"Tapi Andi sudah membuktikannya mampu menjadi juara," balas ayah Andi.
"Maaf, Pak. Keputusan ini sudah final. Ronald juga merupakan finalis. Aturannya finalis yang dapat maju ke provinsi, bukan hanya yang juara," jelas seorang panitia yang lain.
Diskusi berlanjut dengan ketegangan yang terus meningkat. Setiap argumen yang diajukan ayah Andi dihadapi dengan alasan formal dari panitia. Akhirnya, panitia menutup diskusi dengan tegas.
"Maaf, Pak. Keputusan ini tidak bisa diubah. Ronald yang akan mewakili kota di tingkat provinsi," kata ketua panitia dengan nada final.
Keputusan ini tidak adil!" Ayah Andi berbalik setelah sebelumnya menggebrak meja di hadapan panitia.
Ayah Andi keluar dari ruangan dengan hati yang berat. Ia merasa perjuangan Andi telah dirampas oleh sistem yang tidak adil.Â
Saat berjalan keluar gedung, seorang pria mendekatinya.
"Pak, saya salut pada putra bapak. Saya berminat merekrutnya untuk masuk tim badminton saya," kata orang tersebut.
Ayah Andi tidak menjawab, wajahnya menunduk sambil terus berjalan. Kekecewaan dan kemarahan memenuhi ruang hatinya.
"Apa yang terjadi pada putra bapak adalah hal biasa, itu sudah jadi rahasia di kalangan kami pengurus olahraga." Tiba-tiba orang itu melontarkan kalimat yang membuat ayah Andi penasaran.
"Apa maksud Anda?" Ayah Andi menghentikan langkahnya.