Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Teka-teki Manuver Politik Jokowi Menuju Pemilu 2024

19 April 2023   18:33 Diperbarui: 19 April 2023   19:37 24861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SOLOPOS.COM - (Source : Twitter/@ganjar_pranowo)

Namun bila ditempatkan sebagai representatif dari PDIP, sekalipun ia sendiri adalah kader PDIP, akan berbenturan dengan keberdaan Megawati Soekarno Putri sebagai Pemimpin Partai Terbesar dan satu-satunya partai yang memiliki hak istimewa sebagai partai yang dapat mengusung capres maupun cawapres.

Jadi apa sebenarnya kepentingan pribadinya di dalam koalisi besar bila terwujud? Sejatinya ia memiliki kepentingan mengemban kepercayaan rakyat untuk mendapat dukungan sosok penggantinya yang dianggapnya tepat melanjutkan program pembangunan yang telah dirintisnya, seorang nasionalis, putra terbaik bangsa dan paling tidak dapat diterima oleh rakyat diproyeksikan dapat mengikuti kebiasannya melakukan “blusukan” untuk bertemu dengan rakyat dan medengar atau melihat langsun permasalahan yang disampaikan rakyat disela-sela menghadiri agenda kenegaraan atau  meninjau progress pembangunan.

Sadar ataupun tidak, keberadaan koalisi besar, sekalipun PDI-P masih separuh “badan” masuk di dalam koalisi ini. Sehingga Koalisi Besar, merupakan sumber kekuatan jokowi untuk bargaining power dengan Megawati agar sepaham dengan dirinya untuk menentukan Capres khususnya, karena ia sadar statusnya bukan sebagai pemimpin parpol.

Pertanyaannya bagaimana dengan kepentingan partai-partai yang nantinya mewujudkan koalisi besar ini? Menurut saya, mereka akan mendukung siapa yang didukung jokowi sebagai Capres khususnya, dan merumuskan peran partai-partai nantinya dalam pemerintahan maupun dukungan anggota legeslatif baru nantinya.

Namun untuk menentukan siapa Capres yang diusung, Jokowi masih mempertimbangkan paling tidak dua calon yang diandalkannya. Yaitu Prabowo Subiyanto atau Gajar Pranowo, mengingat PDIP sebagai partai pemenang pemilu akan tetap “ngotot” Capres-nya adalah jatah PDI-P. Namun di sisi lain, Prabowo Subiyanto sekalipun tidak bergabung dalam koalisi besarpun, sudah mantap untuk melangkah dalam pertarungan Capres yang hingga hari ini koalisi pendukungnya tidak berubah setelah medeklarasikan Prawowo sebagai Capres 2014.

Jika kita analisa lebih lanjut, bila musyawarah atau kesepahaman bisa terwujud pada akhirnya dapat saja menempatkan Prabowo sebagai Capres dan Ganjar sebagai Cawapres.

Catatan analisa lainnya terkait capres dan cawapres, jokowi juga mempertimbangkan terjadinya politik indentitas yang dapat berdampak pada keutuhan NKRI, sekalipun tidak terlihat secara kasat mata namun dapat berdampak dalam jangka menengah maupun panjang (Menurut saya paling tidak dapat dirasakan dampaknya dalam rentang waktu 2030 – 2045).  Sehingga Cawaprespun menjadi pertimbangan Jokowi untuk diusulkan untuk mencegah kegaduhan Pilpres 2024 nanti.

Selanjutnya untuk membahas lebih dalam, Karena koalisi besar ini direstui Jokowi, dan dalam pemahaman saya sebagai kekuatan bargaining dengan megawati dalam mengusung Capres pada khususnya, maka dalam kapasitas sebagai kader PDI-P dan Kapasitasnya sebagai Presiden maka saya coba menganalisa hubungan antara Jokowi dan PDI-P serta kadernya, khususnya dengan Ketua Umumnya Megawati Soekarno Putri

Bargaining Jokowi dan PDI-P

Sebenarnya, tidak terjadi gesekan yang berarti  atau pertentangan Jokowi dalam kapasitas sebagai Presiden dengan PDI-P, khususnya dengan Ketua Umumnya, Megawati Soekarno Putri. Sekalipun berkali-kali jokowi di “sindir” atau di “ingatkan” sebagai petugas partai. Pernytaan ini, bagi sebagian orang tepat jika dikemukakan pada pertemuan tertutup kader, jangan diumbar di publik seolah-olah jokowi harus mematuhi perintah partai, atau secara tidak langsung wajib mendengarkan saran dan arahan Megawati. Jika hal ini dimaknai demikian, Jokowi seolah-olah adalah Presiden Boneka Megawati, dan kedudukan Megawati lebih tinggi dari sang Presiden.

Pernyataan Megawati ini, bila diartikan secara positif, Ketua Umum PDI-P ini sengaja meningatkan Jokowi agar memberi kesempatan kepada kader PDI-P untuk menduduki jabatan strategis, baik di pemerintahan maupun di perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN), dan saya rasa wajar-wajar saja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun