"Biarlah segala sesuatu menemui takdirnya Mak. Kita hanya tinggal menjalani. Kesedih dan penyesalan Mak tak akan mengembalikan kita kepada posisi semula. Mungkin ini jalan yang harus saya tempuh untuk sampai kepada keadaan yang membahagiakan. Mak jangan bersedih."
"Saya masih sanggup menghadapi kenyataaan ini Mak."
"Mak malu kepada orang-orang Sur. "
"Mak jangan keluar rumah dalam beberapa hari."
Dalam waktu yang relatif singkat kabar memalukan itu diketahui warga sekampung. Sebagian besar mereka murka terhadap keluarga Haji Murad. Bahkan seorang paman Suradin hendak melaporkannya ke polisi namun dicegah oleh ayah Suradin.
Bulan terus berganti, kandungan Nurma terus membesar hingga tiba saatnya untuk melahirkan. Nurma dibawa ke rumah sakit umum kabupaten. Tak ada kendala berarti dengan proses melahirkannya. Bayinya laki-laki. Kabar itu pun segera diketahui keluarga Mak Badriah.
Seorang anggota keluarga Umi Salimah datang menanyakan Suradin. Kebetulan Suradin sedang tak ada di rumah.Â
"Ada apa?" tanya Mak Badriah.
"Minta KTP Suradin, atau fotokopinya."
"Untuk apa?"
"Permintaan bidan, untuk syarat administrasi."