Mohon tunggu...
Tutik Lestari
Tutik Lestari Mohon Tunggu... -

SMAN 1 Majalengka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Antologi Cerpen] Jugun Ijanfu

17 Agustus 2016   07:56 Diperbarui: 17 Agustus 2016   11:41 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: mawarberduri99.blogspot.com

            “Nikah ndo?” jawab Ibuku dengan nafas terengah.

            “Nje Bu. Tadi katanya Mas ku mau melamar Timah. Jadi sebelum Timah berangkat ke luar kota Timah sudah menikah dengannya. Jadi sudah ada ikatan toh Bu. Yah ijinkan?”

            “Yo wes kalau begitu” jawab Ibu sumringah.

            “Tapi kan ndo, Bapakmu ini bukan ndak setuju, yah terserah kamu saja. Terus nanti kamu ndak takut ada masalah setelah kepulanganmu kesini. Misalnya Mas mu itu selingkuh? Mending kamu cari laki-laki lain di sana yang lebih mapan ketimbang Mas mu si Danang”

            “Ndak papa toh Pak. Meski jarak jauh tapi hati selalu dekat. Kami yakin itu”

            “Ya sudah –sudah kalau emang begitu inginnya Ibu mengijinkan. Ijinkan saja toh Pak?”

            “Yo wis lah Bu. Bapak setuju”

***

            Hampir dua minggu setelah pernikahanku dan Mas Danang. Pak Kades sudah mengumumkan siapa –siapa saja yang akan di berangkat hari senin depan. Di umumkannya di bale desa. Aku melihat keluar jendela. Aroma desa yang telah menjadi saksi atas kelahiranku ini akan segera di tinggalkan. Selagi sempat aku ingin bergumam dengan panorama yang selalu banyak kenangannya. Barangkali aku memang belum pernah kemana –mana. Apalagi keluar kota, aku takut di perkosa oleh para tentara Jepang. Sama sekali aku hanya berada di kamar dan sesekali keluar hanya untuk bertemu dengan Mas Danang. Selain itu, tidak ada.

            Malam itu mungkin menjadi malam terakhir aku berjumpa dengan Mas Danang, Ibu, Bapak dan desa ini. Aku menoleh ke arah Mas ku, tetapi aku hanya mematung tanpa sebab. Rasanya angin malam terlalu dingin untuk aku hisap. Tetapi kelebatnya membuatku kepanasan, beda dengan sebelumnya. Bukannya merasa adem ayem ini membuatku tidak nyaman. Ada rasa kurang srek dengan keputusanku. Disamping karena aku harus meninggalkan Mas Danang, selain itu aku harus berada jauh disana. Aku tidak sanggup. Apa aku harus membatalkan semua ini? Aku tidak menahu. Aku pasrah demi kebahagiaan Mas Danang, Ibu dan Bapakku.

            “Mas…” aku memeluk erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun