Pukul 10.00 WIT. Petrus, Fredy dan Victor muncul dengan sepeda. Bertiga dengan celana panjang tanpa kantong. Dandan rapi mereka agak berantakan sebab memaksa diri menembus gerimis untuk menjemput sahabatnya demi menuntaskan rencana besar mereka di hari Natal.
“Aji, mari sudah. Jang sampai hujan deras lagi,” panggil Fredy sesudah masuk di halaman berpasir putih itu.
“Baaa, masuk dulu. Pegang tangan dulu to, saya kan belum bilang selamat natal buat kam tiga.” Jawab Aji yang memaksa tiga sahabatnya turun dari sepeda.
“Selamat Natal e.”sambut Aji sambil menjabat erat tangan tiga sahabatnya.
“Tante dengan Om kemana?,” tanya Victor sambil melihat ke dalam rumah.
“Dong su pergi ke nenek Rumkabu pu rumah, pergi bertamu to. Mari tong berangkat. Jangan sampai su banyak orang lagi.” ” jawab Aji.
Berempat dengan sepeda, mereka pergi menuju rumah dinas Bupati yang terletak di alun-alun kota. Sepeda mereka kayuh dengan cepat, tak menghiraukan genangan air yang kini menimbulkan bercak coklat di punggung mereka. Anak-anak yang sedang serius berencana sering bisa lebih sungguh dari orang dewasa.
Pukul 12.00. WIT
Di depan halaman rumah Bupati, mereka disambut salah satu penjaga.
“Om Satpam, tong mau ketemu Bapa Bupati. Masuk lewat mana?,” tanya Victor segera saja. Petugas keamanan itu sebentar tersentak, lalu tersenyum.
“Masuk dulu, parkir kam pu sepeda baru pergi ke sebelah kanan rumah e.” Jawab petugas itu sambil tersenyum. Ada rasa lucu melihat keseriusan empat bocah dengan celana panjang dan punggung kemeja yang kini penuh bercak becek genangan air. Ia membayangkan di dalam rumah utama yang terpisah beberapa meter, Bupati sedang sibuk menyambut tamu-tamu penting di kota ini.