Mohon tunggu...
VIGA ANESTIRAMADHANI
VIGA ANESTIRAMADHANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

14 Maret 2023   14:29 Diperbarui: 14 Maret 2023   14:33 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Untuk perkawinan agama dengan non muslim itu jelas hukumnya didalam Islam adalah haram. Mengingat non muslim itu bukan termasuk bagi mereka yang ahli kitab. Non muslim dianggap sebagai musyrik atau juga dianggap tidak memiliki agama (kitab suci). Terhadap mereka islam melarang tentang perkawinan bagi pemeluk agama islam kepada mereka yang non muslim. Terakhir Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2005 pernah mengeluarkan fatwa MUI tentang pelarangan terhadap perkawinan beda agama bagi umat Islam. Hal ini disampaikan pada Musyawarah Nasional MUI ke 7 di Jakarat pada tanggal 26-29 Juli 2005 yang pada prinsipnya menetapkan pelarangan perkawinan beda agama.

            Komitmen negara Indonesia sebagai negara hukum terhadap praktek perkawinan beda agama tentu dapat dilihat dengan adanya suatu upaya hukum. Artinya apabila ada pasangan mempelai yang ingin melakukan perkawinan beda agama dapat melakukan upaya hukum permohonan gugatan di Pengadilan Negeri. Upaya hukum dilakukan supaya pemerintah dapat mencatatkan secara hukum praktek perkawinan beda agama secara formal. Hal itu kembali pada putusan Pengadilan yang menetapkan untuk dikabulkannya atau tidak permohonan perkawinan beda agama.

Nikah Siri

            Nikah siri saat ini adalah perkawinan yang dilakukan tanpa adanya sebuah pencatatan pada instansi lembaga yang berwenang seperti Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat (2) UndangUndang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Nikah siri dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah secara agama dan kepercayaan saja. Hal ini tentu bukan karena suatu alasan, ada beberapa alasan yang ditemukan ketika melihat masyarakat tidak mencatatkan perkawinannya, seperti takut diketahui orang lain (melanggar larangan), tidak mengetahui harus dicatatkan, atau karena faktor biaya.

            Makna nikah siri saat ini lebih diidentikan kepada sebuah perkawinan yang dilakukan tanpa melibatkan pejabat yang berwenang (kehadiran negara). Terhadap praktek semacam ini dikenal dimasyarakat dengan sebutan perkawinan dibawah tangan. Artinya perkawinan yang dilakukan tersebut tidak dicatatkan, tidak diketahui negara, dan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum dimata hukum Indonesia.

            Dari ketentuan pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dapat diketahui bahwa negara melarang suatu perkawinan yang tanpa adanya pelibatan negara yang berwenang. Oleh karena itu perkawinan dibawah tangan tidak mempunyai akibat hukum, akibatnya salah satu pihak yang dirugikan baik suami atau istri dikemudian hari tidak bisa mendapatkan perlindungan hukum. Sebuah perkawinan yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara, maka salah satu atau ada pihak yang nanti kedepannya berpotensi menjadi korban. Dalam konteks nikah siri, secara yuridis formal yang sering menjadil korban adalah pihak perempuan dan anaknya.

            Solusi terhadap masyarakat yang belum melakukan pencatatan perkawinan adalah dengan melakukan itsbat nikah. Itsbat nikah dilakukan bila perkawinan yang sudah terjadi memenuhi rukun dan syarat hanya saja belum dicatatkan sesuai peraturan perundang-undangan. Itsbat nikah merupakan solusi hukum terhadap masyarakat yang melakukan kawin siri (nikah dibawah tangan). Itsbat nikah mempunyai pengertian sebagai penetapan terhadap sebuah kebenaran (keabsahan) nikah. Lebih jelasnya lagi adalah penetapan tentang kebenaran nikah atas perkawinan yang telah dilangsungan menurut syariat Islam yang itu semua tidak dicatat di Kantor Urusan Agama atau Petugas Pencatat Nikah. Penetapan istbat nikah ini dilakukan di Pengadilan Agama. Artinya harus ada permohonan terlebih dahulu dari pemohon yang ingin menetapkan perkawinannya ke Pengadilan Agama.

Status Hukum Anak Luar Kawin

            Luar kawin yang dimaksud didalam hukum islam dan luar kawin yang dimaksud didalam Undang-Undang ada sedikit perbedaan penafsiran. Anak luar kawin yang dimaksud didalam buku ini adalah anak diluar ikatan perkawinan yang sah sebagaimana diatur pada pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang normanya berbunyi : anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah. Artinya anak luar kawin adalah penjelasan untuk anak yang tidak sah. Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

                         Pasal 100 KHI menjelaskan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dari beberapa ketentuan undang-undang diatas dan Kompilasi Hukum Islam dapat diketahui maksud tentang anak sah dan anak tidak sah, dan hubungan nasab yang terjadi antara anak sah dan anak tidak sah.

            Pada putusan MK No. 46/PUU-VII/2010 tertanggal 17 Februari tahun 2012 menguraikan bagaimana tentang status anak diluar perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Pada putusan tersebut salah satu amar. putusannya adalah : pasal 43 ayat (1) undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan "anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya", artinya tidak memiliki kekuatan mengikat dengan laki-laki yang mempunyai hubungan darah dengan anak itu walaupun itu dapat dibuktikan. Maka terhadap pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di dalam putusan MK No. 46/PUU-VII/2010 harus dibaca "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun