Teman-teman seusianya semua telah berumah tangga dan punya anak. Adik laki-lakinya pun telah dikaruniai tiga anak. Namun melihat kanyataan bahwa kondisi anaknya kurang memungkinkan dapat memenuhi harapan, Mak Juminah hanya bisa pasrah.
Namun kini, melihat perubahan berarti terjadi pada dirinya, Mak Juminah seolah tersadarkan.  Harapannya menggeliat. Mak Juminah berdoa, memohon jalan terbaik bagi sang anak. Didatanginya  ustaz di kampungnya untuk membantu mendoakan agar anaknya mendapat jodoh dan bisa berumah tangga.
Ibunya berharap agar jika dirinya tutup usia ada yang mengurusi anaknya, yakni istri. Segelas air putih yang telah didoai diminumkan kepadanya. Â "Semoga enteng jodoh yah!" ucap Mak Juminah.
***
 "Piyu, pulanglah Nak!" tiba-tiba Mak Juminah menjelma di dekatnya.
Dia kaget, selanjutnya bengong dengan mulut menganga. Gigi-giginya tampak kotor tidak terawat.
"Ayolah. Bawa pulang daganganmu."
"Ada apa Mak?"
Mak Juminah segera membantu mengemasi dagangannya. "Ada yang penting. Pulang dulu. Besok dagang lagi, ayo!"
"Penting apa Mak?"
"Pokoknya penting."