Mohon tunggu...
Umbu Tagela
Umbu Tagela Mohon Tunggu... Guru - guru

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

TQM Sebagai Upaya Strategik untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan

26 Agustus 2023   07:22 Diperbarui: 26 Agustus 2023   07:29 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

TQM SEBAGAI UPAYA STRATEGIK UNTUK

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Oleh: Umbu Tagela dan Arief Sajiarto

Pengajar di FKIP UKSW Salatiga

                 TQM muncul sebagai akibat persaingan antara Jepang dan Amerika memperebutkan segmen pasa bagi barang-barang produksinya, seperti mobil, elektronik dan barang tehnologi lain.Sebelum tahun 1970-an produksi barang --barang industri Amerika menguasai pasar dunia. Barang-barang industri Jepang pada waktu itu kurang diminati pasar dunia lantaran kualitasnya masih rendah dibanding barang industri produk Amerika. Daya saing yang dikembangkan Jepang untuk ikut merebut pasar dunia adalah harga barangnya murah.

            Akibat fenomena empirik, dimana produk industri Amerika menguasai pasar dunia, mulailah Jepang belajar keras untuk merubah strategi industrinya. Jepang mulai menata kualitas sumber daya manusianya, proses produksi dan fasilitas atau lingkungannya secara sinambung. Akhirnya pada tahun 1970-an barang-barang industri produk Jepang berhasil merajai pasar dunia.  Barang-barang industri produk Amerika dan negara-negara barat yang biasanya memiliki pangsa pasar permanen mengalami penurunan drastis. Akibatnya Amerika mulai menggalakkan aspek pemasaran secara intensif untuk merebut kembali pasar dunia. Upaya ini ternyata tidak berhasil. Amerika terlambat menyadari bahwa untuk menguasai pasar dunia, maka produknya harus memiliki kualitas daya unggul. Berangkat dari pengalaman itulah Amerika mulai membangun komitmennya yang terkenal dengan gerakan total quality. Amerika sadar bahwa untuk merebut pasar dunia harus menghasilkan produk yang berkualitas. Dan untuk menghasilkan kualitas terbaik mesti dilakukan upaya perbaikan secara berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses dan lingkungan, dan cara terbaik untuk melakukan itu semua adalah dengan menerapkan total quality management.

Perbincangan  tentang pendidikan  di Indonesia lebih diwarnai  oleh pemahaman bahwa pendidikan merupakan konsumsi. Atas dasar itu, kemudian kita berbicara tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran sesuai UUD 45. Perbincangan tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran merupakan problem pendidikan yang tidak kunjung berakhir. Sejak jaman penjajahan hingga saat ini, pendidikan berpihak pada the upper class. Kelompok the upper class ini memiliki akses dan kesempatan yang besar atas pendidikan (Havighurst,1972). Mereka memiliki modal ekonomi yang kuat untuk memperoleh pelayanan pendidikan pada sekolah-sekolah bermutu (Illick,1982). Pendidikan menurut kelompok ini tidak sekedar konsumsi tetapi juga merupakan investasi. Sementara kebanyakan masyarakat kita belum menempatkan pendidikan sebagai investasi. Masyarakat kita menginginkan pelayanan pendidikan  yang bermutu dengan biaya yang murah, kalau perlu gratis. Disinilah letak critical point pendidikan kita hingga saat ini (Umbu Tagela,2001).

            Pidato Theodore W. Schultz tahun 1960  di hadapan  The American Economic Assosiation yang berjudul "Investment in Human Capital " merupakan peletak dasar teori human capital. Makna substansial yang terkandung dalam isi pidato itu adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan bukan semata-mata merupakan konsumsi, tetapi juga merupakan suatu investasi. Pada Tahun 1966 Bawman memperkenalkan suatu konsepsi revolusi investasi manusia  dalam pemikiran ekonomi. Gagasan-gagasan tersebut di atas pada waktu itu    sangat  mempengaruhi   pola pikir pemerintah, para perencana, lembaga-lembaga internasional, juga para pendidik di seantero dunia dalam merencanakan dan mengembangkan sumber daya manusia. Akibatnya terjadi ekskalasi permintaan pendidikan  di negara-negara berkembang yang ditandai oleh masalisasi pendidikan yang hingga saat ini masih merupakan salah satu trade mark pendidikan di sebagian besar negara-negara berkembang (Cummings,1980). 

            Pendidikan merupakan entry point bagi pembangunan suatu bangsa. Andaian ini telah dibuktikan oleh Jepang sejak jaman Tokugawa (1600) dan berhasil menyejajarkan Jepang dengan negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis dan Inggris (Cummings,1984). Sebaliknya andaian tersebut di Indonesia kurang dapat diterima akibat pembenaran egositas keilmuan yang bernuansa politik. Pendidikan, ekonomi dan stabilitas ditempatkan pada sumbu lingkaran yang sama, dalam arti; pembangunan bidang pendidikan tidak akan berhasil jika pembangunan ekonomi kurang berhasil. Demikian pula pembangunan ekonomi tidak berhasil jika stabilitas keamanan sebagai prasyarat kurang mantab. Sebaliknya pembangunan ekonomi tidak berhasil jika tidak ditopang dengan ketersediaan sumber daya manusia berkualitas. Demikian pula stabilitas keamanan tidak dapat dicapai jika kondisi ekonomi bangsa terpuruk dan kualitas sumber daya manusianya rendah(Wardiman,1995\0.

            Dalam kerangka pikir seperti itulah ketiga komponen di atas berjalan seiring dalam praktek pembangunan selama ORBA. Namun karena jargon politik ORBA berkiblat pada pembangunan ekonomi maka selama ORBA pembangunan ekonomi menjadi entry point dalam pembangunan nasional. Kondisi obyektif ini akhirnya menghadirkan masalah yang sangat serius setelah munculnya UU.NO.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah khususnya otonomi daerah. Salah satu persoalan utama otonomi daerah adalah sumber daya manusia baik dalam jumlah maupun dalam kualitas (Umbu Tagela,2000). Dalam tautan makna yang sama, Napitupulu (1997) mengatakan tantangan besar yang bakal dihadapi bangsa Indonesia di masa depan adalah : (1). Tantangan yang bersumber dari kehendak kita untuk mencapai keunggulan dalam pembangunan nasional, peningkatan terus menerus pertumbuhan ekonomi dan produktivitas nasional, sehingga mampu memasuki persaingan global,(2). tantangan yang bersumber dari transformasi budaya, yaitu dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, (3). Tantangan yang ditimbulkan oleh gejala globalisasi, gejala di mana batas-batas politik dan ekonomi antar bangsa menjadi samar (borderless world) dan hubungan antar bangsa menjadi lebih transparan, (4).tantangan akibat munculnya kolonialisme baru dalam bentuk kolonialisme ilmu pengetahuan dan tehnologi.

            Keempat tantangan tersebut di atas memiliki hubungan yang signifikan dengan dunia pendidikan, karena bermuara pada tuntutan tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas.

 

PENGERTIAN MUTU PENDIDIKAN

            Kalau kita bicara soal mutu pendidikan, minimal ada empat pandangan yang berkembang untuk memaknainya: (1) mutu pendidikan dipandang berdasarkan kemampuan peserta didik setelah mempelajari suatu materi pelajaran. (2) mutu pendidikan dipandang dari produktivitas keluarannya, yakni pekerjaan yang diperoleh, tingkat gaji dan status, (3) mutu pendidikan dipandang berdasarkan kriteria sosial yang lebih luas (4) mutu pendidikan ditinjau dari komponen pendidikan yang bermutu seperti keadaan guru, sarana prasarana pembelajaran dan manajemen pendidikan. Persoalannya sekarang adalah kita sepakat dulu. Mutu yang kita maksudkan yang mana? Apadulu yang ditata, bagaimana menatanya? dan seterusnya.

Mutu pendidikan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk atau out put, jasa/pelayanan, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Mutu pendidikan perlu ditingkatkan dengan maksud:

Untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat/pelanggan. Artinya segala aktivitas atau proses pendidikan harus dikoordinasikan untuk memberi kepuasan kepada masyarakat/pelanggan. Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan masyarakat/pelanggan diperluas. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh masyarakat/pelanggan. Masyarakat atau Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan masyarakat/pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya biaya, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala aktivitas sekolah harus dikoordinasi untuk memuaskan para masyarakat/pelanggan.

            Mutu yang dihasilkan suatu sekolah sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat/pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasan masyarakat/pelanggan.

Setiap orang dalam organisasi sekolah  mendapat respek dan dianggap sebagai asset organisasi sekolah yang paling bernilai. Dalam sekolah yang kualitasnya favorit, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi sekolah yang paling bernilai. Oleh Karena itu setiap orang dalam organisasi  sekolah  diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pengambil keputusan.

Untuk lebih meningkatkan manajemen yang berdasarkan fakta.

Sekolah favorit berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini.  Pertama, prioritisasi (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu dalam menggunakan data maka dalam manajemen dan tim dalam organisasi  sekolah dapat memumpunkan pelayanannya pada situasi tertentu yang vital.

            Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas yang menggunakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi sekolah. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

Untuk senantiasa melakukan perbaikan secara berkesinambungan.

Agar dapat sukses, setiap sekolah perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

Beberapa factor yang berpengaruh dan perlu dicermati yaitu:

Faktor kepemimpinan

Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak pimpinan dimana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.

Faktor team

Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik supervisor maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing. Supervisor perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi sekolah harus melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.

Faktor deployment

Ada organisasi sekolah yang mengembangkan kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya kedalam seluruh elemen organisasi sekolah ( misalnya operasi promosi, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para guru, karyawan, masyarakat orang tua murid,  karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan,  dan kesadaran.

Faktor harapan yang tidak realistis

Bila hanya mengirim guru/karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami dan membuat para guru/karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing (Richey,1968).

Faktor empowerment

Banyak sekolah yang kurang memahami makna dari pemberian empowerment kepada para guru/karyawan. Mereka mengira bahwa bila guru/karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para guru/karyawan tersebut akan menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, guru/karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu mereka sebenarnya membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.

LANGKAH-LANGKAH KEBERHASILAN PENINGKATAN MUTU

  1. Perencanaan kualitas yang meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang dibutuhkan  untuk memenuhi atau melampaui harapan masyarakat/pelanggan.
  1. Pengendalian kualitas yang meliputi menilai kinerja, membandingkan kinerja dengan tujuan dan kemudian melakukan tindakan.
  1. Perbaikan kualitas yang dilakukan secara on going dan terus menerus.

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEBANGUN SINERGI SEKOLAH 

  1. Pemimpin pendidikan

Sebagai pemimpin pendidikan Kepala Sekolah bertanggungjawab terhadap seluruh aktivitas dan keberdaan sekolah

2.  Manajer pendidikan

      Sebagai manajer, Kepala Sekolah melakukan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan atau motivating, pengawasan dan penilaian bersama tim guru dan komite sekolah.

  1. Supervisor pendidikan

Sebagai Supervisor pendidikan Kepala Sekolah bertanggungjawab melakukan pembinaan terhadap guru, agar mereka meningkatkan kualitasnya dalam proses belajar mengajar.

  1. Administrator pendidikan

Sebagai administrator pendidikan Kepala Sekolah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan administrasi kurikulum, personalia, kesiswaan, keuangan sekolah, sarana prasarana pendidikan dan hubungan masyarakat.

  1. Enterpreneurship yang handal

SDM, proses dan faslitas atau lingkungan kembangkan

MENGEMBANGKAN BUDAYA MUTU DI SEKOLAH

            Budaya mutu adalah suatu sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pemantapan dan perbaikan mutu terus menerus, yang terdiri dari nilai tradisi, prosedur dan harapan-harapan yang mempromosikan mutu.

            Dalam rangka memahami budaya mutu, pertama-tama orang harus memahami konsep budaya organisasi. Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi. Budaya sebuah organisasi adalah manifestasi setiap hari dari nilai dan tradisi yang melandasi organisasi tersebut.Budaya itu menunjukkan bagaimana karyawan dan guru berperilaku saat bekerja, harapan-harapan mereka terhadap sekolah sebagai lembaga dan harapan satu terhadap yang lain, dan apa yang dianggap normal dilihat dari segi bagaimana karyawan atau guru mendekati pekerjaan mereka. Pernakah anda makan di sebuah restoran yang pelayanannya buruk dan karyawannya tidak ramah atau acuh tak acuh ? organisasi tersebut memiliki masalah budaya.menilai pelanggan adalah bukan merupakan bagian dari budaya bagi mereka. Tidak peduli slogan apa atau tipu muslihat apa yang mereka gunakan,perilaku karyawan mereka jelas mengatakan "kami tidak peduli dengan pelanggan."

Sebuah budaya organisasi memiliki unsur-unsur berikut :

lingkungan

Nilai organisasi

Model peran budaya

Tata cara, ritual, dan adat kebasaan organisasional

Penerus budaya

Lingkungan sekolah dimana sebuah organisasi sekolah harus beroperasi adalah penentu penting dari budayanya. Organisasi sekolah yang berorientasi dalam lingkungan masyarakat dengan persaingan ketat yang cepat dan terus menerus berubah mungkin mengembangkan satu budaya yang berorientasi pada perubahan. Organisai sekolah yang berorientasi di pasar yang stabil dimana persaingannya terbatas, mungkin mengembangkan suatu budaya jangan mengguncangkan kapal.

Nilai-nilai organisasi sekolah menggambarkan apa yang oleh organisasi dianggap penting. Kepada nilai-nilai ini sinonim dengan keberhasilan. Konsekwensinya nilai-nilai organisasi sekolah adalah hati dan jiwa dari budayanya.

Model peran budaya adalah karyawan atau guru pada tingkat manapun yang mempersonifikasikan nilai-nilai organisasi. Bila model peran budaya melemah atau mati, model-model tersebut umumnya menjadi legenda dalam organisasi mereka. Sementara kalau tetap aktif, model peran budaya tersebut berfungsi sebagai contoh hidup dari apa yang diinginkan organisasi sekolah menyangkut menjadi apakah karyawan atau gurunya

Tata cara, ritual, dan adat kebiasaan organisasi sekolah mengekspresikan aturan tidak tertulis organisasi tentang bagaimana sesuatu dilaksanakan. Bagaimana karyawan atau guru berpakaian,berinteraksi satu sama lain, dan melakukan pekerjaan mereka, semuanya merupakan bagian dari unsur sebuah budaya organisasi. Tata cara, ritual, dan adat kebiasaan didorong paling efektif oleh tekanan dari rekan kerja.

Para penerus budaya merupakan wahana yang digunakan sebuah budaya organisasi untuk melintasi peralihan generasi karyawan. Selentingan dalam organisasi manapun merupakan penerus budaya, seperti symbol-simbol organisasi sekolah, slogan, dan upacara penghargaan.

Apa yang benar-benar dihargai organisasi akan tampak dalam perilaku karyawan atau gurunya, dan tidak ada sejumlah ucapan manis atau periklanan sebaliknya, yang akan mengubah ini. Jika budaya sebuah organisasi sekolah adalah sistem nilai sebagaimana dimanifestasikan dalam perilaku organisasi, lalu apakah budaya mutu itu? Suatu budaya mutu adalah sistem nilai organisasi sekolah yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pemantapan dan perbaikan mutu pendidikan terus menerus. Itu terdiri dari nilai, tradisi, prosedur, dan harapan-harapan yang memproduksikan mutu.

Bagaimana anda mengenal suatu organisasi sekolah dengan budaya mutu? Sesungguhnya lebih mudah mengenal budaya mutu dari pada mendefenisikannya. Organisasi sekolah  dengan budaya mutu, lepas dari produk atau jasa yang diberikannya, menganut sejumlah karakter bersama.

             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun