Putin, dari belakang, mengangguk. Matanya serius namun memberikan harapan. “Mungkin kita harus buat sistem pengingat bareng-bareng. Pi, kita bisa catat di kalender atau bikin alarm,” usul Putin dengan suara yang penuh dengan semangat solidaritas.
Esok harinya, suasana di kelas semakin tegang. Tanpa peringatan, Bu Wati masuk membawa setumpuk kertas di tangannya. Wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. "Hari ini, kita akan mengadakan ulangan harian fisika," katanya, mengumumkan tanpa basa-basi.
Semua murid terdiam. Upi, Apip, Fajri, dan Putin langsung menatap satu sama lain dengan tatapan panik. Wajah mereka pucat. Apip menoleh ke arah Upi dengan wajah khawatir. "Kita belum siap sama sekali," bisiknya pelan, jelas-jelas panik.
"Aku pasti gagal," gumam Upi, merasa putus asa.
Fajri yang duduk di depan mereka memutar tubuhnya, menatap Upi dengan penuh rasa cemas. "Kamu nggak belajar, Pi?" tanyanya, meskipun jawabannya sudah jelas.
Putin, yang biasanya tenang, tampak gelisah. Tangannya memegang pensil dengan gemetar. "Aduh, gimana nih? Nggak ada yang tahu soal ini," katanya dengan nada penuh kecemasan.
Saat lembar soal dibagikan, Upi berusaha menenangkan diri meskipun hatinya berdegup kencang. Soal-soal itu tampak sulit, namun masih dalam batas kemampuannya. Apip menepuk pundaknya. "Tenang, Pi. Kita hadapi aja. Yang penting kita berusaha," katanya, memberikan semangat meski ia sendiri tampak sedikit ragu.
Putin menambahkan dari belakang. "Coba kerjakan semampunya dulu, Pi. Kita pasti bisa lewatin ini," ucapnya, suaranya lebih lembut tapi penuh harapan.
Upi mulai mengerjakan soal-soal itu satu per satu, meski otaknya dipenuhi kegelisahan. Dengan bantuan Apip dan Putin yang terus menyemangatinya, akhirnya Upi berhasil menyelesaikan semua soal meskipun dengan sedikit keraguan.
Ketika ulangan selesai, Upi mengumpulkan lembar jawaban dengan perasaan lega. Meski cemas, ia merasa telah melakukan yang terbaik. Beberapa hari kemudian, hasil ulangan diumumkan. Jantung Upi berdegup kencang saat Bu Wati membagikan kertas ulangan.
Ketika Upi menerima kertasnya, hatinya melonjak. Nilainya lulus KKM! Senyumnya lebar, dan suasana kelas langsung berubah riuh oleh kegembiraan.