" Apa kabar nyonyamu dan si Taruna?" ku alihkan topik dulu lahÂ
Sesaat, dia terdiam, punggung nya disandarkan, pandangan nya mendongak ke langit-langit balkon, menerawang. Mengapa pertanyaan biasa saja tapi susah dijawab? Mengherankan.
"Taruna sudah kuliah di semester akhir sekarang,"
Terdiam lagi.
Aku menunggu dia menjawab pertanyaan ku tentang istrinya. Wanita sederhana yang lembut dan soleh.Yang hampir saja ku sakiti hatinya. Dikiranya aku hanya  teman di komunitas penulis suaminya, seperti teman- teman perempuan Zuna yang lain.
Pernah saat ulang tahun Taruna, Zuna memintaku untuk datang bersama teman-teman yang lain. Sekedar syukuran kecil katanya.
Nyonya rumah menjamu kami dengan sangat ramah. Santun nan anggun. Itu kesanku.
Berhari-hari kemudian,sejak aku bertemu istri dan anak Zuna, aku mulai menyadari satu hal. Setelah melihat bagaimana tutur katanya , penampilannya, sikapnya, dan kulihat dengan jelas bagaimana aurora cerah wajah wanita yang solehah terpancar.
Sungguh aku merasa malu kepada diriku sendiri. Pun malu kepada Tuhan karena telah berbuat dosa. Bagaimana mungkin aku akan merusak tatanan kehidupan wanita lain yang adalah kaumku sendiri.
" Dua tahun yang lalu, Ibunya Taruna meninggalkan aku."Â
Jawaban Zuna membuatku terkejut. Wanita sederhana dan Solehah itu bisa meninggalkan suami dan anaknya?