Keempatnya langsung mengambil langkah bergegas menuju petunjuk arah dari Om penjaga. Fredy bahkan berlari kecil agar segera saja tiba duluan dan berharap menjadi orang pertama yang menjabat tangan Bupati.
Tiba di bagian kanan rumah dinas, mereka langsung terkejut. Ada banyak anak-anak seumuran yang juga sedang duduk dengan rombongannya disana. Kebanyakan sudah memegang minuman kaleng dan sedang mengunyah kue kering dari dalam toples kaca.
Mereka saling menatap. Bimbang, maju atau balik kanan.
“Baru, bagimana ini?,” tanya Petrus memeceh kebimbangan mereka.
“Tong tunggu saja sampai anak-anak itu dong pulang.”jawab Victor sambil melangkah maju. Rencana bertemu Bupati harus tetap terwujud sekali pun harus menunggu sampai malam. Tiga orang sahabatnya ikut melangkah maju, bergabung dengan ramai anak-anak itu.
Mereka berempat lalu duduk dan larut dalam keramaian anak-anak yang lain.
Pukul 14.30 WIT.
Rombongan anak-anak mulai berkurang pelan-pelan. Aji, Victor, Fredy dan Petrus terus saja duduk menunggu. Minuman kaleng pemberian asisten rumah tangga sudah habis sejak tadi. Perut rasanya juga sudah penuh dengan kue kering. Juga sedikit kembung.
Tak ada tanda-tanda Bupati akan menemui mereka. Mereka tetap menunggu, sembari berharap Bupati boleh menemui mereka walau sekedar berjabat tangan dan mengucapkan selamat merayakan Natal.
“Su mo sore ini, tong pulang saja kah?,” ajak Petrus yang mulai tak tahan dengan menunggu.
“Tidak, tong tunggu sampai malam.” Jawab Victor tegas. Ia masih memiliki keyakinan. Aji dan Fredy hanya diam. Sepertinya Victor memang benar. Ini rencana besar, jangan sampai gagal gara-gara menyerah menunggu.
Pukul 17.00 WIT.