Mohon tunggu...
Via Mardiana
Via Mardiana Mohon Tunggu... Human Resources - Freelance Writer

Penulis Novel | Freelance Writer | Blogger | Traveller | Instagram : @viamardiana | Twitter: @viamardianaaaaa | Blog pribadi : www.viamardiana.com | Email : engineersukasastra@gmail.com atau mardianavia@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri dalam Sebuah Botol

19 April 2018   07:37 Diperbarui: 19 April 2018   17:38 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustasi: Makassar Terkini - TERKINI.id

"Piere, tangkap bolanya!" kata Yas.

"Baiklah aku akan menangkapnya," kata Piere.

Bola pun terbang dan Piere mengejarnya dengan sangat cepat. Sebuah mesin berbentuk telapak kaki membuat Piere dengan cepat dapat menangkap bolanya meskipun bola ditendang jauh ke atas. Piere bisa terbang.

Selamat datang ditahun 3018. Tahun di mana tiada lagi ditemukan hamparan padi yang luas ataupun ikan yang berenang di lautan. Tahun di mana manusia tidak lagi membutuhkan kaki untuk berjalan melakukan aktivitasnya. Sebab, teknologi sudah sangat canggih untuk menyokong kehidupan manusia ditahun tersebut.

Ditahun tersebut, dunia tidak lagi membutuhkan sawah untuk menanam padi maupun laut untuk memancing ikan. Sebab, makanan mereka hanyalah sebuah kapsul-kapsul yang dibuat dengan rentang waktu tertentu. 

Mereka yang memiliki banyak uang, tentu akan membeli kapsul yang dapat menahan lapar sampai 1 tahun. Sedangkan, mereka yang tidak memiliki banyak uang akan membeli kapsul seadanya setelah itu mereka akan menahan lapar.

"Aku lelah," kata Yas.

"Baiklah, kita akan main lagi kan besok?" tanya Piere.

"Tidak, Piere."

"Kenapa?"

"Besok aku akan pergi ke Amaya."

Amaya adalah sebuah tempat di mana anak-anak yang memiliki banyak uang disekolahkan oleh orangtua mereka. Di Amaya, anak-anak akan diajari bagaimana membuat teknologi-teknologi canggih untuk kemaslahatan ummat manusia.

Piere menundukkan kepalanya. Dia merasa sedikit kecewa, sebab dia tidak memiliki kesempatan untuk pergi ke Amaya. Untuk pergi ke Amaya, setiap keluarga harus masuk dalam kategori 3. Artinya, keuangan keluarga berada digaris rata-rata.

"Baiklah, aku harus segera pulang," kata Piere.

Rumah ditahun 3018 hanya memiliki satu bentuk, yakni seperti sebuah botol. Setiap keluarga memang sudah memiliki rumah tetapi rumah yang mereka miliki sangat berbeda-beda. 

Rumah Yas luas dan sangat tinggi, sedangkan rumah Piere hanya 1/5 dari luas rumah Yas. Setiap rumah sudah memiliki jatah untuk mendapatkan sinar matahari setiap harinya, namun itu pun tergantung dari luas rumah yang mereka miliki.

Tak lama kemudian Piere sampai di rumahnya. Dengan perasaan yang sedikit kecewa terhadap orangtuanya, dia menemui sang Ayah yang sedang duduk di ruang tamu. Sang Ayah menangkap kesedihan Piere.

"Kemarilah, Nak," kata sang Ayah.

"Ayah, mengapa rumah kita sangat kecil? Mengapa cahaya yang kita dapatkan terbatas? Dan, mengapa Ayah tidak memiliki banyak harta untuk menyekolahkanku ke Amaya?" tanya Piere membuat sang Ayah memeluknya.

"Kalau bisa ayah mengubahnya, pasti akan ayah ubah, Nak," kata sang Ayah.

"Kenapa ayah tidak bisa mengubahnya? Aku akan bantu ayah untuk merenovasi rumah kita,"kata Piere sedikit berbinar.

"Tidak sayang. Rumah ini adalah pemberian nenek moyang kita. Kita tidak diperbolehkan untuk mengubah apapun yang sudah ada. Kita hanya bisa merawatnya."

"Tapi, kenapa nenek moyang kita mewariskan rumah yang kecil ini kepadaku ayah?"

"Sudahlah, Nak. Ayah dapat 1 kapsul hari ini, kamu bagi dua dengan Ibu ya."

"Lalu, ayah?" tanya Piere.

"Ayah masih kuat menahan lapar," kata sang Ayah sambil memegang pundak anaknya mengisyaratkan ketegaran.

Piere kecil segera menghampiri Ibunya yang berada di kamar. Dia melihat ibunya sedang terbaring lemas tak berdaya karena sudah sakit selama berbulan-bulan.

"Bu, ayo makan kapsul ini," kata Piere.

"Kamu sudah makan?" tanya Ibunya.

"Sudah, tadi aku sudah makan 1 di ruang tamu bersama Ayah," kata Piere berbohong.

Baginya, kesehatan sang Ibu sangatlah penting. Sehingga, ketika sang Ayah memintanya untuk membagi dua kapsul tersebut, Piere memberikan semuanya kepada sang Ibu. Setelah memberikan kapsul kepada sang Ibu, Piere segera pergi menuju kamarnya. 

Di kamar Piere merenung dan tanpa sadar dia meneteskan airmata. Dia begitu kesal kepada nenek moyangnya. Piere ingin bertemu dengan nenek moyangnya dan memberitahu apa yang terjadi akibat ulah mereka.

"Kenapa hidupku harus menderita seperti ini?" tanya Piere dalam hati.

---

Rasa penasaran membuat Piere pergi dari rumah untuk mencari jawaban. Namun, dia sama sekali tidak tahu harus kemana. Untuk melewati gerbang kota saja pasti dia akan ditolak oleh para penjaga karena dia bukan orang kaya. Piere terus terbang mencoba mencari jalan agar bisa bertanya pada pihak pemerintah. Seorang pria berperawakan tinggi kurus mengikuti Piere dari belakang. Tanpa rasa curiga Piere membalikan badannya.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Piere.

"Kamu mau kemana?" tanya pria tua tersebut.

"Aku harus pergi ke Alecastro,"

"Untuk apa?"

"Aku ingin bertanya mengapa aku hidup sangat menderita di dunia ini,"

Seakan mengerti yang membuat Piere penasaran, pria tua tersebut mendekati Piere.

"Yang kamu terima hari ini adalah buah dari apa yang dilakukan nenek moyangmu, Nak."

"Apa yang mereka lakukan? Aku tidak habis pikir mengapa mereka begitu tega terhadapku padahal aku tidak pernah membuat salah kepada mereka," kata Piere kesal.

"Dulu, nenek moyang kita terlalu egois. Mereka mengambil ikan dengan cara menghancurkan laut. Pepohonan mereka tebang sampai habis. Minyak bumi mereka kuras sampai tidak tersisa. Mereka hidup dengan segala kemudahan tapi tidak tahu bagaimana cara merawat kehidupan."

"Bolehkah aku memilih nenek moyangku?"

"Sudah terlambat. Kita harus menerima apa yang sudah mereka lakukan, lihat saja rumahku. Sangat sempit dan juga gelap," kata pria tersebut sambil tertawa.

"Nenenk moyang kita sama?"

"Bisa jadi. Mereka sama-sama egois, bisanya hanya menghancurkan bumi,"

"Bisakah aku mengingatkan mereka?"

"Aku tidak tahu, hanya saja menurut orang-orang di ujung negeri ini ada sebuah kantor pos di mana kita bisa mengirimkan pesan untuk nenek moyang kita," kata pria tersebut.

"Aku akan kesana, kamu mau ikut?" tanya Piere bersemangat.

"Alatku untuk bergerak sudah rusak, aku tidak dapat terbang tinggi," kata pria tua.

Piere ingat apa yang pernah dikatakan Ayahnya. Sebuah teknologi yang dapat mengirim pesan tanpa batas. Fasilitas itu boleh digunakan oleh siapa saja. Tanpa pikir panjang, Piere langsung pergi ke sudut negeri. Perjalanan menuju ujung negeri ini sangatlah jauh. Piere hampir kelelahan namun dia tidak menyerah.

Setelah terbang selama 1 minggu, akhirnya Piere sampai disebuah bangunan besar yang di dalamnya terdapat kotak pengirim pesan. Piere segera masuk ke dalam bangunan tersebut. Sayangnya, dia harus antri untuk waktu yang tidak sebentar.

Tiba-tiba seorang petugas bertanya kepada orang-orang yang mengantri.

"Kemana kalian akan mengirim pesan?" teriak sang petugas dengan menggunakan pengeras suara.

Kebanyakan dari mereka menjawab akan mengirim pesan kepada keluarga mereka di rumah, namun Piere kecil membuat sang petugas menghampirinya.

"Ke masa lalu, kepada nenek moyangku," kata Piere.

"Baiklah, kamu dapat antrian selanjutnya," kata petugas.

Akhirnya tiba giliran Piere untuk masuk ke dalam sebuah ruangan yang berbentuk tabung. Dalam ruangan tersebut, Piere melihat bagaimana nenek moyangnya yang hidup ditahun 2018. 

Piere sangat kagum dengan bentuk bangunan yang sangat beragam ditahun tersebut. Dalam layar tersebut, Piere melihat sebuah tempat yang banyak airnya, yakni laut. Namun, ketakjuban Piere kepada nenek moyangnya hancur seketika. Piere kembali teringat apa yang telah dilakukan nenek moyangnya kepadanya. Dia ingin segera menulis pesan dan segera disampaikan kepada nenek moyangnya.

Piere menulis surat untuk nenek moyangnya terdahulu. Surat itu sampai di tahun 2018. Ketika dunia masih membutuhkan nasi untuk dimakan. Ketika hutan masih ada namun kerusakannya tidak tanggung-tanggung. Ketika lautan bukan menjadi tempat tinggal ikan tapi bak sampah raksasa.

"Jagalah bumi untuk anak cucu kita nanti!" itulah isi surat Piere.

Sebuah kalimat sederhana yang Piere tulis akhirnya terkirim ke tahun 2018. Kedatangan surat tersebut ternyata hanya didengar oleh sebagian manusia saat itu. 

Surat itu tidak pernah diperhatikan oleh nenek moyang Piere. Mereka tidak sadar bahwa ketidakpeduliannya terhadap bumi membuat generasinya di masa depan kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Surat itu sampai ke tahun dimana penebangan pohon semakin gencar dilakukan yang menyebabkan bumi semakin panas setiap harinya.

***

"Bagaimana? Apakah kamu sudah mengirimkan pesanmu?" tanya si petugas.

"Tampaknya usahaku sia-sia, petugas. Nenek moyangku terlalu sibuk, mereka egois. Sudahlah, mungkin ini yang harus aku terima," kata Piere dengan wajah yang murung.

"Jika masih ada masa depan nantinya, aku tidak ingin membuat generasiku menderita karena aku. Aku harus merubah semua ini," kata Piere dalam hati.

Tiba-tiba Piere mendapatkan surat yang diantarkan oleh petugas.

"Nak, ada surat untukmu," kata petugas.

Piere membukanya.

Surat dari tahun 4018.

Hai, nenek moyangku.

Kami adalah generasimu ditahun 4018.

Generasi yang sangat jauh berbeda dengan generasimu.

Kami sedang merayakan kesedihan. Karena di tahun ini, kehidupan sudah semakin tidak karuan.

Bagaimana perayaan dizamanmu? Apakah penuh dengan kebahagiaan?

Kami bahkan lupa bagaimana rasanya bahagia.

Kami merayakan apa yang sudah diperbuat oleh kalian.

Perayaan dari kesedihan, pilu, lara yang bercampur dan membuat kami hancur.

Terimakasih untuk penderitaannya, nenek moyang!

            Generasimu.

            Piere semakin bersedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun