“Su mo magrib nih. Pasti tong dapa cari kalau belum pulang.”ujar Aji gusar. Tapi menunggu berjam-jam, Bupati belum lagi menemui mereka. Kini terbayang wajah orang tua mereka yang sibuk mencari kemana anak-anak mereka bertamu di hari Natal.
“Kam tunggu di sini.” Jawab Victor yang lalu bergegas. Ia menuju rumah utama. Tiga sahabatnya hanya bisa diam, apalagi yang direncanakan Victor?
17.20, WIT.
Victor berlari-lari, wajahnya sumringah. “Woooi, kam cepat kesini, jangan tidur di situ, Bapa Bupati dia mau terima tong.”
Aji, Fredy dan Petrus terkejut dari tidur duduk mereka. Bapa Bupati mau terima mereka? Tidak mungkin. “Ah, ko yang betul saja.” balas Petrus kesal, terjaga mendadak dari lelapnya.
“Cepat sudaah !,” teriak Victor lebih keras. Sekejap saja mereka terus berlari kencang menuju rumah utama. Seorang asisten rumah tangga sudah menyambut mereka dengan senyum yang ceria.
Rencana akhirnya terwujud, mereka boleh menjabat tangan Bapa Bupati dan mengucapkan selamat Natal walau hanya 10 menit sebab Bupati harus gantian bertamu ke rumah pejabat yang lain.
“Victor, ko bikin apa sampe tong bisa ketemu Bapa Bupati?,” tanya Aji gembira.
“Ah, saya bilang saja to kalau tong su setengah hari ada tunggu Bapa Bupati, tong cuma mau pegang tangan saja, mau bilang selamat Natal. Tong tra mau ambil minuman kaleng. Bapa Bupati tra kasihan kah?,” Victor menjawab sambil tersenyum.
Mereka berempat lalu bergandeng bahu dan menuju sepedanya masing-masing. Geremis yang turun menyempurnakan basah di hati mereka yang sempat kering sebab menunggu bertemu orang nomor satu di kota kecil itu.
***
Desember, tahun 2011.