Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keladi Tumbuk Terakhir

12 November 2022   22:36 Diperbarui: 12 November 2022   22:56 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keladi Tumbuk | Foto: S Aji

"Dikasih parutan kelapa, terus dimasukan kedalam baki kotak. Sayuranya ditumis biasa sama cakalangnya dimasak seperti biasa saja. Bumbunya mudah, kok. Makanan begini sering buat anak-anak yang lagi ujian skripsi, bang."

"Wah, sudah betul. Enak, sehat dan murah."

Liza tertawa. Tapi tidak ikut makan. Mungkin dia bosan, pikir Azel. "Makasih, Liza. Ini enak sekali." Suapan terakhir.

"Besok saya bikinkan lagi menu Papua, Bang. Kalau papeda kuah kuning, gimana?"

Azel tersenyum. Hanya mengangkat alis. Mulutnya penuh. 

***

Azel merenggangkan kedua lengannya kuat-kuat. Seperti ingin melepas semua penat. Tak terasa, seusasi makan siang, dirinya telah menghabiskan 300 menit tanpa berhenti memeriksa acuan, membaca transkrip dan mengetik cerita. Sebentar lagi magrib. 

Liza kok tak terdengar suaranya? Perempuan muda seramah dan seceria itu, pulangnya gak pamit?

Azel memutuskan pergi ke dapur. Tak ada siapa-siapa. Mungkin di rumah panggung sebelah. Tak ada juga. Kok gak pamit ya? Batin Azel. 

"Zel, Azel...."

Dari pintu pagar depan halaman kantor yayasan, Ricard tergopoh. "Sori, sori," katanya pelan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun