"Aku cemburu pada pasir putih danau toba
Yang kau perbolehkan memeluk dan mencium tanganmu.
Aku juga ingin menjadi pasir,Â
yang bisa menempel diantara jari-jari kaki dan tanganmu"
Danau Toba, 9 September 2012
Namaku adalah Usep, hari ini 09 September 2012, tepat 4 bulan setelah pengumuman kelulusan Sekolah Menengah Atas. Sore itu, sekitar pukul 16.49 Wib, seperti biasa aku baru melakukan pemanasan sebelum menikmati senja sore itu dengan berlari-lari menyusuri tepi jalan raya menuju pantai Danau Toba. deretan langkah kakiku diiringi dengan bisingnya rentetan deru  kendaraan dan udara yang kuhirup pun agak sedikit menyesakkan dada. ditambah lagi dengan kerinduan kepada Uli, seorang gadis desa yang aku kagumi dan aku dambakan, namun hingga kami lulus sekolah dan dia pergi melanjutkan pendidikannya, hal itu tidak pernah aku utarakan kepadanya.
Aku adalah seorang anak yang dibesarkan dari keluarga yang sederhana, dengan Ibu seorang Pengajar dan Bapak sebagai seorang karyawan swasta dengan ekonomi yang tidak kekurangan dan juga tidak lebih. Sebagai anak pertama dari 4 orang bersaudara, rasa tanggungjawab sebagai laki-laki adalah naluri yang lahir secara alamiah dalam diri saya.Â
Sehingga pada saat itu saya memutuskan untuk langsung bekerja. Setelah beberapa kali melempar lamaran ke beberapa hotel di kawasan Danau Toba, akhirnya saya dipanggil untuk interview disalah satu hotel milik TNI Angkatan Laut dan menjalani masa training selama 3 bulan. Dengan upah 500.000 ribu rupiah selama 3 bulan, saya berhasil melewati dengan baik dan kemudian menempatkan saya di posisi yang lumayan "enak" untuk semua karyawan hotel. Lingkungan kerja yang bersahabat dan pengalaman baru yang saya dapat selama bekerja membuat saya semakin nyaman dengan posisi ini dan tidak mengetahui seperti apa kehidupan disisi yang lain.
Namun pada April 2014, semuanya berubah ketika saat itu adalah masa penerimaan PK.Bintara Angkatan Laut. Dimana sejak masa SMA, menjadi Tentara adalah hal yang saya mimpikan. Dengan tekad dan latihan selama ini, dan atas seijin Manager Hotel tempat saya bekerja, saya berniat melamar TNI. Sembari mempersiapkan segela berkas administrasi dan telah mendapatkan ijin dari Manager, saya semakin semangat menjalani pekerjaan saya. Hingga tiba pada suatu jumat pagi, kala itu adalah jumat bersih dimana semua karyawan harus melakukan gotong royong. Dan dihadapan masyarakat umum dan seluruh karyawan hotel, si manager melakukan sesuatu hal yang saya anggap telah mempermalukan saya dihadapan umum dan menurunkan harkat dan martabat saya sebagai seorang manusia. Tanpa pikir panjang, saya putuskan untuk meninggalkan pekerjaan saya dan menemui Kepala Departemen saya untuk menjelaskan akar permasalahan dan sembari pamit kepada semua rekan kerja. Awalnya itu adalah hal yang sangat berat bagi saya mengingat posisi nyaman yang telah saya jalani selama kurang lebih dua tahun bekerja di hotel tersebut. Ajakan dan tawaran agar tidak meninggalkan pekerjaan adalah hal yang membuat saya dilema,tapi saya telah membulatkan tekat untuk meninggalkan pekerjaan itu.
Pada akhir bulan April di tahun 2014 itu, pendaftaran penerimaan TNI AL telah dimulai, dan saya memutuskan untuk berangkat menuju Lantamal I Belawan. Saat itu, teman saya yang memiliki harapan dan mimpi bisa menjadi seorang tentara adalah seorang pria kelahiran Samosir bernama Hatoguan Simbolon. Mulai dari berangkat dan menjalani beberapa Tes serta tempat tinggal kami sama. Namun, sepertinya kami juga harus menerima kegagalan yang sama pada Tes Psikotes kedua. Dengan berat hati, kami harus mengubur mimpi kami dalam-dalam, sebab kesempatan itu adalah kesempatan terakhir untuk usia kami. Togu, begitu biasa saya memanggilnya, memilih untuk pulang kekampung halamannya dan saya memutuskan untuk menemui teman-teman saya di Medan sembari bermain, karena saya memang tidak pernah ke Medan sebelumnya.