Pulang dari rumah adikku, kami ke cafe di tepi sawah.Mencari suasana yang nyaman untuk bicara.
Ku pesan dua cangkir kopi dan sedikit gorengan.
"Mengapa dulu kau tak memberitahu aku perihal Juniar?"Zuna membuka kata. Kami duduk bersisian menghadap ke hamparan sawah yang menghijau oleh tanaman padi.
APa yang harus kukatakan? Sejak meninggalkan ibukota, aku sudah memutuskan selesai dengan Zuna. Bertekad menjauh dari masa lalu. Membuka lembaran baru.Meniti jalanku sendiri. Mengapa pula dia datang lagi.
"Dia bertalian darah denganku, bagaimana mungkin aku akan mengabaikannya?"
Aku masih terpaku diam, ku putar-putar perlahan cangkir kopiku, seperti memutar kembali rekaman memori di satu malam bertahun -tahun lalu.Khilaf kami sesaat telah menjungkirbalikkan hidupku.
Hukuman Tuhan atas norma yang ku langgar. Karierku berantakan. Kesakitan bertarung nyawa sehari semalam melahirkan Juniar.Lalu satu tahun kujalani hidup di tempat pengasingan.
Sampai hari ini pun aku tak pernah berhenti memohon ampunan Tuhan, pada setiap helaan nafasku adalah istighfar.
Jika aku memutuskan untuk pergi setelah peristiwa itu,adalah mencegah hal itu tidak terulang kembali, mencegah ku terjerumus lebih dalam ke kubangan dosa.
Karena aku meragukan  diriku sendiri, akankah mampu menahan godaan setan bila kami tetap berdekatan. Sudah jelas bahwa dia memiliki keluarga.Harapan apa yang ku punya?Â
"Bukankah adikku sudah menceritakan semuanya padamu?"ujarku.