Mohon tunggu...
vincentius EkaPutra
vincentius EkaPutra Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

selamat datang, terimakasih telah berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Partisipasi Aktif Umat Beriman dalam Berliturgi

29 Maret 2022   23:01 Diperbarui: 29 Maret 2022   23:17 3961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PARTISIPASI AKTIF UMAT ALLAH DALAM LITURGI

Pengantar

Kristus bersama jemaat atau umat Allah merupakan pelaksanaan utama tindakan liturgis. Dalam tindakan liturgis ini masing-masing umat Allah mengambil peran seturut kemampuan yang beraneka ragam sebagai tindakan bersama. Dalam Sacrosanctum Consilium semua umat didorong untuk terlibat aktif dalam liturgi dan "jangan sampai umat beriman menghadiri misteri itu sebagai orang luar atau penonton bisu". "Pada perayaan liturgi setiap anggota, entah pelayan (pemimpin) entah umat, hendaknya dalam menunaikan tugas hanya menjalankan dan melakukan seutuhnya apa yang menjadi peranannya menurut Hakekat perayaan serta kaidah-kaidah liturgi". Berdasarkan fungsi yang berbeda-beda ini menjadikan jemaat sebagai tubuh yang hidup, dan ini merupakan perwujudan dari Tubuh Mistik Kristus (1Kor 12,12-30).

Konsili Vatikan II membawa pengaruh yang begitu besar bagi liturgi yang dihayati. Liturgi memiliki daya untuk menghantar umat pada misteri keselamatan yang terungkap dalam ritus-ritus dan doa-doa. Setelah Konsili Vatikan II umat bukan lagi ambil bagian dalam perayaan liturgis tetapi yang utama ialah umat ambil bagian secara liturgis. Dengan demikian keterlibatan secara lahiriah tidaklah bermakna maksimal, melainkan harus ada keterlibatan batin yang terarah kepada misteri sukacita Paska selama perayaan berlangsung maupun sesudahnya. Partisipasi aktif bukan semata keterlibatan eksternal dari umat beriman ketika perayaan berlangsung melainkan keterlibatan internal atau pribadi seturut perannya dalam liturgi. Partisipasi aktif bukan berarti mengambil bagian seturut prinsip sama rata sama rasa tetapi dibatasi seturut wewenang masing-masing umat beriman.

Partisipasi dan penghayatan liturgi secara sadar dan aktif berarti: bakti kita kepada dunia dilibatkan dalam bakti kita kepada Allah. Oleh karena itu, mutu suatu perayaan liturgi tidak diukur melalui partisipasi lahiriah, melainkan partisipasi batin yang nampak dalam amal bakti kita kepada dunia yang dilihat dalam keterlibatan lahir, batin, dan sakramental. Berikut akan dijelaskan sejarah bagaimana keterlibatan umat beriman dalam liturgi.

Isi

BINGKAI SEJARAH

Abad-abad pertama

Zaman Patristik banyak tulisan yang mengungkapkan bagaimana orang beriman selalu menunjukkan peran aktif dalam perayaan-perayaan liturgis. Oleh karena tu, kiranya perlu menganalisa beberapa teks dari penulis-penulis abad pertama. Secara khusus perhatian pada perayaan liturgis. Dalam abad-abad pertama ini banyak argumen yang berbicara tentang keterlibatan aktif umat beriman. Dari Cromazio d'Aquileia menegaskan bahwa umat beriman menyanyikan alleluia pada Liturgi Sabda. Nyanyian tersebut merupakan ungkapan kesatuan di antara umat beriman dan serentak tanda bahwa setiap umat beriman adalah bagian dari Gereja yang satu. Zaman ini partisipasi aktif umat beriman lebih ditunjukkan bagaimana keterlibatan secara aktif dalam perayaan Ekaristi.

Dari abad pertengahan sampai Sacrosanctum Concilium

Dalam perjalanan waktu kesadaran umat beriman untuk berpartisipasi aktif dalam liturgi semakin berkurang bahkan sampai tidak ada. Keadaan ini sungguh berbeda dengan zaman patristik. Kini umat hanya sungguh sebagai penonton bisu dan pasif, seperti yang dirayakan sebelum konsili Vatikan II. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama politik, sosial-kultural, arus dan konsep teologis dari zaman ke zaman. Namun sebelum ditinjau kembali pembaharuan liturgi, akan ditinjau juga tentang konsili Tarente. Konsili ini bertujuan untuk mengatasi ajaran-ajaran sesat dan kekacauan liturgi pada masa itu. Tetapi konsili Tarente ini tidak berhasil menyentuh perihal keterlibatan umat beriman dalam perayaan liturgi. Namun di sisi lain gerakan liturgi abad XIX telah mempersiapkan lahan bagi pembaharuan liturgi dalam Konsili Vatikan II.

Periode Paus Leo XIII sampai Paus Pius XI (1879-1939)

Paus Leo XIII memimpin Gereja selama 25 tahun. Dalam kurun waktu inilah dikembangkan studi tentang musica sacra (musik gerejani). Dilanjutkan dengan Paus Pius X dengan mengatakan bahwa Gereja dan kultus merupakan dua alat fundamental untuk pengudusan umat beriman. Liturgi merupakan partisipasi aktif dalam misteri-misteri kudus dan dalam dia publik Gereja. Dengan demikian liturgi merupakan "sumber pertama dan inti" kehidupan kristen. Paus Pius XI digantikan oleh Paus Benedictus XV dan pada masa ini perang dunia I pecah. Namun pada masa ini juga gerakan liturgis terus berkembang dan banyak terbit tulisan-tulisan untuk studi liturgi. Benedictus XV meninggal dunia dan diganti oleh Pius XI (1922-1939. Selama kepemimpinannya, seluruh hidup Gereja dipusatkan pada tugas pembaharuan liturgi terutama partisipasi liturgis umat dalam misa.

Pius XII (1939-1958) dan Ensiklik Mediator Dei

Pada masa Paus Pius XII ini lahir ensiklik Mediator Dei (20 November 1947), dokumen terpenting sebelum konsili Vatikan II. Dokumen ini menggariskan di mana liturgi sebagai ibadat umum seluruh tubuh Kristus, kepala dan anggota. Selain itu ensiklik ini juga berbicara tentang hakekat partisipasi aktif dalam ritus-ritus oleh karena imamat umum umat beriman. Sumbangan utama dari ensiklik ini ialah mengeksplisitkan konsep liturgi. Sehingga liturgi dipandang sebagai "puncak dan sumber". Disebut puncak karena seluruh hidup Gereja terarah kepada liturgi, sementara disebut sumber karena semua rahmat berasal dari liturgi. Oleh karena itu, liturgi merupakan tempat khusus pertemuan antara Allah dengan manusia dalam Kristus sebagai Pengantara.

Titik tolak Vatikan II: Sacrosanctum Consilium

Pius XII digantikan oleh Paus Yohanes XXIII. Diteruskan karya pembaruan liturgi dan dimasukan ke dalam program konsili. Paus ini yang meletakkan dokumen liturgis yang paling penting yaitu Sacrosanctum Consilium. Tujuan akhirnya ialah partisipasi umat dan sadar umat dari umat Allah dalam kehidupan kultus Gereja (SC 10-12. 19. 21. 30-31. 36.38. 40. 54. 63. 78-79. 101. 104). SC dipromulgasikan oleh Paus Pius VI pada tanggal 4 Desember 1963. Berikut ini akan diterangkan satu ringkas sintesis dari dokumen ini.

 

Liturgi berkarakter resmi, sosial, integral, dan komunitaria

Liturgi berkarakter resmi sosial integral dan komunitaria dirangkum dalam SC 26-32. SC 26 Menyatakan tindakan perorangan melainkan sebagai sakramen gereja yang melambangkan kesatuan yaitu umat kudus yang berhimpun dan diatur dibawah para uskup maka tindakan itu menyangkut seluruh tubuh Gereja dan menampakkan serta mempengaruhinya sedangkan masing-masing anggota disentuhnya secara berlainan menurut keanekaan tingkatan tugas serta keikutsertaan mereka.

Masing-masing umat beriman berpartisipasi aktif dalam liturgi artinya dalam liturgi setiap orang memiliki peran/tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. SC. 28 mengatakan dalam perayaan liturgi setiap anggota, baik pelayan atau pemimpin maupun umat hendaknya dalam menunaikan tugas hanya menjalankan dan melakukan tugas seutuhnya apa yang menjadi tugasnya sesuai dengan hakikat perayaan dan kaidah-kaidah liturgi. Artinya setiap klerus atau awam mengambil bagian apa yang sudah menjadi tugas mereka menurut caranya sendiri sesuai dengan keberagaman tahbisan dan tugas-tugas liturgis. Yang menjadi dasar ialah rahmat sakramen pembaptisan atau tahbisan yang diperoleh. Partisipasi para imam didasarkan pada tahbisan sedangkan umat beriman didasarkan pada baptis.

 

Partisipasi aktif umat beriman dalam liturgi

Gereja selalu memperbaharui diri "Liturgia semper reformanda". Mulai dari abad pertama kekristenan berjalan dan bersentuhan dengan budaya. Kekristenan beradaptasi dengan budaya dan memetik nilai-nilai yang baik dari budaya dan meskipun Gereja sudah berjalan kurang lebih selama dua puluh abad, Gereja hendaknya senantiasa selalu bercermin pada semangat Gereja Perdana dimana mereka begitu akrab, sederhana dan bersekutu.  "Mereka berkumpul pada hari minggu memecahkan roti (Kis 2:46; 20:7) dan perjamuan Tuhan (1 Kor 11:20) yakni perjamuan agape atau perjamuan persaudaraan (makan minum dalam arti yang sesungguhnya). Oleh karena itu, Gereja hendaknya kembali pada semangat Gereja Perdana dan kesaksian pengalaman Bapa-Bapa Gereja tidak boleh dilupakan. Ketika Gereja melupakan maka Gereja akan kehilangan arah dan dasar seperti yang terjadi dalam abad pertengahan. Hingga pada akhirnya sampailah pada konsili Vatikan II. Salah satu tujuan diadakannya Konsili Vatikan ke II yaitu untuk meningkatkan partisipasi umat beriman dalam liturgi. Hal tersebut terlihat dengan munculnya dokumen Sacrosantum Concilium Konsili adalah jawaban dan cetusan dari keinginan untuk membaharui Gereja terutama pembaharuan dalam keterlibatan umat beriman dalam liturgi.

Sebelum mendalami partisipasi aktif baiknya kita mengetahui martabat perayaan ekaristi: Perayaan ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hierarkis. Ekaristi merupakan pusat kehidupan seluruh orang Kristen. Sebab dalam perayaan ekaristi terletak puncak karya Allah menguduskan dunia dan puncak manusia memuliakan bapa melalui Kristus, Putera Allah dalam Roh Kudus. Perayaan itu dihadirkan kembali dalam ekaristi kudus. Dalam perayaan ekaristi misteri perayaan Kristus dikenang dan dihadirkan kembali secara sakramental dengan intensinya yang paling dalam dan paling padat. Segala ibadat dan sakramen-sakramen lainnya tertuju pada perayaan ekaristi. Liturgi ekaristi dilaksanakan dalam bentuk perayaan, karena itu memerlukan keterlibatan aktif dan penuh.

Dalam Kitab Hukum Kanonik 897 dikatakan sakramen yang terluhur adalah sakramen ekaristi Maha Kudus, di dalamnya Kristus Tuhan dihadirkan, dikorbankan dan disantap dan melaluinya Gereja terus berkembang dan hidup. Oleh karena keagungan ekaristi tersebut dalam Kan 898 umat beriman dipanggil untuk terlibat aktif "Umat Beriman Kristiani hendaknya menaruh hormat yang sebesar-besarnya terhadap ekaristi kudus dengan cara ikut aktif ambil bagian dalam perayaan kurban maha luhur itu, menerima sakramen itu dengan penuh bakti dan kerap kali dan menyembah setinggi-tingginya.

Liturgi saat ini adalah hasil pembaharuan dari konsili Vatikan ke II dengan semangat aggiornamento dan actuosa participation (penyesuaian diri dengan situasi zaman dan partisipasi aktif). Perayaan liturgi bukanlah urusan pribadi melainkan urusan bersama. SC 26 mengatakan upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan melainkan perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan yaitu Umat beriman yang berhimpun dan diatur dibawah pimpinan uskup yang bertindak sebagai pribadi Kristus (Personam Christi Agerere). Tuhan menciptakan manusia sebagai tubuh Kristus (Gereja) satu tubuh yang memiliki satu kepala yaitu Kristus. Kita diciptakan untuk bergerak dalam kesatuan, melanjutkan fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan yang sama. SC 27 mengatakan perayaan liturgi menurut hakikatnya yang khas diselenggarakan sebagai perayaan bersama dengan dihadiri banyak umat yang ikut serta secara aktif.

Liturgi dilaksanakan sebagai perayaan oleh karena perayaan maka liturgi menuntut partisipasi aktif setiap umat beriman. SC 14 mengatakan Bunda Gereja sangat menginginkan agar semua orang beriman dibimbing ke arah ke ikutsertaan yang sepenuhnya sadar dan aktif dalam perayaan liturgi. Oleh karena itu Gereja dengan bersusah payah berusaha jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman sebagai seorang luar atau penonton yang bisu melainkan supaya melalui upacara dan doa memahami misteri tersebut dengan baik dan ikut serta penuh hikmat dan aktif.

Umat beriman dipanggil untuk berliturgi merayakan paskah Kristus dan itulah sebabnya mengapa Gereja hadir. Gereja hadir untuk berliturgi yaitu untuk berekaristi. Tidak ada gereja tanpa ekaristi dan tidak ada ekaristi tanpa Gereja. Gereja dipanggil untuk merayakan misteri paskah dan Kristus selalu hadir dalam setiap perayaan ekaristi "Sebab dimana ada dua orang atau lebih berkumpul atas nama-Ku Aku ada di tengah-tengah mereka" (Mat 18:20). Oleh karena itu umat beriman dipanggil untuk berpartisipasi aktif dalam liturgi terutama dalam perayaan ekaristi.

Partisipasi aktif yang dimaksud adalah partisipasi sadar aktif penuh makna. Berdasarkan SC.11 (tentang hidup spiritual umat beriman), Sikap umat beriman terhadap liturgi yaitu sikap batin yang serasi, terdapat keharmonian antara kata dengan hati, siap sedia dan mampu bekerjasama dengan rahmat dan bukan didasarkan pada halal dan sah saja. Partisipasi-aktif didasarkan pada rahmat Baptisan yang telah diterima. Partisipasi-sadar berarti terdapat keselarasan antara hati dengan akal budi; mengerti dengan akal budi dan menghayati dalam hidup, terdapat keharmonian antara kata dengan pikiran. Penuh makna berarti mengerti apa yang sedang dirayakan. Bapa konsili menuliskan:

Gereja dengan sungguh-sungguh menginginkan agar umat beriman dituntut pada partisipasi penuh, sadar dan aktif dalam perayaan liturgi. Hal tersebut didasarkan pada hak dan kewajiban mereka karena telah memperoleh rahmat baptisan. Partisipasi penuh, sadar aktif merupakan tujuan yang harus diupayakan karena itu merupakan sumber tak tergantikan karena dari sanalah umat beriman memperoleh semangat Kristiani yang sejati. Sebagai umat beriman dipanggil untuk terlibat secara penuh apa yang terjadi dalam liturgi dan menyadari maknanya yaitu dengan intelektual, fisik emosional dan spiritual.

Konsili suci melakukan perubahan-perubahan (liturgi dalam bahasa daerah, imam menghadap umat, inkulturasi musik, prosesi dan tarian, prosesi persembahan, komuni dengan tangan hingga pria dan wanita yang diperkenankan untuk menerima lector dalam perayaan ekaristi) bertujuan untuk meningkatkan kesempatan partisipasi kita ditambah dengan hak dan kewajiban kita untuk ikut terlibat berpartisipasi berdasarkan pembaptisan.  Dengan menerima baptis seseorang dimasukkan ke dalam warga Gereja sehingga berhak dan berkewajiban untuk ikut serta secara penuh sadar aktif dalam mengikuti perayaan ekaristi.

Sejak konsili Vatikan ke II Gereja berusaha untuk melakukan pembaharuan dan perkembangan; dibentuklah tim-tim liturgi Umat beriman diberikan pembelajaran berkaitan dengan peristiwa yang terjadi, para composer diperkenankan untuk terlibat menciptakan gaya musik yang sesuai dengan perayaan liturgi, akrab dengan komunitas dan budaya lokal, Gereja baru dibangun dengan bentuk lingkaran agar umat dekat dengan altar dan Paham gereja berubah yang dahulu piramida kini menjadi lingkaran dengan tujuan agar umat beriman dapat berpartisipasi aktif hingga dokumen-dokumen berkaitan dengan liturgi diperbaharui dan direvisi ulang. Semua itu dilakukan untuk satu tujuan yaitu agar umat beriman dapat terlibat aktif secara sadar dan penuh.

Terdapat dua tugas partisipasi kita pertama kita berpartisipasi melalui tanggapan kita baik eksternal maupun internal ke bagian-bagian liturgi dan kedua berpartisipasi dalam perencanaan persiapan liturgi. Kegiatan liturgi kita adalah "karya umat" Gereja berkumpul untuk menyembah Trinitas dan mengenang kasih Tuhan yang agung yaitu penyelamatan Tuhan Yesus dimana Ia mengingatkan kenangan dalam perayaan ekaristi Kudus "Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku" (Luk 22: 19-20) terkandung ungkapan untuk berpartisipasi. Kedua Gereja masuk ke dalam misteri kehadiran Tuhan di dalam diri dan seluruh ciptaan. Dalam liturgi terdapat dimensi eskatologis artinya dimensi sudah dan belum; dalam liturgi duniawi kita mencicipi liturgi surgawi. Liturgi yang kita rayakan saat ini tertuju kepada liturgi surgawi dimana kita akan saling bertatap muka. Oleh karena itu partisipasi penuh sadar aktif menciptakan atau upaya kita untuk terhubung dengan Tuhan di bumi saat ini seperti di surga atau Yerusalem surgawi.

Terdapat permasalahan-permasalahan yang menghambat umat beriman untuk ikut serta berpartisipasi dalam perayaan liturgi. berikut ini adalah perubahan-perubahan besar selama tiga puluh tahun terakhir yaitu Gereja mendorong untuk menjadi Gereja awam kontemporer namun Gereja mengalami kepergian anggota komunitas religius dan imamat, kurangnya pemahaman dasar tentang liturgi dalam kehidupan Gereja, berkembangnya rasa kekecewaan, terjadi perubahan radikal dalam pandangan dunia (Teknologi, humanism berkembang sehingga manusia menjadi pusat segala-galanya dan bukan Tuhan, keluarga hidup dalam perubahan radikal; perang, kemiskinan kekerasan perbudakan penyakit, dan keluarga mengalami pergeseran dan perluasan, Gereja terluka dan hidup dalam bahaya, dan muncul kesenjangan generasi yang berbeda serta Gereja menjadi komoditas.

Untuk mendukung gerakan liturgi dalam konsili vatikan ke II kita dipanggil untuk berpartisipasi penuh sadar dan aktif dalam liturgi yang dirayakan dalam komunitas-komunitas suci maupun didalam komunitas paroki. Untuk merealisasikan tujuan konsili yaitu agar umat beriman berpartisipasi penuh ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan yaitu:

Keseimbangan: Perlu adanya keseimbangan dibidang musik antara liturgi klasik dengan kontemporer. Musik dalam liturgi bukan sebagai pertunjukan untuk diperdengarkan dan dipertontonkan tetapi musik liturgi bertujuan untuk menganimasi perayaan sehingga semakin menambah keagungan perayaan dan membantu umat untuk semakin menghayati perjumpaan dengan Kristus. Jemaat harus mendapat kesempatan untuk terlibat aktif bergerak bukan menjadi penonton pertunjukan. Ada saat-saat dimana harus hening seperti saat komuni dan saat bacaan dimana kesempatan itu dipergunakan untuk meresapkan sabda Allah. Umat beriman juga perlu mengerti aspek-aspek tertentu dalam liturgi misalnya hari raya lebih tinggi daripada hari biasa, bacaan injil dan doa syukur agung lebih tinggi daripada persembahan dan lain sebagainya.

Pendidikan: Setelah konsili bapa uskup bertanggungjawab untuk mendidik kawanan dalam banyak hal dalam liturgi dan diserahkan oleh imam paroki. Semua itu dapat diatasi hanya dengan pengenalan pembinaan berkelanjutan oleh para imam. Menjadi terlibat dalam kisah suci: Liturgi adalah tentang membuat hubungan dengan Tuhan, sesama dan diri sendiri.  Tuhan adalah sentral yang ingin bersatu dengan semua mahluk. Ia mengadakan perjanjian yang abadi dan kita dipanggil untuk ikut serta. Terbukalah pada imajinasi Katolik: Tuhan juga hadir di dalam kita. Kita adalah Tubuh mistik Kristus di dunia, dan ketika kita berkumpul dalam Liturgi kita menggunakan imajinasi kita, didukung oleh unsur-unsur roti dan anggur, dan ruang suci yang diciptakan melalui penggunaan lilin, warna, bunga, bahkan lilin. gaya furnitur yang dirancang untuk tempat kudus.

Semua umat beriman dipanggil untuk masuk ke dalam kisah Cinta saat kita menyadari dan menghayati pentingnya partisipasi penuh, sadar dan aktif. Allah selalu hadir dalam setiap perayaan liturgi. Agar kita dapat melihat mendengar dan mengalami kehadiran Tuhan kita perlu melakukan pekerjaan kita, pekerjaan umat, liturgi. Kata-kata, tindakan dan gerak tubuh bukanlah gangguan doa pribadi, tetapi mengingat bahwa kita adalah bagian doa bersama. Partisipasi penuh sadar dan aktif adalah pola pikir.

 

Keunggulan Sabda Allah dalam liturgi

Keunggulan sabda Allah dalam liturgi dapat dilihat dalam SC 24 yang mengatakan keunggulan itu didasarkan pada karakter pedagogis sabda Allah (SC 33).  Oleh karena itu, Sacrosanctum Concilium berharap hubungan itu ditampakkan (SC 35). Akhirnya perayaan sabda Allah diperdengarkan lebih banyak lebih banyak kepada umat dan dalam selama kurun waktu sebagian sabda Allah itu dibacakan (SC 35 dan 51). Homili merupakan bagian dari tindakan liturgi oleh karena itu hendaknya dihadiri oleh umat beriman SC 52.

Liturgi dan sabda Allah berhubungan erat dimana keduanya menghadirkan Kristus. Liturgi merupakan misteri keselamatan sabda Allah dalam aksi ritual sedangkan sabda Allah adalah perkataan Allah yang menyelamatkan atau memori keselamatan. Liturgi sebagai tempat utama memperdengarkan sabda Allah dan kitab suci sendiri sebagai sumber utama dan pertama sabda Allah. Sabda Allah dan liturgi menghadirkan Kristus dan itu merupakan jaminan fundamental. Oleh karena itu ketika sabda Allah dibacakan, direnungkan dan diwartakan umat beriman dalam liturgi hendaknya juga ikut ambil bagian secara aktif dalam perayaan tersebut mengingat peranan dan keunggulan sabda Allah dalam liturgi.

 

Pemakaian Bahasa Pribumi

Pemakaian bahasa pribumi menjadi hal baru yang disuguhkan dalam Sacrosanctum Consilium. Ini merupakan hal yang terpenting dari pembaharuan liturgi. Dasar mengapa hal ini begitu penting dalam liturgi karena mutlak melibatkan umat secara aktif dalam liturgi. Setelah mengetahui bahwa pemakaian bahasa pribumi sangat penting untuk kehidupan umat beriman (SC 36), selanjutnya memberi norma-norma tetap untuk mengatur masing-masing hal seperti misa, untuk sakramen-sakramen pada umumnya, dan untuk Ibadat Harian (SC 54, 63, 101).

 

Penyesuaian dan Liturgi

Liturgi merupakan ibadat Umat Allah. Oleh karena itu, tidak seharusnya ada yang menghalang-halangi keikutsertaan aktif umat beriman yang berasal dari berbagai macam budaya yang berbeda. Dengan demikian Sacrosantum Consilium menyediakan tempat untuk perbedaan dan penyesuaian terhadap kelompok etnis, daerah, penduduk, dan khususnya di tanah-tanah misi (SC 37). Ini menunjukkan keseriusan Konsili Vatikan II untuk mengembalikan hakekat liturgi kepada umat. Umat beriman menjadi pelaku utama yang harus aktif dalam kehidupan liturgis.

Pendasaran Teologis -- Partisipasi Aktif Dalam Liturgi Ekaristi

Pembaptisan merupakan dasar teologis bagi seorang Kristen untuk berpartisipasi aktif dalam liturgi Ekaristi. Pembaptisan menjadi lambang bagi umat beriman untuk mengemban tanggungjawab dan berkewajiban untuk terlibat aktif dalam setiap usaha pengembangan dan pembangunan Gereja; dalam tindakan ritual liturgis maupun dalam tindakan fisik lainnya.

Dasar yang paling konkret partisipasi umat dalam liturgi ialah Ekaristi. Ekaristi menjadi puncak seluruh perayaan yang ada dalam Gereja sebab seluruh misteri iman terungkap di dalamnya (wafat dan sengsara Kristus dikenangkan kembali). Ekaristi merupakan perayaan iman seluruh umat beriman dan menjadi tanda persekutuan yang di mana setiap umat harus terlibat aktif secara penuh di dalamnya.

 

Dasar Teologis

Pembaptisan

Pembaptisan merupakan tanda sosio-religius Kekristenan bagi orang Kristen. Pembaptisan menjadikan setiap orang masuk ke dalam Tubuh Mistik Kristus dan ambil bagian dalam persekutuan jemaat Kristus, melalui tugasnya sebagai imam, nabi, dan raja. Hal ini menjadi dasar bagi umat beriman untuk ambil bagian dalam seluruh kegiatan dan perayaan Gereja, termasuk perayaan Ekaristi,

Menurut Konsili Vatikan II, orang yang dibaptis merupakan orang yang dibenarkan berkat iman. Berkat baptisan, dia dilahirkan kembali dan dijadikan anggota Tubuh Kristus. Hal ini hendak menegaskan bahwa pembaptisan merupakan dasar pengakuan untuk menjadi anggota Gereja yang mempunyai hak dan kewajiban yang sah dalam persekutuan jemaat Kristus. Dengan pembaptisan umat beriman memiliki ikatan sakramental dalam Gereja. Berarti bahwa setiap orang yang telah dibaptis harus bersedia menerima anugerah dari Allah yakni perwujudan sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus dalam Ekaristi. Oleh karena itu umat beriman harus terlibat aktif dan melibatkan diri secara penuh dalam perayaan Ekaristi. Inilah aspek individual Kristologis yang menjadi keharusan jemaat Kristen dalam Ekaristi. Melalui baptisan ini umat beriman ditugaskan untuk meneruskan ketiga tugas Kristus sendiri yakni sebagai Imam, Nabi, dan Raja.

Imamat Umum

Imamat umum melekat pada setiap orang Kristen sebagai anggota Tubuh Mistik Kristus karena rahmat baptisan. Hal ini mewajibkan umat beriman melaksanakan dua dimensi imamat Kristus yakni dimensi teosentris dan kristologis. Dimensi teosentris imamat Kristus bertolak dari kehendak Allah yang ingin menyelamatkan manusia. Untuk menyelamatkan manusia, Allah mengutus Putera-Nya sebagai Pengantara antara manusia dan diri-Nya (bdk.1Tim 2;4). Karya keselamatan itu disempurnakan oleh Kristus, terutama melalui misteri Paskah. Oleh karena itu, Gereja selalu bersyukur kepada Bapa atas wafat dan kebangkitan Kristus yang secara istimewa dikenangkan dalam perayaan Ekaristi. Sementara dimensi kristologis imamat Kristus terletak dalam peranan sentral Kristus yang menebus dosa dan menyelamatkan manusia. Dalam hal ini, misteri inkarnasi secara langsung menjelaskan fungsi kemanusiaan Kristus sebagai sarana keselamatan.

Jadi, imamat umum umat beriman merupakan aktualisasi imamat Kristus untuk menanggapi inisiatif keselamatan dari Allah Bapa. Kristus sendiri mengatakan pada perjamuan terakhir "lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku". Maksudnya ialah bahwa umat beriman yang melakukan Ekaristi, mengenangkan tindakan penyelamatan Kristus dan sebagal perbuatan-Nya dari saat perjamuan terakhir sampai pada kebangkitan-Nya untuk menebus dosa. Imamat umum umat beriman juga mengerjakan pengudusan manusia. Di dalam perayaan Ekaristi, mereka wajib membangun umat sebagai persekutuan orang beriman yang ditebus dan diutus oleh Kristus untuk mewujudkan keselamatan sesamanya. Bertolak dari pandangan Lumen Gentium dengan menerangkan bahwa imamat umum semua umat beriman dilaksanakan secara konkrit; dengan partisipasi mereka akan sakramen-sakramen, dengan doa dan ucapan syukur, kesaksian akan hidup suci, dengan penyangkalan diri dan karya amal.

Imam

Yesus Kristus merupakan Imam Agung Perjanjian Baru yang di mana seluruh hidup-Nya dipersembahkan untuk mengabdi Allah dan menebus dosa umat manusia. Puncak dari persembahan itu tampak pada pengorbanan-Nya pada salib. Sebagai Imam Agung, Yesus menguduskan umat beriman, sehingga mereka menjadi kudus, dan berkenan kepada Allah.

Semua umat beriman, berkat baptisan ikut ambil bagian dalam martabat imamat Yesus Kristus. Itu berarti mereka harus meneruskan karya imamat Yesus Kristus di dunia melalui perbuatan dan perkataan mereka. Sebagaimana Kristus menguduskan manusia agar berkenan di hadapan Allah, demikian juga umat beriman mempunyai kewajiban untuk menguduskan sesama melalui doa dan persembahan mereka dalam perayaan Ekaristi. Dengan kata lain bahwa setiap umat beriman harus menjadi "imam" yang mendoakan dan menguduskan sesamanya. Jadi, bukan hanya para imam hirarki yang mempunyai kewajiban untuk menguduskan dan menjadi pengantara manusia kepada Allah, tetapi setiap umat Allah yang hadir dalam perayaan Ekaristi. Sebagai seorang "imam" mereka pertama-tama harus memiliki semangat teosentris yakni hidup kudus, dan mengutamakan cinta kasih; menyingkirkan segala tindakan egois dalam diri. Mereka harus mempersembahkan tubuhnya sebagai korban yang hidup, suci dan berkenan kepada Allah, dalam doa dan ibadat yang sedang dilangsungkan demi menguduskan sesamanya. Demikianlah imamat Yesus Kristus yang diterima berkat pembaptisan menjadi dasar sekaligus menuntut setiap umat beriman mewujudkan partisipasi aktif mereka dalam perayaan Ekaristi.

Nabi

Sebagai nabi, Yesus Kristus menguduskan umat-Nya melalui pewartaan sabda dan ajaran-ajaran-Nya serta dengan menghadirkan roh-Nya dalam persekutuan umat yang sedang berdoa bersama. Berkat baptisan, umat beriman dipanggil untuk menjadi nabi atau saksi Kristus. Mereka harus mewartakan sabda Allah, mengajarkan kebenaran, dan memohon Roh Kudus untuk mereka yang sedang berkumpul dalam ibadat. Supaya mereka tidak sesat dalam mewartakan sabda Kristus, mereka menerima bantuan istimewa dari Roh Kudus. Jadi, sebagai "nabi" umat beriman mempunyai kewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam membacakan dan mewartakan sabda Allah dalam perayaan Ekaristi; tidak hanya sekadar fasih membaca tetapi sungguh-sungguh dapat menyampaikan sabda Allah. Dalam liturgi sabda mereka mengadakan percakapan iman, percakapan dari hati ke hati tentang Kristus yang dialami dalam iman. Mereka harus mewartakan kehadiran Kristus dalam sabda yang hadir untuk menyelamatkan manusia dan menciptakan komunitas damai. Komunitas damai ialah relasi yang selaras dengan Kristus dan perselisihan diganti dengan kasih yang sempurna.

Raja

Imamat rajawi Kristus terutama bertujuan untuk membangun kembali harmoni manusia dengan Allah, yang dirusak oleh manusia karena dosa-dosanya. Di bawah kepemimpinan Kristus Sang Raja, umat beriman dituntun untuk masuk menjadi anggota keluarga Allah. Sebagai pemimpin yang sejati, Yesus telah menyerahkan nyawa-Nya demi menyelamatkan umat manusia. Dengan menyerahkan nyawa-Nya berarti Ia secara penuh memimpin manusia lepas dari perhambaan dosa dan mengikutsertakan manusia dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya di surga. Kristus juga memercayakan imamat rajawi-Nya kepada umat beriman. Tugas mereka ialah menjadi "raja" atau pemimpin yang harus siap sedia menuntun semua orang kepada Sang pemimpin yakni Kristus. Secara khusus dalam perayaan Ekaristi. Mereka harus menunjukkan kepemimpinannya dengan melayani dan mengantarkan saudara-saudaranya kepada Sang raja, baik sebagai pemimpin ibadat, pemimpin koor, dan sebagainya.

Membangun Partisipasi Aktif  Umat Beriman Dalam Ekaristi

Jenis Partisipasi Aktif  Umat Beriman

Partisipasi Eksternal

Partisipasi eksternal adalah suatu perbuatan yang kelihatan atau ekspresi lahiriah  seluruh umat beriman pada saat perayaan liturgi. Bentuk maupun rupa perbuatan lahiriah itu pada hakekatnya menolong seluruh umat beriman untuk mengintensifkan partisipasi aktif mereka  dalam merayakan liturgi. Untuk mengambil bagian  secara eksternal dalam perayaan liturgi diusahakan melalui gerak-gerik, simbol, musik, dan tata ruang, serta kata-kata. Karena umat yang ambil bagian dalam perayaan liturgi terdiri dari raga, maka ia membutuhkan sentuhan yang kelihatan untuk menyentuh Allah, sebab dari kodratnya manusia membutuhkan pengungkapan inderawi untuk mengenal Allah. Kapan partisipasi eksternal itu kelihatan pada perayaan ekaristi? Ditinjau dari sifat sosial (ekumenis) perayaan ekaristi, maka yang paling menonjol dalam perayaan ekaristi adalah bagian aklamasi-aklamasi, gerak -gerik (sikap-sikap badan).

Selain aklamasi, gerak-gerik badan hal yang mutlak perlu ada dalam tindakan peribadatan, sebab tidak ada kegiatan dalam peribadatan yang tidak mengikut sertakan tubuh. Tubuh dipandang sebagai sarana komunikasi tak langsung manusia terhadap Allah. Dengan kata lain, tubuh juga dapat menerjemahkan nilai-nilai tak kelihatan menjadi kelihatan (sarana visualisasi). Oleh karena itu, peran tubuh sangat menentukan dalam perayaan liturgi untuk menyatakan iman bahwa iman dapat ditandakan dalam tanda-tanda yang kelihatan untuk menyingkapkan yang tak kelihatan. Maka, aktivitas badani yang ada dalam perayaan ekaristi adalah simbol , di mana manusia mengungkapkan pengalaman-pengalamannya secara badaniah. Misalnya simbol berdiri merupakan realitas fundamental kehadiran orang kristen yang mengungkapkan penebusan. Berlutut  menandakan suatu sikap  loyal atau menghormati keagungan Tuhan. Duduk adalah suatu tanda kesiapsiagaan untuk mendengarkan, sikap meditatif dan kontemplatif.

 

Partisipasi Internal

Partisipasi internal adalah kemampuan menyatukan budi  dan hati dalam perayaan. Kesatuan budi dan hati dapat ditempuh melalui keheningan. Sejauh memungkinkan dalam perayaan ekaristi, kepada umat diberi kesempatan hening, bahkan pada saat yang ditentukan harus menjaga keheningan. Keheningan menjadi sarana bagi setiap orang untuk menyatukan diri kepada Kristus supaya dapat mempersembahkan kurban Kristus dan kurbannya sendiri melalui Dia dan di dalam Dia. Tanpa keheningan, partisipasi umat akan menjadi bagian dari kemunafikan kolektif.

Keheningan yang dimaksud tidak terbatas dalam pengertian tidak adanya bunyi, gerak yang tak disengaja. Keheningan tidak berarti berhenti berpikir, merasakan dan berbicara. Keheningan sejati adalah keheningan yang bersumber dari dalam batin untuk menciptakan komunikasi dialogis yang terjadi dalam batin. Maka, persiapan keheningan batin dalam perayaan ekaristi adalah hadir lebih awal sebelum misa suci dimulai. Keheningan boleh juga dipersiapkan pada saat berjalan menuju Gereja atau tempat yang ditentukan mengadakann perayaan ekaristi. Jika tidak ada halangan, keheningan boleh dipersiapkan sehari menjelang perayaan ekaristi; karena secara liturgis, hari sabtu sore sudah termasuk hari Minggu.

Partisipasi Sakramental

Partisipasi sakramental terwujud apabila umat beriman mempersatukan diri dengan korban diri Kristus dalam perayaan ekaristi. Kesatuan dengan Kristus ini ditandai dengan menerima roti dan anggur sebagai lambang Tubuh dan Darah Kristus yang dikonsekrir oleh imam. Di samping menerima Kristus sebagai korban dalam ekaristi, partisipasi sakramental umat merupakan pengakuan kehadiran Kristus penyelamat secara aktif dalam perayaan ekaristi, sehingga pengakuan itu dapat menguatkan penghargaan umat terhadap perayaan ekaristi sebagai korban. Kristus adalah korban yang menggantikan diri-Nya demi manusia pendosa. Corak korban Kristus nampak dalam pemakaian kata-kata "Tubuh dan Darah"(bdk. Im. 17:11-14;Ul. 12:23). Darah dan Tubuh identik dengan nyawa. Oleh karena itu, pemberian Tubuh dan Darah merupakan tindakan penyerahan seluruh diri Kristus  dalam perayaan ekaristi (bdk. Ibr.10:7).

Tindakan penyerahan diri Kristus serentak sebagai pemenuhan janji, perwujudan diri, komunikasi kehidupan dan komunikasi penyelamatan-Nya yakni menebus dosa manusia. Maka setiap kali perayaan ekaristi diulangi, umat menyadari bahwa mereka sedang merayakan Kristus sebagai korban.  Korban Kristus bukan suatu korban sia-sia kepada Allah, melainkan suatu tindakan  penyerahan Diri Kristus yang berlanjut di surga, di mana Dia hidup senantiasa menjadi pengantara  Allah dengan manusia (Ibr 7:25).

Maka umat beriman dipanggil untuk menanggapi tindakan penyerahan diri Kristus dan menghadirkan karya penebusan Kristus. Konsekuensinya ialah bahwa setiap umat beriman rela diutus untuk melakukan hal yang sama dengan Kristus, memerankan keseluruhan hidup Kristus melalui suatu penyerahan diri kepada Bapa.  Mereka seharusnya mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah (Bdk. Rm 12:1).

Membangun Partisipasi Aktif Umat Beriman Dalam Ekaristi

Tata Gerak

Gerak-gerik yang dijadikan ritus dalam liturgi memperoleh nilai lebih dari apa yang dimaksudkan oleh gerak-gerik itu. Seluruh gerak tubuh merupakan  tanda untuk mengungkapkan hasrat dan sikap batin manusia. Dalam liturgi, ia merupakan salah satu tanda atau sarana yang memungkinkan manusia bertemu dengan Allah. Oleh karena itu, seluruh tata tubuh dalam liturgi adalah tanda pengungkapan diri manusia kepada Allah.

Gerak-gerik itu mengandung muatan simbolis, sebagaimana ditegaskan Konsili Vatikan II yakni membahasakan, menghadirkan sesuatu yang ilahi dan yang tak nampak. Gerak-gerik itu menyingkapkan suatu realitas atau nilai-nilai yang tak kelihatan. Dengan kata lain, bahwa liturgi ekaristi sebagai tindakan jemaat terus-menerus menggunakan segala yang ada sebagai sarana pengungkapan iman, entah itu berupa gerak-gerik atau perkataan. Yang dimaksudkan gerak-gerik yang mengandung makna simbolis itu ialah seperti berdiri, berlutut, dan duduk.

Nyanyian

Sampai sekarang, peranan nyanyian dalam ibadat masih mendapat tempat yang istimewa. Nyanyian dimaksudkan untuk memeriahkan upacara suci, menciptakan suasana kebersamaan umat dalam ibadat. Nyanyian juga dipandang sebagai sarana untuk menyapa, menyentuh lubuk spiritual dan emosional umat. Maka ibadat tanpa nyanyian belum lengkap.

Keberadaan nyanyian dalam ibadat dianjurkan kepada himpunan umat yang menantikan kedatangan Tuhan, supaya mereka menyanyikan mazmur, madah, lagu-lagu rohani, sebagaimana ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Kolose (Bdk.Kol 3:16). Himpunan umat yang menantikan  kedatangan Tuhan ini, bernyanyi bersama karena suasana hatinya gembira. Terdorong oleh suasana gembira, umat dengan sendirinya penuh cinta bernyanyi. Umat menyanyikan nyanyian dialog, sebagai sambutan/tanggapan atas kerahiman Tuhan yang mendatangi umat-Nya. Nyanyian  dalam ibadat memperoleh nilai spiritual, sebab syair nyanyian itu berjiwa sabda Allah.  Setiap nyanyian diilhami oleh sabda Allah tersusun dengan kata-kata sederhana yang bermakna. Maknanya diperoleh dari sabda Allah itu sendiri, sebab ia bersumber dari sabda Allah.

Jadi jelas bahwa nyanyian dalam ibadat mempunyai dasar biblis, sebab diwahyukan dari  sabda Allah. Sedangkan nilai liturgis nyanyian dapat mempersatukan, menyentuh hati setiap orang yang menghadiri perayaan.

Doa Liturgi 

Para murid  pernah minta kepada Yesus; "Tuhan ajarilah kami berdoa (Luk 11:7), dan pada waktu itu Yesus mengajarkan doa yang dikenal dengan doa "Bapa Kami" (Mat 6:9)". Permohonan para murid secara implisit mengungkapkan ketidaktahuan bagaimana seharusnya berdoa. Dari sikap para murid ini terungkap jelas bahwa berdoa itu bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, Yesus memberi doa berumus yang bagi para murid menjadi doa hafalan. Demikian juga Gereja, menetapkan beberapa doa berumus yang menjadi hafalan bagi umat seperti  pernyataan iman "Aku Percaya", "Kemuliaan Kepada Bapa", "Salam Maria". Dengan doa berumus ini, umat mengenal partner dialog yang tidak kelihatan. Oleh karenanya, umat dipermudah mengikat kontak dengan-Nya.

Dengan keyakinan bahwa Kristus hadir berkumpul  dan berdoa bersama umat, umat dibawa ke dalam rahasia Allah Tri Tunggal, di mana terwujud kebenaran dan cinta kasih, rahasia iman  dan kemenangan atas semua yang sementara dalam hidup manusia. Doa senantiasa menyangkut rahasia iman yang menyangkut kehidupan konkrit umat, sehingga perasaan umat digembirakan olehnya.

Pewartaan Sabda Allah

Kebanyakan umat sadar bahwa hubungan Sabda Allah dan liturgi erat kaitannya. Kaitan ini dilihat dari seringnya Sabda Allah dihadirkan pada saat perayaan, baik ekaristi maupun ibadat sabda. Ditinjau  dari segi isinya, Sabda Allah merupakan kumpulan doa, karena memberi kesaksian tentang Allah sebagai Pencipta, pemberi perintah, pelindung dan yang mengadakan perjanjian dengan umat manusia. Bagaimana Sabda Allah kelihatan dalam liturgi? Pertama, umat Allah hadir lebih dahulu dari Sabda Allah. Pengalaman umat mengenai Allah diteruskan melalui tradisi lisan yang menggunakan sastra-sastra rakyat yang menolong ingatan mereka. Betapa kuat ingatan mereka akan pengalaman akan Allah, sehingga pada suatu kesempatan mereka berkumpul untuk menyampaikan  ibadah kepada Tuhan, mengenang karya-Nya, memuji dan memohon bantuan-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun