Setelah berjuang keras melawan pemain dari sekolah lain, Andi pun menjadi juara. Ia pun melaju ke kompetisi se-kabupaten, melawan para juara dari beberapa kecamatan.
Tak percuma Andi berlatih keras, walaupun dengan fasilitas seadanya. Walaupun harus terseok-seok melawan pemain-pemain handal, akhirnya Andi masuk ke babak final.
Babak yang menegangkan dan menentukan. Karena pemenangnya akan mewakili kabupaten untuk berlaga di kompetisi se-provinsi.Â
Babak final itu mempertemukan Andi dengan salah satu siswa yang lebih berpengalaman, Ronald. Dari sekolah favorit yang langganan juara di kompetisi tersebut.Â
---
Setelah kemenangan yang luar biasa di final, Andi merasa seolah-olah dunia berada di genggamannya. Ia sudah membayangkan bagaimana ia akan mewakili kotanya di tingkat provinsi, membawa semangat dan kerja kerasnya ke arena yang lebih besar.Â
Namun, kegembiraannya tidak bertahan lama.
Sehari setelah kemenangan itu, ayah Andi mendapat kabar yang mengejutkan. Alih-alih Andi, yang ditunjuk untuk mewakili kota di tingkat provinsi adalah Ronald, lawan yang telah dikalahkan Andi di final.Â
Ayah Andi tentu saja tidak bisa menerima keputusan itu. Ia bergegas menemui panitia untuk mencari penjelasan.
"Ini bagaimana? Mengapa Ronald yang ditunjuk, bukan Andi? Bukankah Andi yang juara satu?" Suara ayah Andi penuh dengan kemarahan dan ketidakpercayaan.
Panitia yang duduk di depan meja, dengan wajah dingin, menatap ayah Andi. "Maaf, Pak. Kami tidak mau berspekulasi dengan mengirim pemain dari daerah yang masih meragukan. Kompetisi di tingkat provinsi berbeda dengan di tingkat kabupaten. Tensinya sangat tinggi."