Mohon tunggu...
Muhammad Luthfi Yufi
Muhammad Luthfi Yufi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar MTsN Padang Panjang

Hobiku memasak dan fotografi, dan keduanya selalu membuat hariku lebih seru! Memasak adalah petualangan rasa—seperti bermain dengan palet warna, tapi dengan bumbu dan bahan makanan. Setiap masakan adalah eksperimen kecil, dan rasanya selalu menyenangkan ketika berhasil menciptakan hidangan yang enak. Fotografi, di sisi lain, adalah cara favoritku untuk mengabadikan momen-momen ajaib yang kadang terjadi begitu saja. Dengan kamera di tangan, rasanya seperti memegang kunci untuk menghentikan waktu. Plus, belajar editing itu seperti memberi sentuhan sihir pada fotoku—membuatnya lebih hidup dan memuaskan. Hobi-hobi ini tidak hanya membuat hariku lebih berwarna, tapi juga membawaku lebih dekat dengan hal-hal yang aku cintai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Menyesal Lupa Buk

16 September 2024   19:36 Diperbarui: 16 September 2024   19:42 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maaf, Bu. Saya lupa," ucapku lirih. Suaraku nyaris tak terdengar di tengah kelas yang mendadak sunyi.

Bu Wati menggelengkan kepala. Matanya menatap tajam seolah bisa menembus pikiranku.

"Ini bukan pertama kalinya kamu lupa, Upi. Kamu harus lebih bertanggung jawab," katanya dengan nada yang membuat seluruh kelas menunduk.

Aku kembali ke tempat dudukku. Wajahku terasa panas karena malu. Apip menepuk bahuku, mencoba menghibur meskipun aku tahu dia juga bingung harus berkata apa.

"Tidak apa-apa, Pi. Kita cari cara biar kamu tidak lupa lagi," katanya pelan. Suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.

Putin mengangguk dari belakang. Matanya serius namun masih memberikan sedikit harapan.

"Mungkin kita harus buat sistem pengingat bersama-sama, Pi. Kita bisa catat di kalender atau bikin alarm," usulnya dengan suara yang terdengar seperti seorang teman yang tak mau menyerah.

Besok harinya, Suasana di kelas makin tegang. Bu Wati tiba-tiba masuk membawa setumpuk kertas di tangannya. Wajahnya tetap datar tanpa ekspresi yang berubah. Kami semua terdiam. Firasat buruk langsung melingkupi ruang kelas.

"Hari ini, kita akan mengadakan ulangan harian fisika," katanya tanpa peringatan. Suaranya tajam memecah keheningan.

Aku, Apip, Fajri, dan Putin langsung terdiam, saling menatap dengan tatapan panik dan bingung. Wajah kami pucat, seolah darah menghilang dari tubuh kami dalam sekejap.

Apip menoleh ke arahku dengan wajah khawatir. "Kita belum siap sama sekali." bisiknya pelan. Nadanya penuh kepanikan yang jelas terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun