BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Lahirnya pancasila sebagai dasar negara mengawali kehidupan Indonesia di masa mendatang. Pancasila merupakan tiang penyangga kekokohan dari negara kesatuan republik Indonesia yang menyatukan setiap warga negara yang berbeda suku, ras dan agama. Pancasila juga sebagai lentera bagi Indonesia ke jalan yang yang lebih baik dari pengamalan nilai-nilai pada setiap silanya.
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental.
Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Sila kedua pancasila telah mengakui persamaan derajat, kewajiban antara sesama manusia sebagai asas kebersamaan bangsa Indonesia, dan hak. Nilai yang terkandung didalamnya yaitu nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia menjadi cermin bahwa pengamalan nilai pancasila masih minim dilakukan. Penyebab dari kasus itu sendiri adalah rendahnya kesadaran diri dan kurangnya sifat pancasilais.
Dengan demikian sila kedua pancasila yang mengandung nilai kemanusiaan harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar mampu menegakkan dan juga memelihara kebersamaan yang dinamis dan selalu mengarah pada kemantapan yang telah disempurnakan. Â Merupakan bentuk kesadaran manusia terhadap potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma kebudayaan pada umumnya. Â
- RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana pengamalan nilai pancasila yang terkandung di dalam sila kedua?
- Apa contoh masalah yang menyimpang dari nilai pancasila di dalam sila kedua?
- Apa hukuman bagi pelaku yang melanggar nilai kemanusiaan?
- Apa dampak dari kekerasan terhadap anak yang merupakan penyimpangan nilai kemanusiaan?
- TUJUAN
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
- Untuk mengetahui tentang pengamalan nilai-nilai pancasila
- Untuk mengetahui contoh masalah di Indonesia yang menyimpang dari nilai pancasila
- Untuk mengetahui bagaimana pancasila menyikapi masalah yang ada di Indonesia
- Untuk mengetahui apa dampak dari kekerasan terhadap anak
Â
BAB II
PEMBAHASAN
Â
- PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
Â
Pancasila merupakan acuan utama bagi pembentukan hukum nasional, kegiatan penyelenggaraan negara, partisipasi warga negara dan pergaulan antar warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjiwai seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara.
Seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolok ukur tentang baik/buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan, tingkah laku bangsa Indonesia (kepribadian bangsa).
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna, bermanfaat, benar dan baik bagi kehidupan umat manusia.
Menurut Prof. Notonagoro, nilai dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
- Nilai material : berupa benda untuk memenuhi kebutuhan material
- Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi hidup manusia untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas
- Nilai kerohanian : berguna bagi rohani manusia
- Nilai kenyataan (kebenaran) : bersumber pada akal manusia
- Nilai keindahan (estetika) : bersumber pada rasa manusia
- Nilai kebaikan (moral) : kehendak/kemauan manusia
- Nilai religius (ketuhanan) : kepercayaan/keyakinan manusia, tertinggi dan mutlak
Â
Dari yang dapat kita ketahui diatas pancasila memiliki nilai-nilai yang positif didalamnya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila:
- Nilai Ketuhanan, mengandung arti pengakuan dan keyakinan terhadap Tuhan YME sebagai pencipta alam semesta
- Nilai Kemanusiaan, mengandung arti kesadaran akan sikap/perilaku sesuai dengan nilai moral dan penghormatan HAM
- Nilai Persatuan, mengandung arti kesadaran untuk membina persatuan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika
- Nilai Kerakyatan, mengandung arti mengembangkan musyawarah mufakat dan nilai-nilai demokrasi.
5. Nilai Keadilan, mengandung arti kesadaran bersama mewujudkan keadilan bagi diri dan sesama manusia.
Maka dari itulah pancasila dijadikan dasar negara supaya Indonesia menjadi negara yang tertata.
Â
- NILAI KEMANUSIAAN
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Manusia diberlakukan sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya, hak, dan kewajiban asasinya.
Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradap terhadapnya. Sila ini menjamin diakui dan diperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama haknya dan kewajiban-kewajiban azasinya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, dan keparcayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling ,mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa serta sikap tidak terhadap orang lain. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan. Manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Akan tetapi, penyimpangan dan pelanggaran tetap terjadi. Terutama terhadap nilai kemanusiaan yang dianut pada sila kedua pancasila. Salah satu contoh kasus yang menjadi polemik di negara Indonesia adalah terjadinya kekerasan pada anak. Ini adalah alarm bahwa nilai pancasila belum di amalkan dengan matang. Sehingga hal ini terjadi berulang dan menjadi contoh yang buruk di tanah air.
Â
Â
Â
- KASUS PELANGGARAN KEMANUSIAAN
      KEKERASAN TERHADAP ANAK
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Menurut Undang-undang Perlindungan anak No 23 Tahun 2002, Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran anak adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak-anak atau kekuasaan.
Seharusnya kekerasan terhadap anak bukan suatu kultur dan ini yang harus diluruskan dalam program pencegahan deteksi dini. Serta perlunya pemahaman di sekolah, rumah, dan anggota keluarga, bahwa memukul anak yang diklaim sebagai suatu proses pembelajaran agar lebih baik, justru itu merupakan satu bentuk kekerasan kepada anak.
Kasus kekerasan pada anak ini memang miris untuk terdengar oleh telinga kita sebagai warga Indonesia. Tentu hal ini telah melenceng dari sila kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Karena dalam sila kedua terkandung nilai-nilai humanistis yang harus kita terapkan pada segala aspek kehidupan, antara lain:
- Pengakuan terhadap adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang harus dihormati oleh siapapun.
- Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia.
- Pengertian manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk lain.
Â
Nilai-nilai tersebut akan semakin pudar jika kita tidak segera menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk orang yang mendidik anak dengan menggunakan kekerasan sebagai alat disiplin yang sebenarnya tidak ada pengaruh positif bagi anak. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa klasifikasi mendalam mengenai kekerasan pada anak.
Â
Â
BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA ANAK
1.Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang anak. Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal.
Â
- Kekerasan secara Verbal
Termasuk nama panggilan, ejekan, degradasi, perusakan harta benda, penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan sehari-hari atau penghinaan. Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai candaan. Dampak dari kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.
Â
- Kekerasan secara Mental
Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kasus emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%) dan terendah usia 16-18 tahun (0.9%) Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit.
Â
4.Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang lebih tua terhadap seorang anak untuk mendapatkan stimulasi seksual. Setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal anak, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan eksual: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (33%) dan terendah usia 0-5 tahun (7,7%).Bentuk kekerasan seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan maupun pemerkosaan. Dampak kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma mendalam, juga seringkali menimbulkan luka secara fisik.
Â
      PELAKU KEKERASAN
Justru orang yang memiliki hubungan dekat dengan anak seperti orang tua, kakak/adik, keluarga, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah, guru pembimbing di lingkungan rumah dan guru disekolah. Ada perbuatan, sikap sehari-hari dan kata-kata yang justru mencederai emosi anak dan hal ini disebut kekerasan psikis.
Ada fakta menarik akan keterkaitan antara cedera emosi yang dialami seseorang saat ia masih anak-anak dengan perilakunya saat dewasa. Berdasarkan latar belakang para pelaku pedofilia di Amerika Serikat, 80% dari pelaku mengalami kekerasan terhadap anak secara fisik, verbal dan seksual.
Para pakar kejiwaan menyimpulkan bahwa ada 'pertarungan' emosi yang terbawa sejak kecil saat anak mengalami kekerasan.
Â
Â
Â
PENYEBAB TERJADINYA KEKERASAN TERHADAP ANAK
Terdapat beberapa faktor penyebab kekerasan pada anak. Salah-satu penyebab kekerasan terhadap anak adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh genetika. Menurut Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
- Pewarisan Kekerasan Antar Generasi
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya.
- Stres SosialÂ
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
- Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orang tua dan pengganti orang tua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
- Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orang tua utuh.
Â
CONTOH KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK
Kasus penelataran 5 orang anak di Cibubur
Pasangan suami Utomo Permono (45) dan istri Nur Indriasari (42) yang menelantarkan kelima anak mereka resmi menyandang status tersangka. Penetapan status itu diputuskan setelah penyidik menerima hasil analisis psikologi Utomo dan Nuri yang menunjukkan keduanya menentarkan anaknya dengan kesadaran penuh.
Kelima  anak yang ditelantarkan  itu berinisial D (8) serta 4 saudarinya, C dan L (10), D (8), Al (5), dan DA (3). Nasib D sangatlah malang. Dia mondar mandir mengendarai sepeda selama sebulan di Perumahan Citra Gran Cibubur. Pada siang hari D mondar-mandir di perumahan tersebut, ke rumah tetangga dan ke tempat-tempat lainnya selain rumah. Kemudian malam harinya, D tidur di pos jaga. Selain tidak diperbolehkan masuk rumah, Dani juga sudah tidak bersekolah sejak sebulan lalu.
Â
Â
 D memang bukan anak jalanan. Tapi hidupnya sama terlantarnya dengan mereka yang di jalanan. Entah apa yang terjadi padanya, hingga bocah tersebut mulai berani mencuri. Dari sandal, sepatu, hingga makanan milik warga pernah diambil bocah tersebut.
Krishna Murti mengatakan, selain hasil kejiwaan pelaku, polisi juga mengantongi 2 alat bukti, yaitu hasil visum fisik anak dan keterangan saksi ahli tentang kondisi psikis anak. Â Dari hasil visum et repecentrum, kondisi fisik kelima anak yang ditelantarkan mengalami gizi buruk. Selain itu ada bekas luka di kaki anak D (8) yang menunjukkan masa penyembuhan lukanya lama akibat pukulan benda tumpul. 2 Hal tersebut dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh penyidik.
Dengan ditetapkannya Tomo dan Nuri sebagai tersangka, maka keduanya dijerat pasal berlapis yaitu Pasal 76B juncto 77B dan Pasal 80 juncto 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 44 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT. "Pasal-pasal tersebut karena kedua pelaku terbukti melakukan penelantaran dan kekerasan terhadap anak mereka dalam kurun waktu 2014-2015," jelas Krishna.
 saat menggeledah rumah milik pasangan suami istri UP alias T dan NS, kondisi rumah 2 lantai itu sangat memprihatinkan, berantakan dan banyak sampah. Polisi mendapati 4 anak perempuan dalam kondisi fisik yang buruk. Mereka seperti kekurangan gizi dan tertekan. Saat polisi dan KPAI hendak mengamankan anak-anak malang tersebut, sang ayah mencoba menghalau dan bersikeras ia berhak melakukan perbuatan itu karena ia ayah kandung kelima anak.
Â
 Keduanya pun digelandang ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi. Saat pengembangan kasus, polisi menemukan paket sabu di dalam kamar tidur kedua pelaku. Keduanya lalu ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kepemilikan narkoba dan diserahkan ke Direktorat Narkotika, sembari menjalani pemeriksaan kejiwaan. (Sumber: liputan6.com)
Â
 DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ANAK
- Dampak kekerasan fisik
Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Â
- Â Dampak kekerasan psikis
Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism). Kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.
Â
- Dampak kekerasan seksual
Eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit. Hal ini tentu sangat tidak manusiawi, terutama pada anak.
Â
- Dampak penelantaran anak
Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Â
- Dampak kekerasan lainnya
Dampak kekerasan terhadap anak lainnya adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Â
- PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEKERASAN ANAK
Sebagai bentuk penegakan hukum di Indonesia, kekerasan terhadap anak sudah melanggar sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan itu tertulis pula dalam Undang-undang yang menyinggung tentang perlindungan anak. Hukuman kepada pelaku sangat penting untuk membuat efek jera dan takut untuk mengulangi tindak kekerasan yang sama. Kekerasan terhadap anak memiliki dampak sangat dalam sehingga pelaku haruslah dihukum. Semua sanksi dari bentuk kekerasan sudah tercantum di dalam undang-undang, hanya saja penerapannya masih perlu pendalaman lebih jauh tentang kasusnya. Namun, kekerasan tersebut dapat di minimalisir atau dicegah.
- Secara preventif, yaitu hak atas rasa aman, hak atas kebebasan pribadi, sosialisasi hak-hak korban dan akses terhadap APH/keadilan. Hal ini dapat dilakukan  dengan  pemberian  sanksi  pidana  terhadap  pelaku  sebaiknya diberikan hukuman seberat-beratnya. Pemberian sanksi berat tersebut harus diperhatikan  pada  motif  pelaku,  tujuan  pelaku  melakukan  tindak  pidana, cara  pelaku  melakukan  tindak  pidana  dan  motif
- Pasal 81  (1)  UU No. 23 Tahun 2002 mengatur ketentuan pidana bagi pelaku yang melakukan persetubuhan  di  luar  perkawinan  dengan  pidana  minimum  3  tahun  dan maksimum  15   Adanya  pidana  tambahan  berupa  ganti  kerugian. Menuntut  ganti  rugi  akibat  suatu  tindak  pidana/kejahatan  yang  menimpa diri  korban  melalui  cara  penggabungan  perkara  perdata  dengan  perkara pidana (Pasal 98 sampai dengan Pasal 101 KUHAP).
- Secara Represif  diperlukan perlindungan hukum berupa pemberian restitusi dan kompensasi  bertujuan mengembalikan kerugian yang dialami oleh korban baik fisik maupun psikis, sebagaimana  diatur  dalam  pasal  98-101   Konseling  diberikan kepada  anak  sebagai  korban  perkosaan  yang  mengalami  trauma  berupa rehabilitasi serta perlindungan identitas dari pemberitaan media massa dan untuk menghindari labelisasi sebagaimana diatur dalam  Pasal 64 (3) UU Perlindungan Anak, dan Pasal 90 UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
- Perlindungan Anak juga menetapkan beberapa bentuk perlindungan yang lain terhadap anak korban kekerasan. Pasal 17 ayat (2) yang berbunyi: "Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan".Kemudian dalam Pasal 18 disebutkan: "Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya".
Berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yang ditetapkan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Seperti dikemukakan di atas, bahwa ada beberapa bentuk kekerasan terhadap anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Bentukbentuk kekerasan terhadap anak tersebut dijabarkan ke dalam berbagai tindak pidana, seperti diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 89.
Berbagai bentuk tindak pidana kekerasan pada anak dalam UU Perlindungan Anak adalah sebagai berikut:
(1) diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya (Pasal 77);
(2) penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan fisk, mental, maupun social (Pasal 77);
(3) membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti dalam pengusian, kerusuhan, bencana alam, dan/atau dalam situasi konflik bersenjata (Pasal 78);
(4) membiarkan anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkhohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, padahal anak tersebut memrlukan pertolongan dan harus dibantu (Pasal 78);
(5) pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan Pasal 39 (Pasal 79);
(6) melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak (Pasal 80);
(7) melakukan kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan (Pasal 81);
(8) melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul (Pasal 82);
(9) memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual (Pasal 83);
(10) melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum (Pasal 84);
(11) melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak (Pasal 85);
(12) melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak, tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objeknya tanpa mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, secara melawan hukum (Pasal 85);
(13) membujuk anak untuk memilih agama lain dengan menggunakan tipu muslihat atau serangkaian kebohongan (Pasal 86);
(14) merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer atau penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam sengketa bersenjata, kerusuhan social, peristiwa yang mengnadung kekerasan, atau dalam peperangan, Â secara melawan hukum (Pasal 87);
(15) mengeksploitasiekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Pasal 88);
(16) menempatkan, membiarkan, melibatkan, menuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan produksi atau distribusi narkotika, psikotropika, alkhohol, dan/atau zat adiktif lainya (napza) (Pasal 89).
Â
Seperti dikemukakan di atas, meski UU tersebut sudah menetapkan berbagai bentuk perlindungan anak korban kekerasan, namun bentuk perlindungan yang bersifat langsung, seperti bentuk perhatian dan kasih sayang sebagai bentuk pengobatan dari traumatik yang dialami anak. Sehingga dalam kehidupan selanjutnya anak koban kekerasan benar-benar merasa terlindungi dan dapat dicegah dari ancaman kekerasan di masa mendatang.
Perlindungan Anak juga menetapkan beberapa bentuk perlindungan yang lain terhadap anak korban kekerasan. Pasal 17 ayat (2) yang berbunyi: "Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan". Kemudian dalam Pasal 18 disebutkan: "Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya".
Â
- SOLUSI KEKERASAN TERHADAP ANAK
      Tindakan pencegahan diperlukan untuk menekan tingkat frekuensi kekerasan yang melanggar keberadabannya sesama manusia. Kiat yang bisa dilakukan untuk itu adalah:
- Bantu Anak Melindungi Diri
Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk menolak segala perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan di mana sentuhan terjadi. Ingatkan anak untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan buat anak untuk selalu menceritakan jika terjadi sesuatu pada dirinya.
- Pembekalan Ilmu Bela Diri
bela diri dapat digunakan untuk membela diri sendiri dari ancaman-ancaman yang ada. Namun tetap harus diberikan pengarahan bahwa ilmu bela diri dipelajari bukan untuk melakukan kekerasan.
- Maksimalkan Peran Sekolah
Sekolah harus memiliki fungsi kontrol sosial, yakni sekolah memiliki assessment (penilaian) terhadap perilaku anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang bersifat positif
- Pendidikan Budi Pekerti
Salah satu solusi untuk mencegah krisis moral yang melanda di kalangan generasi penerus adalah mengajarkan budi pekerti, baik di rumah maupun di sekolah.
Â
- Laporkan kepada Pihak Berwajib
Hal ini bertujuan agar segera diambil tindakan lebih lanjut terhadap tersangka dan mengurangi angka kejahatan yang sama terjadi.
Â
Â
Â
BAB III
KESIMPULAN
Â
Pancasila memiliki lima nilai dasar yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Akan tetapi, karena krisis moral di Indonesia maka marak terjadinya kasus yang melanggar dan menyimpang dari nilai pancasila. Contohnya adalah kasus kekerasan terhadap anak. Pelaku dari kasus ini bisa disebabkan oleh lingkungan sekitar anak, terutama orang tua.
Dengan terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua dalam rumah tangga, maka di perlukan suatu upaya-upaya untuk menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap anak. Upaya-upaya tersebut dapat berupa tindakan preventif yaitu penguatan keluarga, aspek spiritual, dan peran serta pemerintah dalam penegakkan hukum. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah korban kekerasan terhadap anak oleh orang tua dalam rumah tangga. Sebab anak merupakan generasi penerus bagi keluarga, marga (claim/suku), bahkan bagi bangsa dan negara ini, apabila hal ini dibiarkan maka bangsa ini akan kehilangan generasi penerus di masa yang akan datang.
Oleh sebab itulah perlunya kita memahami makna dari sila-sila pancasila. Apa maksud dan tujuannya sehingga kita dapat mengamalkannya di kehidupan sehari-hari. Dan Indonesia menjadi tenteram, aman dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H