Mohon tunggu...
Vira Santisya Azahra
Vira Santisya Azahra Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 2

It's an immpossibility to be perfect but it's possible to do the best

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Home Sweet Home

1 Maret 2022   18:27 Diperbarui: 1 Maret 2022   18:29 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     

      

       Suasana rumah sore itu terbilang cukup ramai, menonton film ditemani segelas susu panas yang ibu buat merupakan kenikmatan yang tiada tara. Udara dingin bekas hujan tadi siang masih terasa hingga kini, tidak ada yang mau melepas selimut yang menempel pada tubuh masing-masing kecuali Shaka, satu-satunya orang yang tidak mau bergabung menonton film bersama yang lain, ia hanya sibuk memetik gitar yang sejak tadi ada di pangkuan nya.

     Bukannya dia tidak menyukai film, hanya saja film yang ditonton oleh saudara-saudara nya adalah film horor. Perlu diketahui, Shaka adalah satu-satunya orang di dalam keluarga nya yang tidak menyukai film horor bahkan kedua orang tua nya saja merupakan penggemar setia film berbau hantu tersebut. Karena itu setiap keluarga nya mengadakan nobar alias nonton bareng yang mereka jadwal kan setiap akhir pekan Shaka hanya akan berdiam diri di kamarnya seperti sekarang ini.

     Pernah suatu hari Shaka dipaksa oleh adik-adik nya untuk ikut menonton film Pengabdi Setan yang saat itu tengah booming di bioskop, alhasil dia tidak berani pergi ke kamar mandi sendiri bahkan ia memaksa Bian selaku yang paling normal diantara adik-adiknya yang lain untuk menemani nya tidur selama hampir sebulan penuh. Bukan bermaksud mengatai adiknya yang lain tidak waras tapi jika ia meminta yang lain menemani nya, bukannya tidur, mereka pasti akan mengusili Shaka yang notabene-nya penakut.

     Tio, dia adalah yang jarak usia nya paling dekat dengan Shaka tapi jangan kira, walaupun si primadona kampus ini  wajahnya ramah dan menjadi menantu idaman ibu-ibu komplek, tetap saja dia akan kembali ke jati dirinya yang sebenarnya ketika berada di rumah, menjadi seorang kakak sekaligus adik yang senang menjahili saudara nya. Seperti mengusili Bian yang sedang tertidur pulas ketika tidak ada teman mengobrol padahal Bian sendiri saat itu baru saja pulang dari acara sekolah nya.

     Bian sendiri merupakan anak yang sangat penurut diantara saudaranya yang lain, si Ketua Osis yang sebentar lagi melepas jabatannya ini selalu menjadi tempat para saudara-saudara nya berkeluh kesah, selain kalem Bian juga merupakan penasehat yang baik bahkan tak jarang Shaka dan Tio selaku kakak nya pun sering meminta saran dan pendapat dari nya.

     Kalau Tio hanya jahil dalam batas yang wajar, yang satu ini jahilnya diluar batas normal bahkan ayam Pak RT pun menjadi sasaran kejahilannya, Kala namanya. Kembaran Bian ini tingkat ke absurd-an nya sudah terkenal sampai ke telinga para tetangga di komplek, kalau Bian kalemnya minta ampun, Kala ini kebalikannya. Orang tua nya saja heran dengan kelakuan anak yang satunya ini, pernah suatu ketika dia menggantung anak ayam milik Jihan yang baru dibelinya itu ke dalam kresek lalu menyimpannya di halaman belakang lantaran kesal dengan suara si ayam yang sangat berisik. Adiknya yang saat itu mencari ke segala sisi rumah hanya bisa melongo tidak percaya dengan kelakuan sang kakak yang baru saja datang sambil memakan cilor dan dengan santai mengatakan ayamnya sudah ia gantung di halaman belakang.

     Si bungsu yang merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga mereka ini tak jarang menjadi sasaran utama kejahilan kakak-kakak nya tak terkecuali Bian dan Shaka, bahkan ketika dia sedang diam pun ada saja salah satu dari mereka yang mengganggu nya tapi dibalik itu semua dia tetaplah adik kecil kesayangan para kakak nya terutama Kala, siapa sangka walaupun ia jahil nya minta ampun, dia adalah orang yang paling dekat dengan Jihan diantara yang lainnya, umur mereka pun tidak berbeda jauh, hanya terpaut 3 tahun.

     "Tio! Lo lama banget sih di kamar, gue tinggal nih ya" Shaka yang saat itu sudah siap dengan pakaian kuliah nya dibuat kesal lantaran Tio yang sedari tadi belum keluar kamar, mana dia ada quiz lagi pagi ini. Diantara mereka berlima memang hanya Shaka dan Tio yang sudah memasuki jenjang perkuliahan bahkan adiknya yang bungsu saja masih SMP.

     "Kenapa sih kak teriak-teriak begitu" Bunda yang baru datang dari dapur untuk mengantar kopi untuk ayah terheran melihat putra sulung nya yang sedari tadi berteriak memanggil nama Tio.

     "Hehe maaf Bun, itu loh si Tio katanya mau nebeng tapi dari tadi belum keluar kamar, mana kakak ada quiz lagi sekarang"

     "Loh emang motornya Tio kemana?" tanya bunda.

     "Bocor bun ban motor nya, nginjek paku kemarin"

     "Udah kak tinggalin aja Mas Tio nya, suruh naik gojek" timpal ayah sambil menikmati bakwan buatan bunda.

     "Eh eh ayah jangan gitu dong, aku udah siap ini" Tio datang dengan rambut yang masih acak-acakan dan tas yang disampirkan asal.

     "Lagian kamu kalau mau nebeng harusnya siap-siap lebih awal, kasian kakak kamu kalau dia telat" tukas bunda.

     Tio yang mendengar saran bunda hanya cengengesan tidak jelas, keduanya kebetulan memang masuk universitas yang sama "maaf deh bun, lain kali ga bakal gitu" ucapnya sambil melipat tangan membentuk huruf V.

     "Drakoran kan lo? Ngaku!" sarkas Shaka yang terlampau kesal dengan ke ngaret-an Tio.

     "Nanggung kak, namatin. Lagian penasaran ending nya gimana, eh gatau nya malah gantung" ucapnya sambil menekuk wajah sendu.

      Siapa sangka si primadona kampus ini adalah maniak drakor, wajahnya saja yang tampan bak pangeran kerajaan tapi sukanya menonton drama korea yang banyak adegan romantis nya.

     "Sudah sana kalian berangkat, katanya tadi takut telat" ucap bunda.

     "Yang lain pada kemana bun? Kok tumben rumah udah sepi" heran Tio lantaran dia tidak melihat satu pun adiknya.

     "Udah berangkat, ada pemantapan di sekolah" jawab ayah.

     "Ohh"

     "Yaudah kita berangkat dulu bun, yah. Assalamualaikum" pamit Shaka

     "Wa'alaikum salam"

---


     Hari minggu merupakan jadwal keluarga Askandar melakukan kegiatan rutin yaitu kerja bakti, kalo kata Tio sih ini namanya kerja rodi. Bagaimana tidak, disaat orang lain bermalas-malas an di hari libur, keluarga ini sudah ribut sejak pagi.

     Jam 7 pagi ayah sudah menggedor kamar anak-anak nya sambil membawa segayung air dibantu dengan Bian dan Jihan yang notabene nya memang terbiasa bangun pagi, Shaka dan Tio berhasil dibangunkan dengan cepat lantaran keduanya memang punya telinga yang sangat sensitif dengan suara sekecil apapun. Tinggal Kala seorang yang masih berkelana di alam mimpi, Jihan bahkan sudah menggelitiki kaki Kala sejak tadi tapi tetap saja si empu nya tidak terganggu sama sekali.

     Ayah yang memang sudah siap dengan gayung yang dipegang nya sejak tadi sudah ber ancang-ancang akan menyipratkan air pada Kala.

Satu

Dua

Tiga

     Tepat pada hitungan ketiga Kala tiba-tiba membuka mata dan tangan nya tidak sengaja menyenggol gayung yang dipegang ayah yang memang berada di sampingnya. Ayah yang memang tidak siap dengan pergerakan Kala terkejut dan dengan cepat air yang akan dia siram pada Kala pun berbalik menyiram dirinya sendiri.

     Kala yang saat itu masih mengumpulkan nyawa nya pun kaget dengan apa yang dia lakukan dan ia dengan cengiran khasnya cepat-cepat turun dari kasurnya.

     "Aduh yah maaf banget Kala ga sengaja, hehe" ucapnya sambil menangkupkan kedua tangannya dan langsung berlari keluar kamar.

     Bian dan Jihan yang melihat kejadian itu pun langsung mengalihkan pandangan dan melangkah pelan keluar dari kamar berpura-pura tidak ada yang terjadi.

Sampai tiba-tiba..

     "KALAAA!!!!"

---

     "Jihan belum pulang, Bun?" tanya Shaka sambil asik mencomot kue yang baru saja ibu buat.

     "Belum kak"

     "Tumben banget jam segini belum pulang" Shaka heran sebab tak biasanya si bungsu pulang lewat dari jam 6 sore, Bian dan Kala yang notabene nya anak SMA saja sudah pulang sedari tadi. Kecuali ayah yang memang masih memiliki urusan pekerjaan dan Tio yang masih harus menyelesaikan tugas kelompok nya.

     "Coba kamu susulin sana, dari tadi bunda telfon ga diangkat mulu, mana udah mau maghrib" usul Bunda yang sebenarnya sudah gelisah sedari tadi lantaran anak bungsu nya belum pulang.

     Shaka sudah bersiap sampai ketika dia mau membuka pintu utama, pintu nya sudah terbuka lebih dahulu dari luar, menampilkan Jihan yang baru saja datang dengan wajah sembab nya.

     "Ya Tuhan kamu kenapa dek?" panik Shaka yang melihat Jihan menangis kembali.

     Jihan yang saat itu tidak bisa menahan tangisnya lagi langsung berhambur memeluk sang kakak sambil menenggelamkan wajah nya di dada bidang Shaka.

     Shaka tentu saja kaget, tidak biasa nya Jihan menangis separah ini kecuali dulu saat sang nenek meninggal dunia. Shaka yang saat itu bingung harus melakukan apa hanya bisa mengelus punggung adiknya untuk menenangkan nya, karena jujur saja Shaka paling tidak bisa jika harus menenangkan orang yang menangis, dia bingung harus melakukan apa.

     "Ya Allah dek kamu kenapa?"

     "Dia kenapa kak?" tanya bunda berturut-turut. Bunda yang baru saja datang dari dapur kaget melihat putri nya menangis dalam dekapan Shaka.

     "Gatau bun, tadi pas kakak mau nyusulin dia tiba-tiba udah sampai rumah terus langsung nangis"

     Sementara itu, Bian dan Kala yang mendengar keributan dari lantai bawah buru-buru turun untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

     "Loh, dia kenapa kak?" tanya Kala yang hanya dibalas dengan gelengan oleh Shaka.

     "Adek nya suruh duduk dulu, terus kasih minum biar tenang" Bian tetaplah Bian, disaat semua orang panik dia masih bisa menenangkan keadaan.

     Bunda dan Shaka membawa Jihan untuk duduk di sofa, memberikan si bungsu segelas air untuk sedikit menenangkan nya.

     "Mau cerita adek kenapa?" tanya bunda hati-hati setelah melihat putrinya tenang.

     Jihan awalnya diam sampai akhirnya dia membuka suara.

     "Adek kecopetan" ucapnya dengan suara lemah.

     "Astagfirullah dek, kok bisa??" teriak Kala.

     Shaka yang melihat kehebohan Kala langsung saja menyenggol lengan sang adik, Kala yang sadar akan perbuatannya langsung menutup mulut dengan kedua tangan.

     "Eh maaf-maaf, maksud abang kenapa adek bisa kecopetan?" tanya Kala dengan suara yang jauh lebih halus daripada sebelumnya.

     "Tadi aku lagi nunggu bis di halte tapi udah setengah jam nunggu bis nya ga ada yang dateng, temen aku semuanya udah pada pulang, cuman aku sendiri." Jihan berhenti sejenak, menarik nafas dalam lalu memberanikan diri melanjutkan ceritanya.

     "Disitu aku ngeluarin handphone, mau nelfon bunda. Tapi tiba-tiba ada 2 cowok naik motor terus ngambil hp aku"

     "Di sekitar sana emang nya gaada orang lagi selain kamu?"

     "Gaada bun, bener-bener sepi, paling orang yang lewat doang, itu juga jarang karena emang diluar udah mendung"

     "Terus kamu pulang sama siapa? Kok tiba-tiba udah ada di depan rumah?" tanya Shaka.

     "Tadi ada bapak-bapak yang lewat ngeliat aku nangis, terus dia nawarin nganter aku"

     "Udah kamu sekarang mandi dulu terus makan, bunda udah masak tuh" ucap bunda sambil mengusap hijab anak bungsu nya.

     "T-tapi bun handphone aku.. itu hadiah dari nenek" jawab Jihan sambil menekuk wajahnya.

     "Gak apa-apa, namanya juga musibah dek, ikhlas kan saja" saran bunda sambil menenangkan putri bungsu nya.

     "Senyum dong, nanti ayah juga bakal beliin yang baru" hibur Bian melihat sang adik yang masih saja menekuk wajahnya.

     "Iya tuh, ntar punya kamu bakal lebih bagus dari punya abang" ujar Kala sambil menunjukkan handphone miliknya yang layarnya sudah mirip ayam geprek.

     "Hehe, iya juga ya. Nanti aku bisa pamer sama abang" ledek Jihan sambil menyeringai kepada Kala, bukan tanpa alasan lantaran abang nya itu sudah berulang kali meminta handphone baru kepada ayah, tapi tidak juga dibelikan. Kala ini kalau handphone nya tidak hilang ya pasti cepat rusak, hal ini yang membuat ayah malas memberikan yang baru.

     "Et dah, dasar bocah!" cecar Kala sambil melempar bantal sofa ke arah Jihan yang sudah lebih dulu berlari menaiki anak tangga.

     Bunda dan yang lainnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan si bungsu. Beginilah keseharian keluarga mereka, tidak diajarkan untuk sedih atau marah berlarut-larut, pasti ada saja salah satu dari mereka yang mencairkan suasana.

---


     Bagai petir di siang bolong, bunda tiba-tiba bilang bahwa ia harus pergi ke luar kota untuk menemani ayah yang memiliki jadwal dinas luar, terlebih lagi mereka akan meninggalkan rumah selama satu minggu.

     Bisa dibayangkan bagaimana kacau nya rumah nanti, dari mulai bangun sampai tidur kembali mereka harus melakukan semuanya sendiri. Kalau mereka gampang diatur sih tidak masalah, tapi tau sendiri kan bagaimana kelakuan adik-adik Shaka ini?

     Shaka yang saat itu baru pulang dari kampus langsung melemas mendengar kabar bahwa bunda akan menemani ayah dinas selama satu minggu. Sudah terbayang bagaimana keadaan rumah nanti saat bunda tidak ada.

     Pasalnya bukan satu atau dua kali bunda menemani ayah dinas, tapi bukan berarti mereka terbiasa dengan ke tidak hadiran bunda. Kalo anak-anak lain mungkin senang ketika orang tua nya tidak ada di rumah karena mereka merasa bebas melakukan apapun.

     Berbanding terbalik dengan keluarga ini, mereka justru mencemaskan keadaan mereka nanti nya, lihat saja akan ada kekacauan apa lagi setelah ini.

     "Jaga rumah"

     "Kunci pintu sama pagar sebelum tidur"

     "Pastiin jendela udah dikunci"

     "Kalo mau keluar periksa dulu dapur, jangan lupa matiin kompor"

     "Alarm jangan lu-"

     "Iya bunda, iyaa" Tio yang sudah hafal dengan sifat bunda yang satu ini langsung memotong ucapan nya. Bukan nya kenapa, mereka semua bahkan sudah hafal dengan kalimat-kalimat bunda yang satu ini.

     "Yaudah kita berangkat dulu, hati-hati dijaga rumahnya".

     "Nanti kira rantai yah, tenang. Biar gaada yang ngambil" ucap Kala

     "Kamu juga bang, awas aja kalo susah dibangunin" peringat Ayah.

     "Kalo susah bangun ya tinggalin aja kali, apa susahnya" santai Bian.

     "Ya Allah, salah apa gue punya kembaran jutek amat" ucap Kala sambil mengelus dada nya, mendramatisir keadaan.

     "Udah jangan berantem, kita berangkat dulu, Assalamualaikum"

     Bunda yang sudah pusing melihat anak-anak nya beradu mulut memutuskan untuk segera pergi dari sana, kalau dibiarkan terus tidak tau kapan selesai nya.

     "Wa'alaikumsalam" jawab mereka semua.

---

     Hari yang paling ditakutkan semua pelajar di bumi ini, hari senin. Sudah bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bukan?

     "Bian buru woy gue dah telat!!" teriak Tio dari luar kamar mandi.

     "Bentar lah Mas, siapa suruh susah bangun" balas Bian tak kalah kencang.

     "Gue ada kuis sekarang, bahaya kalau telat!!"

     "Sabar elah bentar lagi"

     Tio yang mendengar jawaban santai Bian mengacak rambut nya frustasi sambil terus menggedor kamar mandi.

     Di sisi lain Shaka sudah berada di dapur dengan apron yang terpasang di tubuh nya, dia sudah mandi sejak subuh tadi karena tau kejadian seperti ini pasti terjadi. Pagi ini dia harus memasak karena tidak cukup waktu jika harus membeli diluar, terlebih harus mengantri. Hari ini dia memutuskan memasak nasi goreng, karena selain cepat hanya makanan itu yang ia yakin bisa membuat nya dengan baik.

     Di sela memasak nya dia masih saja mendengar teriakan Tio yang menggedor kamar mandi lantaran Bian yang tidak juga keluar.

     "Bian lo ngapain sih di dalem? Lama banget?"

     "Lagi menuntaskan urusan alam" Bian menjawab santai tidak peduli teriakan Tio dari luar.

     "Coba cek kamar mandi atas, si adek kayanya udah selesai" ujar Shaka yang sudah pusing mendengar teriakan Tio.

     Tio yang mendengar saran Shaka langsung saja berlari ke atas, sepertinya benar Jihan sudah selesai, buktinya tidak terdengar suara Tio menggedor kamar mandi.

     "Kakak!!" teriak Jihan dari lantai atas

     Shaka yang mendengar teriakan sang adik hanya bisa menghela nafas nya, ada apalagi ini.

     "Kenapa dek?" balas Shaka tak kalah berteriak

     "Liat dasi aku gak?" tanya nya setengah panik lantaran hari ini adalah jadwal upacara, bisa dihukum Jihan jika pergi ke sekolah tanpa dasi.

     "Coba cari di lemari, biasa nya ibu taro disitu"

     "Gaada kak"

     Shaka sungguh bingung, barang nya saja terkadang ia lupa bagaimana ia bisa tau dimana barang milik adik nya.

     "Coba telfon bunda, tanya ada dimana" saran Shaka karena hanya itu satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan.

     Semua orang sudah duduk di meja makan bersiap untuk sarapan, tapi Jihan merasa ada yang kurang, dimana orang yang selalu membuat keributan dengan nya?

     "Bentar, abang Kala dimana?" tanya Jihan sambil celingukan melihat ke sekitar

     "Eh iya, si Kala mana?" Tio yang sejak tadi menikmati sarapan juga kaget karena tidak melihat adiknya disana.

     "Tadi udah lo bangunin lagi kan, Bi?" tanya Shaka karena memang dia tadi menyuruh Bian membangunkan Kala lagi karena sewaktu Shaka membangunkan nya anak itu susah bangun.

     "Udah kak, lagi mandi kali sekarang" jawab Bian, di waktu sekolah pun Kala emang terbiasa bangun siang, disaat semua orang sarapan biasanya ia masih mandi, untuk itu Bian tidak ambil pusing.

     Terhitung 10 menit sejak mereka menyelesaikan sarapan tapi batang hidung Kala belum juga muncul, Jihan bahkan sudah berangkat dengan Tio sedari tadi karena jarak antara sekolah dan rumah nya cukup jauh dibanding Bian dan Kala, sedangkan Tio memang ada kuis jadi ia berangkat lebih awal.

     "Bi, lo yakin si Kala udah bangun?" tanya Shaka memastikan

     "Tadi sih yakin, tapi kalo sekarang ngga deh"

     "Cek aja kali ya" lanjutnya

     Mereka berdua menaiki anak tangga untuk menuju kamar Kala, ketika sampai di depan pintu pun mereka tidak mendengar adanya kegiatan di dalam sana.

     Bian dan Shaka bertatapan seolah tau apa yang ada di pikiran masing-masing dan reflek membuka pintu kamar Kala. Betapa terkejut nya mereka melihat si tersangka masih berada di alam mimpi dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

     Lantas Bian langsung saja menggoyangkan tubuh Kala dengan Shaka yang membantu menarik selimut.

     "Kala, woy!!"

     "Bangun!!!"

     "30 menit lagi masuk!!"

     "Lo ga bakal sekolah??!!" omel Bian berturut-turut.

     Shaka yang melihat itu lantas mengambil segelas air yang kebetulan ada di atas nakas, dan langsung menumpahkan nya ke atas wajah sang adik.

     "BOCOR! BOCOR!"

     Kala terjengkat kaget karena ada air yang membasahi wajahnya, Bian yang melihat itu pun dengan cepat menampar pipi Kala, si empu yang tidak siap dengan pergerakan Bian kaget dan reflek mengusap-usap pipi nya.

     "Ih lo kenapa nampar gue sih?!" kesalnya

     "Liat jam" ujar Shaka

     Kala dengan cepat menolehkan kepala nya, betapa terkejutnya dia melihat jam menunjukkan pukul 06:35 dimana 25 menit lagi adalah bel masuk, sementara ke sekolah saja membutuhkan waktu 15 menit.

     "Kok kalian ga bangunin gue sih?!" ucap Kala setengah panik dan kesal.

     "Ga di bangunin matamu! Lo nya aja yang kebo" kesal Bian sambil memukul pantat belakang Kala dengan guling.

     Kala dengan gerakan cepat langsung berlari ke arah kamar mandi, tak ada 5 menit dia langsung kembali ke kamar nya dan mengenakan seragam. Tapi saat turun dia tak menemukan seorang pun di bawah.

     "Sialan, gue ditinggal"

     Kala buru-buru mengambil kunci motor nya dan tak lupa untuk mengunci pintu, dan langsung melesatkan motornya menuju sekolah.

---

     Pagi ini mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan, ada yang mencuci baju, menyapu, mengepel lantai, mencuci piring sampai memberi makan hewan peliharaan, kebetulan hari ini libur nasional oleh karena itu mereka semua berada di rumah.

     "Sabun cuci abis??!!" teriak Tio dari kamar mandi

     Semua orang sibuk dengan pekerjaan masing, libur kali ini mereka gunakan untuk membersihkan rumah, bisa ngamuk bunda kalo liat rumahnya kayak kapal pecah. Bagimana tidak, selama bunda dan ayah pergi tidak ada yang membersihkan rumah, bahkan untuk sekedar menyapu.

     "Cari di rak bawah coba, biasanya bunda taro disitu" balas Shaka tak kalah kencang

     "Gaada!!" teriaknya lagi.

     "Mas Tio berisik banget sih" gerutu Jihan yang baru datang dari halaman belakang

     "Sabun cuci gaada adek!!" omel Bian

     "Ya beli dulu atuh Mas kalo gaada"

     "Tanggung ini, kamu aja yang beli sana"

     "Yaudah mana uang nya!" walaupun Jihan malas ia tetap menuruti perintah sang kakak, ya kalo ga dibeliin nanti siapa yang nyuci baju mereka.

     "Pake uang kamu dulu"

     "Ih kebiasaan" Jihan menggerutu sepanjang jalan sampai tidak sengaja dirinya menginjak lantai basah yang baru saja di pel.

     BRUGGGH

     "ADUUHHH!!"                

     "Eh kamu kenapa dek?" Shaka yang baru saja selesai mencuci piring buru-buru menghampiri asal suara tersebut, dan betapa terkejutnya dia melihat Jihan yang sedang duduk sambil mengusap pantat nya yang barusan mencium lantai.

     "Ini siapa sih yang pel lantai? Ini ngepel apa nuangin air sabun?!" kesal Jihan, di sisi lain Shaka yang mau mendekati sang adik pun terkena hal serupa.

     DUUGGHH

     "Pfftt hahaha" Jihan tidak bisa menahan suara tawa nya, "kakak ngapain ikut-ikutan nyium lantai?"

     "Woy lah ini siapa yang ngepel dapur?!" teriak Shaka

     "Bian, kak" teriak Tio dari kamar mandi

     Bian yang saat itu baru selesai mengepel teras depan buru-buru menghampiri asal suara, tidak terima dirinya disalahkan seperti ini.

     "Sembarangan kalo ngomong, gue ga kebagian ngepel dapur ya!"

     "Lah, terus saha? Kan tadi lo yang kebagian ngepel"

     Semua orang saling bertatapan termasuk Tio yang ikut bergabung untuk melihat apa yang sedang terjadi. Seketika nama satu orang terbesit di masing-masing benak mereka.

     Sementara itu di sisi lain..

     "Nuhun mang" ucap Kala sambil mengambil kue bapao yang barusan ia beli, berjalan menyusuri setiap rumah dan menyapa tetangga yang ia lewati.

     "Pak RT!!" panggilnya kepada seorang pria yang sedang memberi makan ayam kesayangan nya.

     "Eh, Kala" sapa nya balik

     "Ayam nya sehat pak?" bener-bener si Kala ini, orang lain kalo ketemu yang ditanya manusia nya, ini malah si ayam,

     "Alhamdulillah, si cimol gimana? Sehat?" si cimol yang dimaksud pak RT ini adalah burung peliharaan ayah. Kedua orang ini memang satu frekuensi makanya kalo ketemu yang ditanya malah kabar hewan peliharaan.

     "Kemarin sempet lemes gara-gara pawang nya mati, tapi sekarang udah seger lagi, biasa udah ada yang baru."

     "Ohh syukurlah"

     "Yaudah pak, Kala duluan yaa" pamitnya

     "Iya sok, hati-hati"

     Sampai di depan pintu rumah ia langsung saja masuk tanpa mengetahui kejadian apa yang terjadi di dalam karena ulahnya.

     "Penduduk bumi!! Mau bapao tidak?? Kala beli banyak ini"

     Tidak ada yang menjawab sampai dia pergi ke dapur untuk mencari keberadaan saudara nya yang lain, betapa terkejut  nya dia melihat sang adik dan kakak nya yang sedang menghujami nya dengan tatapan tajam.

     "Eh ini kenapa? Kok mukanya pada serem?" heran Kala, kaget karena dirinya baru saja pulang sudah dihadiahi tatapan tajam.

     "Abang ini gimana sih?! Ngepel atau numpahin air sabun?? Licin banget lantai nya" omel Jihan.

     Seketika Kala teringat perbuatan yang ia lakukan, dan langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tadi sebenarnya air yang Kala gunakan sudah kotor dan dirinya berinisiatif pergi ke depan rumah untuk mengganti air nya dengan yang baru. Tapi suara speaker dari penjual bapao mengalihkan fokus nya, langsung saja dia berlari meninggalkan rumah tanpa menyadari dirinya sudah menuangkan air sabun di lantai dapur.

     "Aduh, sorry banget, tadi abang lupa" ucapnya sambil menangkup kan kedua tangan nya di depan dada.

     "Lain kali hati-hati makanya" ucap Bian

     Kala yang mendengar ucapan Bian hanya bisa tertunduk diam, dirinya memang mengakui apa yang dilakukan nya salah.

     Shaka bangkit dari duduk nya sambil memegangi pantat nya yang memang masih ngilu, berjalan menghampiri Kala yang menundukkan kepala nya.

     "Udah gak apa-apa, lain kali hati-hati kalo melakukan sesuatu. Untung aja dirumah kita ga ada anak kecil, coba kalo ada, bisa bahaya kan?" nasehat Shaka

     "Iya kak, minta maaf"

     "Jangan sama kakak doang, tuh sama adik kamu juga" ucapnya sambil mengalihkan pandangan kepada Jihan yang masih duduk di bawah.

     Kala berjalan menghampiri Jihan dan mengulurkan tangan nya untuk membantu Jihan berdiri, Jihan masih menatap abang nya itu dengan tatapan setengah kesal dan ingin tertawa. Lihat saja bagaimana Kala sekarang, sudah seperti anak kucing yang dimarahi ibunya.

     Pada akhirnya ia menerima uluran tangan Kala, mereka berdua berhadapan sampai Kala berbicara, "maafin abang" ucap nya masih menunduk dihadapan sang adik. Jihan sebenarnya sudah ingin tertawa tapi buru-buru ia mengontrol ekspresi nya, seru juga menjahili Kala, pikirnya.

     "Gamau" tolaknya

     "Yahh.. pliss dong maafin" Kala sampai menggoyangkan tangan Jihan.

     "Sakit tau pantat aku" sanggah nya.

     "Yaudah nanti dibawa ke dokter" ucap Kala melebih-lebih kan

     Saudara nya yang lain sudah ingin tertawa sedari tadi, karena FYI ini sudah direncanakan oleh mereka, berpura-pura marah kepada Kala, kalau soal jatuh nya itu diluar rencana ya. Sebenarnya kesalahan dia memang tidak seberapa, mereka kesal saja dengan kelakuan Kala selama ini, sekali-kali menjahili nya tidak apa bukan?

     "Apaan jatoh doang dibawa ke dokter" kesal Jihan

     "Ya terus gimana atuh adek??" pasrah Kala.

     "Gatau"

     "Ah kamu mah sok gitu, yaudah deh adek mau makan apa?" akhirnya Kala memilih opsi yang paling takut ia ucapkan, si Jihan ini kalo urusan makanan dia nomor 1, ga Jihan doang sih, yang lain juga sama saja.

     "Adek sih terserah yang lain"

     "Loh kok yang lain?" Kala tidak terima, bahaya nih dompetnya kalau begini.

     Tio yang sedari tadi diam langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja makan, berjalan menghampiri Jihan dan Kala.

     "List! List! Kalian mau pesen apa?" ucapnya yang sudah siap membuka aplikasi pesan antar makanan.

     "Eh kok malah semua nya? Gue nawarin Jihan doang!!" rengek Kala tidak terima.

     "Pizza dong, pizza!!" heboh Bian, dasar maniak pizza.

     "Paket panas!" Shaka si pecinta McD no.1 membuka suara.

     "Minum nya boba, Mas" tambah Jihan

     "Oke" ucap Tio mengacungkan jempol nya dan langsung bergerak memesan makanan.

     Tio menyebutkan total harga yang harus di bayar untuk semua makanan nya, Kala yang mendengar itu langsung lemas dilantai memikirkan uang tabungan untuk top up game nya yang dikumpulkan selama ini raib dalam satu hari.

     "Yang sabar yaa" ucap Shaka sambil menepuk bahu Kala berusaha menenangkan, walaupun dia sendiri ikut-ikutan memesan seperti yang lainnya.

---

     Bulan demi bulan berlalu, tahun pun sudah berganti. Kini mereka sudah beranjak dewasa, bahkan si bungsu pun sudah menginjak tahun pertama perkuliahan. Tidak ada yang berbeda dari mereka, masih menjadi pribadi yang memiliki ciri khas masing-masing.

     Jihan dan Kala yang masih sering bertengkar walaupun tidak sesering sebelumnya karena Kala yang saat ini sedang disibukkan dengan skripsi nya, Bian masih tetap menjadi pemberi saran saudara-saudara nya walaupun sekarang harus via video call, karena dia saat ini sedang menyelesaikan study nya di Inggris, tepatnya di University of Cambridge, Bian mendapatkan beasiswa setelah perjuangan panjang nya, sampai pernah di opname gara-gara kelelehan belajar, tapi kelelahan nya itu membuahkan hasil, dirinya bisa masuk kampus yang menjadi impian nya sejak dulu.

     Tio saat ini sudah bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang desain interior, sebagai seorang arsitek dia sering kali lembur atau membawa pekerjaan nya ke rumah, Jihan bahkan sering meledeki nya lantaran si mantan primadona kampus itu belum juga memiliki pasangan, hanya berkutat dengan laptop saja setiap harinya.

     Si sulung yang sering kali menjadi penengah di antara adik-adik nya ini sekarang bekerja di perusahaan dalam bidang perkebunan, sama seperti Bian, dirinya pun jarang pulang ke rumah, paling hanya satu atau dua tahun sekali saat idul fitri tiba atau saat liburan tahun baru.

     Suasana Ramadhan kali ini memang lebih sepi dibanding tahun-tahun ketika mereka semua masih berada di dalam satu rumah. Aroma harum bumbu rendang dan gulai sapi menguar ke setiap penjuru rumah, ada Ibu yang sedang memasak di bantu dengan Jihan dan Ayah yang membantu memotong kentang dan wortel. Besok sudah memasuki bulan syawal yang artinya hari ini adalah hari terakhir mereka di bulan Ramadhan.

     "Dek, abang mu ada dimana?" tanya ayah tanpa mengalihkan pandangan.

     "Tadi adek liat lagi di ruang tamu ngerjain skripsi nya"

     "Belum selesai juga itu?" bunda bertanya sambil mengaduk rendang diatas wajan.

     "Gatau tuh, katanya disuruh revisi mulu sama dosennya"

     "Kok dia lama banget ya? Apa perasaan ayah aja?" heran ayah.

     Kalo tidak salah anak laki-lakinya itu sudah mulai menyusun skripsi dari awal tahun, sedangkan sekarang saja sudah memasuki bulan Mei yang artinya sudah lima bulan.

     "Ngga kok yah, emang lama"

     "Kak Shaka sama Mas Tio aja tiga bulan udah selesai" lanjutnya.

     "Emang unik anak itu" ucap ayah sambil menggeleng kan kepala.

     Kala ini memang awalnya tidak ingin kuliah, malas katanya. Tapi begitu mendengar Bian akan daftar kuliah ke Inggris dia menjadi termotivasi dan akhirnya dia memutuskan untuk kuliah walaupun harus masuk kampus swasta, berbeda dengan kakak dan adiknya yang masuk kampus negeri. Gak apa-apa yang penting kuliah, itu adalah slogan yang sering Kala ucapkan ketika tetangga nya ada yang bertanya kenapa dia tidak masuk kampus yang sama seperti kedua kakak nya.

     "Assalamualaikum semuanyaa" ucap Kala dari depan pintu.

     Ia tidak datang dengan tangan kosong, di kedua tangan nya terdapat ketupat dan satu bungkus plastik yang tidak tau apa isinya.

     "Kamu dapet ketupat darimana, Bang?" heran ibu.

     "Dari bu Laila, istrinya pak Abdul mantan ketua RT"

     "Nih, abang juga dikasi lontong nya" lanjut Kala sambil memberikan satu plastik yang berisikan lontong yang sudah matang.

     "Wah rajin amat bu Laila, kita aja baru mau masukin beras" ucap ayah sambil mengangkat bungkus ketupat.

     "Anak sama menantu nya yang dari Qatar mau pulang, jadinya dia semangat banget udah masak ketupat dari pagi" ujar Kala.

     "Eh iya, kakak tahun ini pulang kan? Udah di telfon?" tanya Jihan.

     "Pulang kok, tadi pagi nelfon abang katanya malem nanti sampai" jelasnya.

     "Tumben banget malem, biasa juga siang udah nyampai"

     "Kalo Bian gimana, Bun? Pulang ga?" tanya ayah kepada bunda yang sekarang beralih memasukkan rempah-rempah ke dalam bumbu gulai. Memang seorang ibu itu kuat sekali, bisa melakukan beberapa hal dalam waktu yang bersamaan.

     "Ngga yah, tanggung katanya kalau pulang, bentar lagi lulus" nada suara bunda berubah sendu, sepertinya dia memang merindukan anak tengah nya. Bian memang belum pernah pulang ke tanah air sejak dia melanjutkan studinya, ibu mana yang tidak rindu jika selama itu tidak bertemu dengan anaknya.

     "Mas Tio mana?" tanya Kala berusaha mencairkan suasana.

     "Biasa, lembur" jawab ayah sambil membersihkan tangan nya dari kentang yang kotor.

     "Kebiasasan banget, orang mah mau lebaran gini udah libur" omel Jihan.

     "Telepon sana dek, suruh pulang, jangan kerja mulu gitu" titah bunda

     Baru saja Jihan akan menelepon, si empu yang dari tadi dibicarakan sudah menampakkan diri dalam rumah.

     "Assalamualaikum, wah lagi pada masak nih" ucap Tio ketika melihat semua keluarga nya tengah berkumpul di dapur. Pantas saja sepi, pikirnya.

     "Kamu nih Mas, mau lebaran gini tetep aja kerja, ga libur apa?" kesal bunda.

     "Hehe"

     "Sebenernya libur kok bun, Tio sengaja aja ambil kerjaan buat nanti setelah lebaran, biar libur nya lama" jelas Tio.

     "Ohh baguslah, bunda kira kamu gaada libur"

     "Nanti siapa yang jemput kakak?" tanya Tio sambil membantu ayah dan Kala yang sedang memasukkan beras ke dalam wadah ketupat.

     "Kata kakak gausah dijemput, tadi dia bilang ke gue" ucap Kala.

     "Tumben banget" Tio heran saja, pasalnya tiap kali kakak nya pulang pasti harus dijemput, kenapa sekarang tidak.

     "Pengen sendiri kali" jawab Kala.

     "Kalo Bian gimana, pulang?" tanya nya lagi.

     "Nggak" kali ini ayah yang menjawab.

     "Yahh... ga lengkap lagi dong" ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya kesal.

     Kala yang tidak mau keadaan menjadi sendu kembali langsung berujar "Gak apa-apa, taun terakhir, kasian kalo harus bolak-balik"

     Suara takbir menggema saling bersahutan dari seluruh masjid, sementara di rumah, anak-anak Pak Askandar ini sudah lahap menyantap gulai beserta ketupat yang baru saja matang terlebih Kala, anak itu seperti membalaskan dendam nya setelah berpuasa selama sebulan penuh. Mereka makan sambil menunggu Shaka yang katanya pulang sebentar lagi.

     "Kakak udah dimana katanya?" tanya bunda.

     "Barusan aku telepon katanya udah ada di deket komplek" itu Tio yang menjawab, sambil memakan kue kering khas hari raya.

     "Assalamualaikum" ucap seseorang dibalik pintu.

     Mereka yang sudah hafal siapa pemilik suara itu langsung berlarian ke depan pintu.

     "Wa'alaikumsalam"

     "Kakak!!" si bungsu langsung berhambur memeluk sang kakak. Tio dan Kala? Mereka berdua hanya melakukan tos ala lelaki, tidak mungkin kan mereka memeluk Shaka seperti sang adik.

     "Sehat, kak?" tanya ayah.

     "Alhamdulillah" jawab nya sambil menyalimi tangan ayah dan bunda nya secara bergantian.

     "Si Bian nih parah banget, bisa-bisa nya tiga tahun ga pulang. Ga inget rumah apa?" kesal Tio.

     "Eh siapa bilang Bian ga pulang? Tuh ada bareng kakak" ucap Shaka.

     "Mana? Gaada?" heran Jihan sambil celingukan mencari keberadaan Bian.

     "Bian, keluar lo! Jangan ngumpet dibelakang tembok!" teriak Shaka.

     Si empu yang ditunggu kehadiran nya selama ini pun menampakkan batang hidung nya.

     "Hehe.. halo semua" sapa nya sambil cengengesan tidak jelas.

     Ayah yang terlampau kesal karena Bian pulang tanpa mengabari mereka langsung saja menjewer kuping nya.

     "Kamu ini, bisa-bisanya pulang ga ngabarin orang rumah"

     "Gatau apa bunda kamu sedih tiap kamu bilang gabisa pulang" omel ayah berturut-turut.

     "Kan namanya juga surprise, masa bilang-bilang sih. Aku juga udah ngabarin kakak kok sebelumnya."

     Bunda yang mendengar hal itu langsung saja memukul pelan pundak Shaka.

     "Kenapa kamu ga bilang, heh!"

     "Sekarang mainnya rahasia yaa" ucap bunda.

     "Eh kok lo gitu sih, Bi! Kan lo sendiri yang bilang jangan bilang orang rumah" sanggah Shaka tak terima jika harus disalahkan.

     Bunda yang asalnya memukul pundak Shaka beralih memukul pelan pundak anak tengah nya.

     "Kesel bunda sama kamu, kenapa ga bilang kalo mau pulang?"

     "Hehe, maaf bun.. ga lagi deh" Bian beralih memeluk sang bunda.

     Jihan yang melihat itu langsung saja ikut menimbrung.

     "Eh apaan ini pelukan ga ajak-ajak" ucap nya yang langsung memeluk tubuh bunda dan abang nya,

     "Sini, gamau ikutan?" ucap bunda sambil menatap 4 orang lelaki yang hanya menatap mereka bertiga.

     "Ya mau lah!" Kala yang paling heboh langsung saja bergabung diikuti oleh Shaka, Tio, dan ayah.

     Pada akhirnya rumah adalah tempat mereka pulang, sejauh apapun kita pergi, ke tempat yang paling indah sekali pun, rumah tetap lah menjadi tempat ternyaman untuk kembali, dimana di dalam nya ada kehangatan, cinta, dan kasih sayang tanpa batas dari orang-orang yang kita sayangi.

    

    

    

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun