Mohon tunggu...
Muhammad Luthfi Yufi
Muhammad Luthfi Yufi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar MTsN Padang Panjang

Hobiku memasak dan fotografi, dan keduanya selalu membuat hariku lebih seru! Memasak adalah petualangan rasa—seperti bermain dengan palet warna, tapi dengan bumbu dan bahan makanan. Setiap masakan adalah eksperimen kecil, dan rasanya selalu menyenangkan ketika berhasil menciptakan hidangan yang enak. Fotografi, di sisi lain, adalah cara favoritku untuk mengabadikan momen-momen ajaib yang kadang terjadi begitu saja. Dengan kamera di tangan, rasanya seperti memegang kunci untuk menghentikan waktu. Plus, belajar editing itu seperti memberi sentuhan sihir pada fotoku—membuatnya lebih hidup dan memuaskan. Hobi-hobi ini tidak hanya membuat hariku lebih berwarna, tapi juga membawaku lebih dekat dengan hal-hal yang aku cintai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Menyesal Lupa Buk

16 September 2024   19:36 Diperbarui: 17 September 2024   17:53 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putin, dari belakang, mengangguk. Matanya serius namun memberikan harapan. “Mungkin kita harus buat sistem pengingat bareng-bareng. Pi, kita bisa catat di kalender atau bikin alarm,” usul Putin dengan suara yang penuh dengan semangat solidaritas.

Esok harinya, suasana di kelas semakin tegang. Tanpa peringatan, Bu Wati masuk membawa setumpuk kertas di tangannya. Wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. "Hari ini, kita akan mengadakan ulangan harian fisika," katanya, mengumumkan tanpa basa-basi.

Semua murid terdiam. Upi, Apip, Fajri, dan Putin langsung menatap satu sama lain dengan tatapan panik. Wajah mereka pucat. Apip menoleh ke arah Upi dengan wajah khawatir. "Kita belum siap sama sekali," bisiknya pelan, jelas-jelas panik.

"Aku pasti gagal," gumam Upi, merasa putus asa.

Fajri yang duduk di depan mereka memutar tubuhnya, menatap Upi dengan penuh rasa cemas. "Kamu nggak belajar, Pi?" tanyanya, meskipun jawabannya sudah jelas.

Putin, yang biasanya tenang, tampak gelisah. Tangannya memegang pensil dengan gemetar. "Aduh, gimana nih? Nggak ada yang tahu soal ini," katanya dengan nada penuh kecemasan.

Saat lembar soal dibagikan, Upi berusaha menenangkan diri meskipun hatinya berdegup kencang. Soal-soal itu tampak sulit, namun masih dalam batas kemampuannya. Apip menepuk pundaknya. "Tenang, Pi. Kita hadapi aja. Yang penting kita berusaha," katanya, memberikan semangat meski ia sendiri tampak sedikit ragu.

Putin menambahkan dari belakang. "Coba kerjakan semampunya dulu, Pi. Kita pasti bisa lewatin ini," ucapnya, suaranya lebih lembut tapi penuh harapan.

Upi mulai mengerjakan soal-soal itu satu per satu, meski otaknya dipenuhi kegelisahan. Dengan bantuan Apip dan Putin yang terus menyemangatinya, akhirnya Upi berhasil menyelesaikan semua soal meskipun dengan sedikit keraguan.

Ketika ulangan selesai, Upi mengumpulkan lembar jawaban dengan perasaan lega. Meski cemas, ia merasa telah melakukan yang terbaik. Beberapa hari kemudian, hasil ulangan diumumkan. Jantung Upi berdegup kencang saat Bu Wati membagikan kertas ulangan.

Ketika Upi menerima kertasnya, hatinya melonjak. Nilainya lulus KKM! Senyumnya lebar, dan suasana kelas langsung berubah riuh oleh kegembiraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun