"Kamu pergi tiba-tiba setelah kejadian itu, kamu ninggalin aku. Nggak hanya itu, kamu balik ke Jogja tanpa bisa dihubungi," suara Kimaya mulai terdengar serak.
Adian tidak berani menatap ke mata Kimaya, dia menunduk dan menyibukkan diri dengan potongan pizza yang ditaruhnya ke piring di depan Kimaya. Cangkir susu juga dia geser di samping piring itu.
"Aku tidak marah, Kim. Untuk apa?" katanya sambil menahan diri untuk tidak memandang ke Kimaya.
"Karena kamu tidak suka aku masih mikirin Yuda ...," jawab Kimaya pelan. Saat inilah Adian pengin banget memeluk Kimaya. Tapi kenapa nama itu muncul, terdengar di rumah ini? Adian menjadi geram.
"Kalau itu kan aku sudah bilang berkali-kali ke kamu. Jadi kamu sudah tahu tanggapanku, tidak perlu ditanyakan lagi," Adian menyeruput susu coklatnya sendiri. Dia berusaha terlihat tenang.
"Lalu kamu marah! Kamu beda sekarang."
"Enggak, Kim. Aku buru-buru pulang karena ada urusan, kan aku sudah jelasin ke Mona," paparnya dengan sabar.Â
Adian berdiri untuk mencuci cangkirnya yang sudah bersih dari susu coklat. Dia harus segera pergi. Pembicaraan ini tidak ada gunanya dan tidak akan mengarah ke mana-mana. Dia hanya mendengarkan apa yang akan dikatakan Kimaya.
Tiba-tiba dirasakannya pelukan tangan Kimaya ke pinggangnya, dari belakang.
"Aku kangen kamu, Di," Kimaya terdengar terisak. Dada Adian mulai terasa bergemuruh. Dia masih sayang sama Kimaya.
"Kim, aku harus pergi," cowok itu merasa dia harus lebih tegas. "Besok aku telpon, ya."