BOOK REVIEW
Judul        : Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia
Penulis       : Umar Haris Sanjaya & Aunur Rahim Faqih
Penerbit      : Gama Media Yogyakarta
Terbit        : 2017
Cetakan      : Pertama, Maret 2017
      Buku karya Umar Haris Sanjaya dan Aunur Rahim Faiqh yang berjudul "Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia" secara besar pada isi dan penyampaiannya buku ini dimaksudkan untuk memudahkan para pelajar ilmu hukum dan Masyarakat dapat memahami hukum perkawinan khususnya perkawinan ditinjau dari aspek hukum islam di Indonesia. Buku ini juga dapat dijadikan acuan bagi tenaga edukatif di lingkungan perguruan tinggi untuk lebih efektif dalam tambahan referensi. Buku ini juga menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang hukum perkawinan di Indonesia, mulai dari sejarah lahirnya UU Perkawinan, pengertian, tujuan, prinsip, alasan, hukum dan sumber perkawinan di Indonesia. Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai rukun dan syarat perkawinan,perjanjian kawin, tentang harta kekayaan dalam perkawinan, dan sebab -- sebab putusnya perkawinan.
      Untuk memudahkan pembaca, secara sistematis penulis membagi kajian buku ini menjadi lima Bab. Terkesan sangat padat, tetapi hal itu dimaksudkan oleh penulisnya agar dapat memberikan informasi yang lengkap dan terperinci, sehubungan dengan Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia.
BAB I
Sejarah singkat hukum perkawinan di Indonesia
      Sejarah hukum perkawinan di Indonesia sendiri pada awalnya terjadi pluralisme peraturan tentang perkawinan, hal ini bahkan terjadi setelah Indonesia merdeka. Adanya pluralsime tersebut menjadi persoalan bagi masyarakat pribumi yang menuntut adanya perubahan terhadap pengaturan masalah perkawinan. Hal ini penting untuk menjaga agar perilaku asing tidak masuk kepada warga pribumi dan mempengaruhi budaya perkawinan warga pribumi khususnya yang beragama islam. Singkat cerita, Presiden RI mengajukan RUU Perkawinan dengan No.R.02/PU/VII/1973 tertanggal 31 Juli tahun 1973 untuk disampaikan di DPR. Pembahasan tentang UU Perkawinan mengalami pasang surut didalam materi yang berisikan nilai keislaman pada pelaksanaan perkawinan. RUU perkawinan yang diajukan oleh pemerintah ternyata masih mengutip dari Kitab UU Hukum Perdata (burgelijk wetbook). Itu semua memancing pertentangan dari para ulama dan masyarakat Indonesia khususnya umat Islam bahwa RUU itu bertentangan dengan UU Dasar pasal 29 ayat (1) tentang kebebasan beragama. Pertentangan didasari atas materi norma pada RUU perkawinan yang jauh keluar dari konsep yang ada pada Al-Qur'an. Pada akhirnya RUU Perkawinan dapat disahkan pada 2 Januari 1974 melalui forum paripurna Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan pemerintah Indonesia dengan nama UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pengaturan hukum perkawinan tidak berhenti pada UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, tetapi persoalan perkawinan diatur juga pada Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dengan adanya KHI, maka implementasi hukum islam di Pengadilan Agama dapat diseragamkan. Secara sederhana KHI merupakan hukum Islam yang diatur dalam bentuk kodifikasi sebagai kesatuan hukum islam yang digunakan sebagai pegangan hakim di Pengadilan Agama.