MENYIKAPI GURU GEMBUL ;
MENGAPA TUHAN TIDAK BISA TOTAL DI LOGIKA ?
Apakah harus berarti persoalan ketuhanan tidak masuk akal atau tidak ilmiah ?
Analoginya seperti ini ;
Nelayan sudah biasa memakai alat penangkap ikan semisal jaring pukat ketika mereka mencari ikan di laut.
Nah apakah alat tersebut  dapat menangkap keseluruhan ikan yang ada di laut ? Ya pasti tidak.Yang dapat mereka tangkap hanyalah sebagian kecil dari ikan yang ada di lautan.Tapi walau tidak bisa menangkap sebagian besar ikan di laut itu tidak membuat status jaring pukat sebagai alat pencari ikan di laut lenyap
Nah apa karena alat penangkap ikan itu tidak bisa menangkap keseluruhan ikan dilaut atau sebagian besarnya maka alat itu tak perlu di pakai menangkap ikan ?
Ya tentu sebagian nelayan masih akan menggunakan alat tersebut walau yang didapat hanya sebagian kecil dari ikan yang ada di laut
Begitu juga dengan akal ketika berhadapan dengan persoalan ketuhanan-keagamaan, ia berhadapan dengan persoalan yang tidak bisa seutuhnya-seluruhnya-100 persen di logika kan atau di rekonstruksi dengan cara berpikir akali.
Dan karenanya ateis sering menganggap agama "tak masuk akal".Itu karena ateis sering berpikir statis-kaku,kalau tak bisa menjelaskan Tuhan-agama keseluruhannya seperti manusia yang full 100 persen bisa menjelaskan mesin buatannya maka agama harus dianggap "tak masuk akal" katanya
Sebenarnya seperti tugas jaring pukat itu bukan menangkap keseluruhan ikan maka demikian pula tugas akal dalam wilayah agama itu terbatas dan dibatasi itu karena karakter akal manusia yang adalah terbatas.Maka itu dalam agama ada wahyu sebagai penjelasan atas sesuatu yang tidak bisa ditemukan oleh akal.Misal soal apa yang akan terjadi sesudah mati,apakah alam diciptakan,apakah alam akan mengalami akhir dlsb. itu hanya bisa di wahyukan-tak bisa dengan jalan mengolah akal
Apa karena tidak bisa merasionalkan atau meng ilmiahkan Tuhan serta agama secara keseluruhannya seperti merasionalkan sebuah teknologi mesin  lalu vonis Tuhan tidak masuk akal ?
Sampai level tertentu akal bisa memahami persoalan ketuhanan-agama, itu benar.Kalau tak percaya silahkan buka buku buku agama termasuk buku buku ilmu teologi.Disana dihimpun beragam argument rasional masalah keagamaan termasuk ketuhanan dari berbagai pemikir di sepanjang zamanÂ
Tapi menganggap Tuhan full harus bisa di logika atau :di ilmiahkan" itu sama dengan melenyapkan sifat Tuhan sebagai maha gaib serta maha tak terbatas.Ciri maha gaib dan maha tak terbatas adalah TAK ADA ORANG YANG BISA MENGETAHUI TUHAN FULL SECARA 100 PERSEN
Nelayan pake alat penangkap ikan ketika mencari ikan dilaut,Nah apakah alat tsb dapat menangkap ikan keseluruhannya ? Tapi nelayan terima kenyataan tsb karena faham keterbatasan alat yang dimilikinya.Nah kalau akal tak bisa menjelaskan Tuhan-persoalan agama full 100 persen kita juga maklum karena akal terbatas
Jadi menganggap segala suatu dari Tuhan-agama harus full seutuhnya bisa di ilmiahkan dalam arti di rasionalkan atau direkonstruksi memakai cara berpikir akali = melenyapkan sifat Tuhan sebagai yang maha gaib
Jadi kalau ada yang bertanya ;
Apakah Tuhan-agama-akidah bisa di ilmiahkan ?
Jawabnya ; SAMPAI LEVEL TERTENTU BISA,dan itu ada buktinya.Tapi kalau menuntut full 100 persen harus bisa di ilmiahkan atau direkonstruksi secara akali maka itu akan melenyapkan sifat Tuhan  dan menganggap Tuhan seperti mesin buatan manusia yang 100 persen bisa diterangkan secara ilmiah mekanisme nya
Intinya bila ingin memahami persoalan ketuhanan-keagamaan sebelum bertanya "apakah bisa di ilmiahkan" maka sebaiknya bercermin dan introspeksi diri dulu bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas mana bisa kita full mengilmiahkan Tuhan secara 100 persen kecuali sebatas yang manusia bisa
...........
Artikel ke 2
REKONSTRUKSI PERDEBATAN M.N DENGAN G.GÂ
Perdebatan seperti ini sebenarnya bukan mempermasalahkan substansi agama sebagai kebenaran karena bukan terjadi antara teis vs ateis tapi BAGAIMANA CARA MEMAHAMI INTISARI AGAMA (SEPERTI AKIDAH) SECARA ILMIAH.Jadi perdebatan sebenarnya terjadi pada level teknis cara memahami.Tapi yang lalu menjadi persoalan substansial disini adalah pada konsep-alat yang dipakai untuk memahaminya tersebut
Inilah intisari perdebatan MN vs GG yang tengah viral di group debat
Seperti kita tahu salah satu fungsi ilmu adalah alat rekonstruksi segala macam persoalan,tapi ilmu yang digunakan untuk merekonstruksi persoalan tertentu itu harus yang tepat-sesuai dengan obyek-harus pada tempatnya-mesti kompatibel
Contoh,ketika kita ingin rekonstruksi beragam persoalan yang ada dalam sains semisal perbedaan antara teori dengan fakta dan hukum,perbedaan antara energi dengan materi,perbedaan antara hukum Newton dengan hukum relatifitas serta mekanika kuantum,maka untuk menyelesaikannya orang menggunakan metode ilmiah yang tepat yang biasa digunakan dalam sains-ilmu fisika.
Dan tak bisa misal rekonstruksi ilmu ilmu fisika-material dengan menggunakan konsep ilmu yang biasa digunakan untuk merekonstruksi persoalan metafisika semisal konsep ilmu logika murni atau ilmu hikmat (dalam agama).Dalam dunia ilmu fisika-materi konsep baku yang digunakan adalah metode empiris karena visi misi yang diemban adalah mencari kebenaran empirik
Beda dengan dalam agama,visi misinya bukan semata mencari kebenaran empiris tapi utamanya adalah kebenaran metafisis.Jadi alat rekonstruksinya tak bisa semata melulu secara tunggal harus menggunakan metode ilmu fisika
Ilmu pengetahuan itu memiliki beragam bentuk dan ilmu tertentu  mendeskripsikan atau mengelola obyek tertentu.Tak bisa satu model ilmu atau metode keilmuan tertentu digeneralisir harus digunakan sama untuk keseluruhan obyek-persoalan,itu sudah mindset yang keliru
Maka memaksakan satu model atau metode keilmuan fisika untuk digunakan merekonstruksi atau mengelola persoalan persoalan metafisika semisal persoalan akidah itu sudah menunjukkan ketidak fahaman dalam teknis-cara memahami agama secara ilmiah-sesuai prinsip ilmu pengetahuan
Jadi intinya,sebelum perdebatan MN dan GG dimulai mestinya orang faham dulu dari dasar apa itu ilmu pengetahuan dalam artian menyeluruh.Bahwa karena obyek ilmu itu multi dimensi,Intinya ada yang bersifat fisik dan metafisik,maka konsekuensinya akan ada ilmu fisika dan metafisika,lalu akan ada metode ilmu fisika dan metode ilmu metafisika.
Dan karena makna "ilmiah" berasal dari akar kata "ilmu" maka jangan canggung menggunakan istilah tsb secara holistik dan fleksibel di dunia fisika maupun metafisika.Jangan secara kaku hanya memparalelkannya dengan ilmu serta metode ilmu fisika
Maka orang mengenal metode empiris sebagai metode baku ilmu fisika dan metode rasional sebagai salah satu metode yang umum gunakan dalam menggumuli persoalan metafisika
Maka clas,pertentangan,konsleting termasuk diantara sesama orang beragama akan terjadi ketika satu fihak mewacanakan menggunakan konsep-cara pandang-metode ilmu fisika untuk digunakan merekonstruksi persoalan agama apalagi yang inti semisal akidah
Padahal yang namanya akidah itu jalan untuk menggapainya kalau secara individu itu beragam-bisa melalui beragam cara atau pengalaman yang berbeda tapi secara konsep keilmuan itu dalam agama. Ada yang namanya ilmu akidah yang untuk membangunanya tentu tidak melulu berdasar input inderawi tapi fungsi akal budi (dan otoritas akal) juga mesti di optimalkan disamping bimbingan melalui wahyu apa yang tidak bisa digapai oleh indera maupun akal
Jadi sebelum berhadapan dengan orang orang dengan type pemikiran seperti G.G ini maka kita harus cecar dulu pemahaman pemahamannya yang bersifat mendasar terhadap apa itu ilmu dan metode ilmu serta obyek ilmu.Supaya cara berpikirnya terhadap ilmu pengetahuan bisa lebih konstruktif-tidak meniru secara mentah "konsep ilmu versi materialist" yang memang tidak cocok kalau digunakan untuk merekonstruksi atau mengelola  persoalan metafisika semisal persoalan akidah
.......
Artikel ke 3
TERKUNGKUNG DOGMA MATERIALISM (?)Â
Ada banyak orang yang masih terjebak oleh dogma materialist tentang konsep ilmu-bahwa yang namanya ilmu dipandang hanya konsep yang beroperasi di dunia fisik-materi sebagaimana yang menjadi obyek sains
Sangat disayangkan kalau misal yang masih terkungkung itu orang orang level akademisi.Memang world view yang dibangun materialist saat ini seolah tengah menguasai dunia tapi orang beriman pun mesti waspada karena jangan jangan itu gambaran akhir zaman sebagaimana nubuat hadits, saat dimana si mata satu diberi peran menguasai dunia sebelum dihancurkan secara total
Padahal manusia diberi indera serta akal budi itu agar bisa berpikir holistik-multi dimensi ; bisa menangkap apa yang dapat di indera dan juga bisa mendalami apa YANG TIDAK BISA DIALAMI ATAU DILUAR TANGKAPAN INDERA alias bermata dua.Sedang konsep materialist hanya mengarahkan manusia kepada menjadi bermata satu karena fokus dan awas nya hanya kepada dunia fisik-materi.Si mata satu yang menurut nubuat nabi akan menjadi antagonis terbesar agama sebelum dihancurkan total saat turunnya Isa al masih.(Saat setelah turunnya Isa pikiran manusia akan terbukakan bahwa ada entitas non fisik dibalik yang fisik)
Semisal ketika manusia memikirkan apa makna serta hakikat kehidupan,Darimana kehidupan berasal,Apakah alam diciptakan,Akan bagaimana setelah mati,Pertanyaan tentang desainer alam dlsb itu semua menuntut akal budi yang berpikir karena itu semua persoalan keilmuan yang tidak bisa di empiriskan atau sudah ada diluar wilayah pengalaman indera.Tapi itulah yang menjadi kelebihan manusia dibanding makhluk lain seperti hewan.Manusia dituntut untuk menggunakan cara berpikir akal budi bukan semata cara berpikir empiris yang bergantung mutlak pada input inderawi
Yang lebih gila dari orang terpapar materialism adalah persoalan Tuhan pun mesti dibuktikan secara empirik ! Padahal dalam agama jelas ada petunjuk bagaimana cara memahami Tuhan yang bukan untuk dilihat karena bukan wujud fisik-materi dan karenanya potensi akal budi mesti digunakan dalam upaya memahaminya minimal pada level awal
Mengapa harus akal disamping indera ? Ya logis lah karena yang ditemui-dialami dan dipikirkan oleh semua manusia dlm kehidupannya itu bukan melulu hal yang serba bersifat fisik-materi
Sebab itu wajar kalau akal memiliki nilai lebih dan punya otoritas untuk membentuk atau merumuskan atau menentukan sesuatu sebagai kebenaran tanpa mutlak bergantung pada input inderawi yang terbatas itu.Tapi dalam filosofi materialisme otoritas akal untuk membentuk kebenaran diluar pembuktian langsung secara empirik itu tidak di akui
Padahal akal adalah peralatan untuk mencari ilmu,Tapi dalam konsep materialism akal dibikin menjadi hamba sahaya pelayan dunia indera,Akal tidak diberi otoritas untuk mengkonsep sendiri kebenaran berdasar cara berpikir akal. Maka dalam materialisme konsep ilmu mutlak mesti bergantung pada input serta verifikasi inderawiÂ
Dalam metafisika-dunia agama akal diberi otoritas untuk membentuk konsep kebenaran tersendiri tanpa mutlak mesti bergantung pada input indera.Maka dalam metafisika kita mengenal konsep "kebenaran rasional".Mengapa ada konsep kebenaran rasional ?
Ya itu karena dalam metafisika-dunia agama,manusia mulai berhadapan dengan persoalan keilmuan yang lebih kompleks-mulai memikirkan hal hal yang sudah diluar pengalaman langsung dunia indera seperti saya sebut diatas.Ya logis lah kalau sudah nerhadapan dengan persoalan persoalan non fisik-non empris manusia mulai meninggalkan cara berpikir empirik yang mutlak bergantung pada input inderawi
Realitas itu multi dimensi,tidak semua dapat dialami secara indera maka itu manusia diberi akal sebagai pelapis keterbatasan indera sebagai bekal baginya untuk mengelabirasi beragam persoalan yang sudah bersifat metafisik yang jauh lebih kompleks ketimbang persoalan dunia fisika
.................
Artikel ke 4
KEBERADAAN TUHAN BAGAIMANA MENJELASKANNYA SECARA RASIO ?Â
Itulah pertanyaan seseorang yang bisa menjadi boomerang baginya bila ia merasa memiliki akal.Menurutnya akal atau rasionalitas itu untuk mengelola dunia fisik semisal mengorganisasikan ilmu pengetahuan tentang alam seperti membuat pengelompokkan planet planetÂ
(Terus hal non fisik-diluar dimensi fisik tidak boleh di elaborasi dengan akal ? Atau,Apa alasannya sehingga akal tak boleh menggumuli persoalan metafisik?)
Baik kita mulai dari dasar ;
Semua manusia diberi potensi akal,Tapi tidak semua bisa memanfaatkannya secara maksimal.Orang yang berprinsip "realitas adalah sebatas pengalaman indera" atau "tak ada realitas diluar pengalaman indera" maka otomatis akalnya akan tersandera di dunia fisik dan sulit mengelaborasi persoalan metafisika yang diluar dimensi fsik
Akal dengan indera itu berbeda baik wujud,kedudukan  maupun fungsi nya.Dalam agama kedudukan akal diatas indera karena dalam persoalan metafisika akal memiliki otoritas untuk merumuskan kebenaran tanpa mutlak mesti bergantung pada input inderawi yang terbatas
Dalam penjelasan kitab suci,Alqur an khususnya, sangat ditekankan kewajiban menggunakan akal bahkan ancaman bagi yang tak mau menggunakan akalnya.Dan manusia kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas akal yang diberikan kepadanya. Dan binatang tidak akan diadili karena mereka tidak dikaruniai akal
Jadi dengan akal itulah manusia akan dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,yang baik dan buruk maka itu manusia kelak diadili.Termasuk ketika tidak mau mengimani keberadaan Tuhan padahal dengan akalnya manusia diberi potensi untuk memahami persoalan ketuhanan pada level yang sesuai dengan fitrah akal tentunya.Tuhan tidak akan menuntut manusia hal yang akalnya sulit memahami
BAGAIMANA MEMAHAMI TUHAN DENGAN RASIO ?Â
Sebenarnya,untuk menunjukkan contohnya (bahwa akal bisa memahami soal ketuhanan-sesuai level akal) itu ada banyak bahkan di berbagai zaman.Dalam kitab suci ada gambaran nabi Ibrahim yang dengan logika akalnya terbimbing memahami keberadaan Tuhan.Itu di zaman dulu ketika peradaban ilmu masih sederhana.Di zaman ini ketika peradaban ilmu jauh lebih canggih wajar bila argument ketuhanan jauh lebih canggih
Buktinya adalah dunia filsafat,Dari dunia filsafat lahir orang orang yang dengan akalnya bisa mengelaborasi persoalan ketuhanan dengan argument lebih smart semisal Aristoteles,Thomas aquinas dan para teolog lain,belum lagi para filosof dari kalangan muslim.
Lahirnya disiplin ilmu teologi yang didalamnya menghimpun beragam argument ketuhanan adalah bukti bahwa akal manusia sampai level tertentu bisa memahami keberadaan Tuhan (secara akali)
Mereka bisa melogikakan atau merekonstruksi persoalan ketuhanan dengan  beragam argument logika tapi tentu tidak sampai kepada menunjuk SIAPA TUHAN ITU karena untuk menunjuk siapa Tuhan itu perlu eksistensi dari Tuhan sendiri melalui utusanNya. Argument teologis yang dibangun dalam filsafat bukan untuk menunjukkan "siapa Tuhan" tapi untuk menunjukkan bahwa akal manusia bila dipakai sebenarnya akan bisa mengelaborasi persoalan ketuhanan secara ilmiah dalam arti menurut cara berpikir yang tertata-terstruktur-sistenatis-konstruktif
Bagaimana dengan orang yang sulit memahami Tuhan walau ia telah diberi akal ?
Bisa jadi karena sebelumnya ia telah terkontaminasi oleh filosofi-cara pandang tertentu misal materialisme yang menganggap yang ada hanya substansi materi dan Tuhan yang substansinya bukan materi tak diakui.Dengan memegang teguh filosofi materialism otomatis akalnya juga terhijab atau terhalang untuk bisa mengelaborasi persoalan yang sudah diluar substansi materi seperti masalah ketuhanan
Jadi bila anda ingin pure menggunakan akal secara murni-pure reason tanpa dihalangi atau dijegal prinsip materialism- empirism,positivism maka syaratnya ;
1.Fahami bahwa realitas itu terdiri dari dua dimensi ; dimensi fisik-materi yang bisa dialami indera dan non fisik yang tidak bisa ditangkap atau dialami indera
2.fahami fungsi semua alat berpikir yg ada dlm diri manusia.Dunia indera untuk menangkap realitas fisik-materi dan akal untuk memahami hal yang sudah berada diluar pengalaman indera
......................
Artikel ke 5
MENDALAMI SESUATU YANG DI FRAME SEBAGAI "DOGMA"
Istilah "dogma" adalah sebuah frame yang dibuat oleh manusia dan bila mengacu pada definisi KBBI maka istilah tersebut biasa manusia pakai atau tujukan untuk mem frame misal kepercayaan tertentu, agama,ideologi,adat istiadat, mistisme, budaya,mazhab filsafat bahkan hingga teori sains tertentu yang belum terbukti secara empiris tapi oleh sebagian pihak dipercaya kebenarannya
Apa isi dari sesuatu yang manusia frame sebagai dogma ? Itu sebenarnya mesti kita analisa dulu secara seksama,Betulkah "mesti diterima sebagai kebenaran bahkan tanpa mesti dipikirkan secara mendalam" ? Atau manusia yang tak mau mendalaminya lalu memframe nya sebagai "mesti diterima bahkan tanpa harus dipikirkan" (?)
Kalau misal bercermin pada Tuhannya para nabi maka (silahkan baca kitabnya) Ia terang menyuruh manusia berpikir menggunakan akal budinya,termasuk dalam mendalami isi kitab,Bahkan ancaman keras buat yang tak mau menggunakan akal,Tapi ajarannya bisa sampai di frame sebagai "dogma" dan lalu dipertentangkan dengan prinsip ilmiah (?) .. Ini Tuhan yang salah atau manusia yang tidak mau mendalaminya ?
Terus memframe agama wahyu sebagai "tidak ilmiah" tapi acuan "ilmiah" yang ia pakai adalah pemahaman menurut prinsip -konsep-cara pandang empirisme, materialisme,positivisme (??) ..Tentu saja pasti bakal terjadi miskonsepsi-kesalah fahaman
Karena Tuhan menurunkan agama itu sebenarnya sekaligus dengan PANDUAN ILMU PENGETAHUAN untuk memahaminya. Kalau lalu agama dilihat, dinilai,diukur,dianalisa secara tunggal melulu selalu dengan menggunakan panduan keilmuan yang lain semisal panduan ilmu fisika-ilmu materi yang asasnya empirisme tentu saja yang akan terjadi adalah framing agama sebagai "dogma yang tidak ilmiah" karena seolah musti diterima walau tidak difahami
Bayangkan, meneropong,menganalisa, merumuskan agama tapi dengan pake standar acuan ilmu fisika-ilmu dunia material yang berbasis empirisme bagaimana bisa melahirkan pemahaman berdasar ilmu pengetahuan yang dimaksud kitab (?) ...
Ilmu pengetahuan yang menjadi pemandu agar manusia memahami kitab tentu BUKAN ILMU PENGETAHUAN BERBASIS PRINSIP EMPIRISME seperti yang dipake sebagai acuan dalam sains tapi ilmu pengetahuan berbasis metafisis karena kebenaran yang hendak diungkap agama bukan semata kebenaran empiris tapi utamanya kebenaran metafisis
Apasaja kebenaran metafisis yang mau diungkap agama wahyu ? Selain bentuk kebenaran yang memerlukan keterampilan akal budi berpikir sistematis (kebenaran berbasis akali-cara berpikir rasional) hal lebih lebih dalam lagi misal bicara apa itu makna serta hakikat terdalam dari segala suatu yang masalah seperti ini tentu tidak ada ditemukan dalam bahasan sains
Ibarat upaya memahami teknologi sebuah produk otomotif tapi buku panduan yang dipake adalah petunjuk penggunaan teknologi lain. Semua hal ada buku panduannya.Bahkan ideologi yang dibuat manusia pun ada buku panduannya terlepas orang mau menerima atau tidak,atau dipandang salah atau benar.Tapi buku panduan itulah pedoman untuk memahaminya
Sekarang bayangkan upaya pemahaman terhadap agama wahyu tapi buku panduan atau standar pemahaman yang dipake adalah sesuatu yang diluar agama misal pemahaman versi ateisme atau cara pandang materialisme atau versi ilmu fisika-ilmu empiris ya wajar bakal terjadi stigma stigma negatif terhadap agama yang sebenarnya tidak sesuai dengan buku panduannya
Contoh ; Menurut buku panduannya untuk memahami agama mesti pake analisa akal budi,analisa batiniah-nurani.Tapi karena fihak luar tidak mau menggunakan cara seperti itu lalu fihak luar tersebut stigma agama sebagai "musti diterima sebagai kebenaran walau tidak difahami secara ilmiah" .. lha padahal ia tak faham agama karena tak mau mendalami berdasar buku panduannya
Dan ingat di dunia ini pandangan terhadap agama termasuk agama wahyu itu beragam-plural,Ada versi kaum beragama itu sendiri,ada versi liberalis,ada versi sekuleris,ada versi orientalist,ada versi ateistik,ada versi materialist,ada versi agama lain dlsb.Pantaskah cara pandang-pemahaman terhadap agama melulu selalu menggunakan standar pemahaman fihak diluar agama ?
Jadi manusia memframing sesuatu sebagai dogma kadang bisa karena ia faham tapi kadang karena tidak faham atau kadang karena cenderung ingin menyangkalnya atau karena tak mau mendalaminya
Tuhan menyuruh manusia menggunakan akal pikiran untuk memahami ajarannya lantas ajarannya di frame sebagai dogma oleh manusia,Sekarang sebagai bahan perbandingan ; Penguasa Sovyet-Korea utara membuat ideologi dan tak meminta ideologinya tersebut untuk misal dielaborasi dengan menggunakan prinsip akalbudi-hati nurani malah yang melawannya mesti bersiap untuk dihukum mati
Dan mesti waspada di zaman yang dianggap serba ilmiah ini banyak orang yang mudah frame sesuatu sebagai dogma bisa sebenarnya karena ia tak faham atau menyangkalnya atau melihatnya dengan kacamata-cara pandang yang tidak tepat.Maka kita harus belajar kritis untuk analisa secara mendalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H