya mengangguk pelan. Ia mengikuti langkah alpha Bluemoon dengan langkah anggun.

"Sudah ku duga kau ada di sini Ratuku."

Vilda hanya menatap datar Yuki. Ia tidak salah dengan hal tadi. Itu hanya sebuah kecelakaan semata.

Alarick George sosok alpha Bluemoon hanya bisa menghela napas. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi waktu ini.

"Dia buat Bundaku koma! Kau harus mendapatkan hal yang sama!" teriak Yuki dengan mengeluarkan cahaya biru di tangannya. 

Alarick segera mencegah Yuki untuk menyerang Vilda. Gadis itu sama saja ingin mencari mati.

"Dia kecelakaan Ratu ini tidak melakukan apapun," sahut Vilda dengan tenang. Tangan kanannya diletakkan di belakang dengan cahaya ungu bersinar. 

"Tunggu! Jadi siapa yang celaka? Mengapa kalian harus bertengkar karena masalah sepele?" sela Alarick dengan berdiri di tengah keduanya. 

"Hamba ini selama Ratu tertidur tinggal sama dua orang manusia. Mereka baik kepada hamba juga Ratu, tetapi Ratu selalu saja cuek dengan para manusia." Yuki menatap tajam Vilda. Ia masih tidak terima perbuatan Vilda walaupun dia seorang ratu klan peri.

Alarick mengelus tengkuknya. "Cukup rumit, tetapi Yuki jangan lupa klan kau musnah karena bangsa manusia. Mereka sepakat untuk tinggal berdampingan dan saling melindungi, tetapi mereka justru serakah dan membunuh klan peri. Ratu kau itu sudah berjuang habis-habisan melindungi klan nya, tetapi apa yang kalian beri? Sebuah pengkhianat."

"Tapi …"

Alarick mengangkat tangannya. Ia menatap Vilda dengan menundukkan tubuhnya sekilas. 

"Lalu Ratu juga salah …"

"Ratu ini tidak salah! Itu karena mereka pengkhianat!" teriak Vilda bergema di dalam hutan. Rumput-rumput bahkan menunduk karena ketakutan.

"Tapi mereka yang sekarang tidak ikut dalam perang waktu itu. Mereka hanya manusia biasa. Sama seperti klan peri dan pack Bluemoon salah satu dari mereka juga ada yang baik dan jahat," celetuk Alarick dengan tersenyum tipis.

Vilda hanya tertawa miris. Suara tawanya terlihat menakutkan bagi penghuni hutan.

"Terserah kalian mau bilang apa. Ratu ini tetap tidak bersalah. Klan manusia harus musnah seperti klan peri. Lalu para peri yang pengkhianat akan mati dalam detik ini juga," desis Vilda dengan mengeluarkan cahaya ungu perpaduan merah.

Seketika Yuki berteriak dengan memegang lehernya. Dari mulutnya keluar darah cukup banyak.

"Ratu berhenti! Dia dari klan kau!" teriak Alarick dengan memegang tangan Vilda.

Vilda justru semakin menambahkan kesakitan kepada para peri pengkhianat. Lalu berhenti saat mendengar kata ampun dari Yuki.

"Ratu coba ikut hamba ke Rumah Sakit. Lihat dan buka mata Ratu," ucap Yuki dengan bersujud.

Vilda hanya menatap datar. Lalu melakukan teleportasi dan sekejap berada dalam kamar bunda Yuki.

Ia menatap selang yang berada di tubuh wanita paruh baya itu. Ia melangkah dan awalnya dihentikan oleh Yuki.

"Ratuku kau mau melakukan apalagi?" tanya Yuki dengan raut wajah dingin. 

Vilda menepis tangan Yuki. Kemudian menghentikan waktu dalam sekejap semuanya membeku.

Ia menatap wajah wanita yang selalu sabar. Ia terlihat sedikit tersentuh, tetapi sakit hati dari pengkhianat tidak pernah bisa hilang.

"Hanya ini yang bisa Ratu bantu," gumam Vilda dengan menyalurkan cahayanya di kening wanita itu.

"Vilda …"

Dalam secepat kilat Vilda menghilang dari kamar. Air matanya turun dan berubah menjadi kristal ungu juga berlian.

"Vilda!" teriak Yuki. 

Yuki menatap sudut ruangan dengan bingung. Ia tidak melihat keberadaan Vilda.

"Dia sudah meninggalkan kita," ucap Alarick dengan memijat pelipisnya. 

"Ratu kau jangan main-main!" teriak Yuki dengan mengelilingi sudut ruangan.

Hanya karena sebuah dendam membuat kebahagiaan itu hilang. Hanya karena sebuah dendam juga bisa membuat orang yang disayangi menjauhi.

"Selamat tinggal klan manusia dan selamat tinggal dunia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun