Oleh: Tri Handoyo
Ki Menak Songkok mengumpulkan keluarga besarnya, adik-adik, paman dan sepupu serta orang-orang yang selama ini ikut berjuang membesarkan Gajah Unggul. Para wanita berkumpul di tempat terpisah, tapi ada pintu lebar yang menghubungkan kedua ruang itu, sehingga mereka masih bisa menyimak apapun pembicaraan di ruang utama.
"Aku merasa bersalah kepada romo!" ucap Ki Songkok dengan nada penuh penyesalan. "Kesalahan terbesarku adalah karena sangat mengaggumi Kanjeng Wotwesi. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Kepada kalian semua, aku juga minta maaf!"
Impian indah keluarga besar Ki Ageng Menak porak-poranda. Wajah-wajah yang sedang berduka tidak lagi mampu disembunyikan.
"Selama ini," sambung Ki Songkok, "Romo mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada istilah menyesali kegagalan dalam sebuah perjuangan. Tidak ada yang namanya merenungi pahitnya kekalahan. Kita diajarkan apa arti disiplin pribadi, tapi kebetulan saja kita tertumbuk pada bajingan besar. Seperti yang pernah dikatakan romo, dan beliau benar bahwa Kanjeng Wotwesi adalah pemimpin para bajingan! Untuk menebus kesalahanku, maka malam ini juga, akan aku hadapi penjahat busuk itu dengan bertarung sampai mati!"
Keluarga besar itu baru sadar kenapa Ki Songkok mengenakan baju bagus, lengkap dengan sebilah keris pusaka terselip di pinggang, serta ikat kepala.
"Jangan terbawa emosi, Kanda. Kita harus pikirkan jalan terbaik!" sahut Ki Krapak. Putera bungsu Ki Ageng Menak.
"Inilah jalan terbaik. Aku tidak akan meminta kalian untuk ikut bersama aku!"
"Apa Kanda pikir kami bisa berdiam diri saja melihat saudara kami bertempur bertaruh nyawa?" sahut Ki Menak Singo. Putera ke tiga Ki Ageng itu adalah salah seorang prajurit berpangkat cukup tinggi di Kerajaan Demak. "Bukankah selama ini badai puting beliung tidak kita pedulikan karena kebersamaan kita jauh lebih kuat. Lagi-lagi kita hanya perlu kebersamaan. Dengan bersama kita tidak pernah takut menghadapi maut!"
"Sepakat, kalau maut itu mengerikan, maka bersamalah yang membuatnya indah. Semua ini merupakan kesalahan kita, jadi kita semua juga harus berani bertanggung jawab!" Ki Menak Simo, putera ke dua menambahkan.