Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Giveaway

6 Juli 2024   13:59 Diperbarui: 6 Juli 2024   14:44 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gedung olahraga milik KONI semakin riuh oleh sorak penonton. Saat itu, di lapangan badminton sedang berlangsung pertandingan final kompetisi antar pelajar tingkat SMA se-kabupaten. Pertandingan yang menegangkan, karena yang menjadi pemenang akan mewakili kabupaten bertanding di tingkat provinsi.

Wajar semua penonton antusias dan tak henti bersorak. Karena berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pertandingan final kali ini mempertemukan pemain dari SMA asal daerah terpencil, bahkan sangat pinggiran, melawan pelajar dari SMA ibu kota provinsi yang sudah langganan juara.

Andi, pelajar dari SMA terpencil itu, harus terengah-engah meladeni lawannya, Ronald.

Baca juga: Shutdown Operation

Semua penonton, juga panitia, penasaran dengan permainan Andi, yang tanpa diperhitungkan bisa mencapai babak final. Mereka juga penasaran, mampukah Ronald, sebagai pemain favorit, menjadi juara? 

Di lapangan, Ronald tampak tenang dan percaya diri. Dengan fasilitas latihan terbaik dan pelatih profesional, Ronald sudah terbiasa dengan tekanan pertandingan besar. Berbeda dengan Andi, yang hanya berlatih di lapangan seadanya di desa.

"Ronald memimpin set pertama dengan skor 21-14!" Suara komentator terdengar nyaring, mengumumkan kekalahan Andi di set pertama. Gemuruh sorak penonton semakin riuh, seolah hendak merobohkan gedung KONI. 

Andi mengusap keringat di dahinya. Dia merasa beban ini terlalu berat. Perjuangan yang sudah ia lakukan selama ini seakan tak berarti di hadapan keunggulan Ronald. Andi berada di ambang keputusasaan

Saat jeda, ayah Andi,yang sekaligus menjadi pelatih, mendekatinya. Mata ayahnya penuh dengan kasih sayang dan sorot optimis. "Andi, jangan menyerah. Kau sudah berlatih keras untuk momen ini. Ingat, kekuatanmu bukan hanya di fisik, tapi di hati dan kepalamu."

Andi menggeleng, merasa tak yakin. "Ayah, dia terlalu kuat. Aku tidak tahu apakah aku bisa mengalahkannya."

Ayahnya tersenyum, menepuk bahu Andi dengan lembut. "Ingat, kau sudah beberapa kali melewati pertandingan yang sulit, dan menghadapi lawan yang sebelumnya kau anggap lebih unggul. Tapi lihat, sekarang kau ada di babak final. Artinya, semuanya telah kau lewati dengan kemenangan. Kalah di set pertama bukan akhir dari segalanya. Yang penting adalah bagaimana kamu bangkit. Bermainlah sebagai kau bermain selama ini, jangan ikuti permainan dia. Fokuslah dan nikmati setiap pukulan. Percayalah pada dirimu sendiri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun