Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta yang Mapan

17 Maret 2016   15:11 Diperbarui: 17 Maret 2016   15:44 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tama melangkahkan kaki keluar dari lift, langkahnya gontai mendekati meja security yang sedang berjaga di lantai LG Loading Dock sebuah mall. Dengan pandangan kosong dia memindahkan barang returan di tangan kanannya ke tangan kiri, kemudian memberikan kartu visitor kepada security yang berseragam gagah memakai jas berwarna hitam, kemeja putih dan dasi hitam. Security paling rapih yang pernah ditemui Tama ya security-security di mall daerah Karet itu. Security itu tersenyum dan segera mencarikan KTP yang sudah dititipkan Tama, sementara Tama mengisi jam kepulangan di buku kunjungan yang berada di pos security itu.

“Dari mana, Mbak?” Tanya security itu memecahkan keheningan sambil terus mencarikan KTP Tama.

“Lantai 1” Jawab Tama singkat. Tama melihat tanda pengenal security itu, tertera namanya ‘Daud Tampubolon’. Namun, Tama hanya diam saja seperti tidak punya gairah hidup, walau dia baru saja bertemu dengan orang dari suku yang sama dengannya.

“Ito… Lah, Orang batak rupanya. Tama Siallagan..” Pekik security itu saat membaca nama dan marga Tama di KTP, sepertinya kegirangan saat bertemu sesama Batak. “Aku orang Batak juga…” Katanya sambil mengulurkan tangan ingin bersalaman.

“Oh…” Tama tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan security yang bernama Daud itu dengan lemah, sementara Daud terlalu bersemangat berjabat tangan dengannya.

“Gak kau baca rupanya namaku ini…” Protes Daud dengan logat Bataknya yang kental sambil menunjukkan tanda pengenal di dadanya. “Orang Batak aku…”

“Heheh… Iya, iya…” Akhirnya Tama bisa tertawa sedikit melihat ekspresi Daud yang lucu saat memprotesnya.

“Dari mana?” Tanyanya, sambil membaca KTP Tama.

“Tarutung” Jawab Tama singkat.

“Aku dari Pematangsiantar.” Kata Daud tanpa ditanya. “Bah… Ketemu orang Batak juga aku. Minta dulu nomormu…” Katanya dengan percaya diri sambil memberikan KTP yang jadi pemicu perkenalan mereka.

Tama sedikit mengernyitkan dahi, mentang-mentang sesama orang Batak tapi tidak sebegitu cepatnya juga bertukar nomor HP. Tama merupakan perempuan yang sedikit tertutup untuk masalah laki-laki. Mungkin di umurnya yang sudah 25 tahun, dia baru sekali berpacaran.

“Hei!!! Bisanya khan?” Tanya Daud garang  mengejutkan lamunan Tama, tangannya sudah memegang pulpen untuk mencatat nomor Tama.

“Ya, sudahlah… 0812 5555 XXXX” Kata Tama singkat dan berjalan menjauh.

“Hei… Nanti malam aku telepon ya, Ito…” Jeritnya seperti lupa bahwa dia masih pada jam kerjanya. Sepeetinya dia begitu tertarik pada perempuan Batak pendiam itu.

Tama hanya mengangguk dan berjalan ke arah mobil kantor yang akan segera mengantarkan dia kembali ke kantor.

Di kamar kost-kostannya, Tama terlihat sedang browsing lowongan pekerjaan di sebuah situs pencari lowongan pekerjaan. Walau pun dia sudah memiliki pekerjaan, namun dia tetap mencari yang lebih baik. Karena di pekerjaannya sekarang, Dia harus mengurus outlet-outlet perusahaan tempat dia bekerja sendirian, dan digaji sangat kecil.Tama merasa tidak nyaman dan dia merasa akan mustahil pekerjaan itu membuatnya menjadi wanita yang mapan.

Di kost Tama terlihat sebuah tulisan yang ditempel di dinding, “Mapan dulu baru pacaran!”

“Huft… Belum mapan gini, mana bakalan sempat mikirin jodoh…” Gumamnya pasrah sambil menghempaskan tubuhnya ke kasur.

Tama merupakan perempuan yang cukup aneh. Selain dia pribadi yang tertuttup, dia juga memiliki prinsip yang rumit. Dia tidak akan mau membuka diri pada lelaki mana pun sampai dia mapan secara financial. Padahal, sebagai perempuan tidak seharusnya dia memikirkan hal rumit itu. Tapi itulah Tama.

Handphone Tama berdering, membuyarkan lamunannya yang sudah terlanjur jauh. Tama melirik pelan-pelan layar Handphone-nya tertera nomor baru. Bagi seorang single seperti Tama adalah hal yang jarang terjadi jika Handphonenya berdering. Huft, Tumben… Gumamnya dalam hati.

“Haloo…” Sapa Tama.

“Haloo…” Terdengar suara ceria itu, yang sangat dihapal Tama walau baru sekali bertemu. “Itooo… Apa kabar…”

“Ya… Baik…” Jawab Tama gugup, mungkin karena sudah terlalu lama tidak disapa lelaki.

Mulailah pendekatan itu terjadi walau hanya via telepon. Setiap malam selalu saja hadir menghiasi malam Tama yang dulunya sunyi. Walau pada kenyataannya pembicaraan mereka malah terdengar seperti wartawan sedang mewawancarai narasumbernya. Namun Daud tidak pernah bosan meneleponnya, karena ketertarikan itu sudah ada sejak pertemuan pertama.

Setiap Tama datang ke mall itu untuk memasok barang ke outlet, Tama selalu mengendap-endap untuk menghindar dari lelaki yang dianggap terlalu ceria itu.

“Tama!!!” Teriak pria batak yang memiliki wajah India itu sambil berlari mendekati Tama yang keluar dari lift dan membantu Tama mengangkati barangnya. Tama hanya melengos, tapi Daud tidak peduli. Dia tetap membantu Tama.

“Jahat kali Bos kau…” Kata Daud sambil terus berjalan membantu Tama mengangkat barang returan dari outlet. “Masak perempuan disuruh ngerjain kerjaan ini…”

“Tau tuh… Padahal di kontrak kerja ga ada kayak begini-begini.” Tiba-tiba Tama terbawa emosi sehingga mencurahkan apa yang dia rasakan selama ini.

“Kok, ga protes?” Tanya Daud.

“Gak apa-apa. Ini juga karena butuh, tapi aku cari kerjaan baru lain, kok…” Curhat Tama.

“Tetap semangat Ito.” Kata Daud menyemangati sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil.

“Iya. Makasih, ya…” Kata Tama sambil memperhatikan Daud dari ujung rambut sampai ujung kepala. “Menarik sich, tapi hanya seorang security. Kalau saja aku yang mapan, aku pasti mau sama dia. Tapi ini apa? Aku dan dia sama-sama lemah dan jauh dari kata Mapan” Ucapnya dalam hati.

Di sebuah malam yang diguyur hujan adalah malam yang menguras emosi Tama. Siang tadi dia baru saja bertengkar dengan Bosnya, hal itu memang sering terjadi karena Tama termasuk wanita yang snagat keras, sementara Bos Tama makin lama makin menginjak-injak harga dirinya sebagai karyawan.

Berkali-kali dia menghapus air matanya, namun saat itu juga mengucur airmata yang lain. Matanya yang berkaca-kaca tetap menantang layar handphone di depannya, dia masih saja browsing pekerejaan di internet walau dia sednag menangis, dia berjanji dalam hati agar secepatnya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Ting! Handphone Dama berbunyi, dia mendapatkan sebuah pesan baru dan ternyata dari Daud, lelaki yang dianggapnya terlalu ceria itu.

“Tama.. Aku suka kamu”

Tama mengernyitkan dahi dan tersenyum sinis. Hatinya ingin berteriak. Dia tertarik, namun masak dia harus berpacaran dengan pria yang hanya berstatus security. Seketika sisi jahat Tama muncul.

“Tuhan… Kamu gimana sich?” Tangis Tama. “Tidak pernah Kau dekatkan aku pada hal-hal yang baik. Selalu saja hal remeh yang Kau dekatkan.” Tangisnya makin menjadi-jadi. “Pekerjaan yang sepele ini, tamat kuliah merantau malah begini, perjalanan yang terlalu rumit ini, dan saat aku tidak minta untuk disukai lelaki, Engkau malah memberikan lelaki yang sama lemahnya dengan aku… Hiks…” Tama mengusap pipinya yang basah dan kemudian langsung mengetik SMS balasan untuk Daud.

“Jangan hubungi aku lagi”

Seminggu setelah SMS itu Daud tidak pernah lagi menghubungi Tama. Awalnya Tama merasa tidak bersalah. Namun, lambat laun dia merasa seperti kehilangan sesuatu yang pernah menjadi kegiatan rutinnya yaitu mengangkat telepon Daud dengan wajah cemberut.

Tama melangkahkan kaki ke Loading dock saat ingin mengirim barang ke outlet di mall tempat Daud bekerja itu. Namun, dia tidak mengendap-endap lagi, malah matanya memperhatikan tiap sudut keberadaan Daud. Tiba-tiba terdengar suara dari belakang Tama…

“Daud… Itu khan perempuan yang kau sukai itu…” Kata seorang teman Daud.

Tama segera menoleh dan ternyata Daud dan temannya sedang berjalan di belakangnya. Daud melengos, tak mau melihat Tama.

“Sudahlah, Lae… Aku ini hanya seorang security…” Katanya pelan. “Mungkin dia pikir security seperti kita ga punya masa depan…Padahalkan lebih baik kehilangan masa muda, daripada kehilangan masa depan.” Kata Daud menarik tangan temannya meninggalkan Tama sendirian. Seketika itu juga Tama merasa bersalah lebih dari puluhan kali dari sebelumnya. Langkahnya gontai sambil mengangkat barang-barangnya sendirian.

Setelah urusan di outlet, Tama segera melangkah dengan penuh semangat menuju lanta LG dan berharap bertemu Daud lagi. Tapi ternyata yang dicarinya tidak ada, yang berjaga di pos adalah temannya yang lain.

“Uuummm… Maaf. Daud dimana ya?” tanyanya pelan.

“Oh… Dia tadi permisi, dia lagi UTS di kampusnya” Jawab temannya yang tidak tahu apa-apa.

“Dia kuliah?” Tanya Tama ragu.

“Iya. Katanya dia harus kuliah, supaya bisa cari pekerjaan yang lebih mapan lagi.” Jelas teman Daud dengan logat Jawa sambil memberikan KTP Tama kembali.

“Oh…” Tama tertegun. “Ternyata dia sama berusahanya seperti aku…” Gumam Tama sambil berlalu tanpa permisi.

Saat dia sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil, handphonenya berbunyi. Ternyata dia mendapatkan sebuah email panggilan untuk interview dari perusahaan besar dan ternama.

“Ya, Tuhan… Mudah-mudahan saja…” Gumam Tama sambil memeluk  handphonenya.

Sebulan kemudian, Tama memasuki area loading dock mall itu untuk sekian kalinya. Bukan untuk mengirim barang, stock opname atau meretur barang lagi karena dia sudah tidak bekerja di perusahaan yang dulu. Kedatangan Tama hanyalah untuk bertemu dengan Daud, pria yang dianggapnya terlalu ceria dan bermasa depan cerah itu.

Tama kini berpakaian lebih rapi dan lebih wanita kantoran. Dia tersenyum gembira karena pada saat itu yang sedang berjaga di pos adalah Daud.

“Hai, Ito… Nga boha kabarmu (Apa kabarmu)?” Tanyanya ceria.

Daud terkejut melihat kehadiran Tama yang telah lama tidak mengunjungi mall itu untuk mengantar barang, namun tiba-tiba Daud melengos mengingat betapa kesalnya dia pada perempuan di hadapannya itu.

“Kau masih marah?” Tanya Tama sambil mendekatkan wajahnya pada Daud.

“Kenapa?”

“Aku minta maaf. Aku salah.” Kata Tama menunduk.

“Ya, sudah… Pulanglah…” Kata Daud kesal.

“ Hei. Kok kamu begitu sich” Tama terlihat sedih. “Padahal aku sudah mendapatkan pekerjaan baru, dan ingin memberitakan kabar bahagia ini sama kamu. Khan, kemarin-kemarin kamu yang menyemangati aku…” Kata Tama yakin.

“Oh… Gak penting banget…” Ucap Daud acuh tak acuh.

“Kenapa?” Tanya Tama berkaca-kaca. “Kalau aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan, aku ingin balik menyemangati kamu supaya cepat kuliahnya…” Bujuk Tama sebagai bentuk permintaan maafnya.

Daud seperti berpikir keras, dan dia menyadari bahwa Tama betul-betul tulus memintamaaf. Daud memandangi Tama senti demi senti. “Tidak mungkin gadis sepolos ini memiliki sifat sombong, dia hanya sedikit tertutup saja mengenai kehidupan pribadinya…” Daud tersenyum tipis.

“Eits… Tapi kita berteman dulu. Tunggu selesai dulu kau kuliah baru aku pikirkan SMS yang kemarin…” Tawar Tama sambil tertawa, mengundang Daud ikut tertawa. Tama mengulurkan tangannya sebagai tanda pertemanan mereka menyatu kembali. Kini dia menyalam Daud lebih erat dari sebelumnya.

“Eh… Natal nanti kita sama-sama pulang kampung, ya…” Ajak Daud tidak melepas jabatan tangannya.

“Aduh duh… Iya-iya….” Tama menahan sakit tangannya yang dijabat erat. Namun tawa mereka tetap terdengar di loading dock. Sepertinya mereka berdua memang sama-sama tertarik. Mungkin saat Daud menyelesaikan kuliahnya, Tama akan menggenapi janjinya.

***

 

 Kemang, 17 Maret 2016

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun