"Hati-hati Har!" Batinnya disesaki rasa bersalah.
***
 Sekitar pukul sepuluh akad nikah berlangsung di kediaman mempelai wanita, dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak serta para tetangga. Selanjutnya, bakda zuhur kedua mempelai bergaun pengantin dengan sedan merah bergerak ke Gedung Sakinah, sekira dua kilometer jaraknya. Acara resepsi dimeriahkan dengan musik organ tunggal. Para tamu yang datang menikmati hidangan yang disediakan dengan iringan lagu yang dinyanyikan sang vokalis wanita. Pesta berlangsung lancar, selama tiga jam.  Â
Malam pertama, malam yang banyak diceritakan orang sebagai malam istimewa tak dirasakan Suradin. Tak ada sensasi yang berarti. Ibarat persneling, giginya masih netral. Suradin belum bisa tancap gas. Apanya pula yang hendak digas? Kendaraannya saja tak ada kunci kontaknya. Suradin gamang. Kebersamaannya di tempat tidur tak sesuai harapannya. Nurma selalu membelakangi.
Malam kedua, kejadian serupa terulang. Bantal guling berada di tengah sebagai penghalang.
"Nur, kenapa kamu selalu begitu?"
"Kamu tidur sajalah!" Nurma bangkit dan keluar kamar.
Suradin berusaha bersabar. Pikirnya, masih ada malam-malam lain yang memungkinkan menghadirkan sensasi tak terduga. Dicobanya memejamkan mata untuk tidur pulas, tapi gagal hingga kemudian Nurma kembali.
 "Astaga, kenapa kamu malam-malam begini makan mangga muda Nur? Asam. Bisa sakit perut nanti."
"Lagi mau."
Suradin berpikir beberapa jenak. "Jangan-jangan ..."