Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (107): Urusan Mudah

13 November 2024   05:59 Diperbarui: 14 November 2024   09:17 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klebat duduk termenung di dalam kamarnya. Seandainya ia punya seorang teman. Tidak usah banyak. Satu saja, yang sepenuhnya dapat dipercaya dan mengenalnya dengan baik, seperti Mbok Cipluk. Itulah yang ia rindukan.

Ingatannya kepada gadis Jombang mulai kembali menari-nari. Menimbulkan harapan yang sanggup menenggelamkan kerinduannya kepada mendiang pembantunya. Itulah kini yang paling ia dambakan di dunia.

Memang ada eyang dan para pengawal serta para pembantu di dekatnya, tapi pada saat seorang pemuda menginjak umur di atas dua puluh tahunan, ada hal-hal tak menentu di dalam dirinya yang tidak dapat dijawab oleh keberadaan mereka semua.

Sudah beberapa kali Klebat pergi ke warung ayam bakar hanya agar, jika beruntung, bisa secara sembunyi-sembunyi mengamati gadis pujaannya. Jika sudah melihatnya, meskipun dari jarak jauh, itu sudah cukup membuatnya senang. Itu sudah bisa menghibur hatinya sampai beberapa hari. Sebaliknya jika gadis itu tidak kelihatan, ia akan pulang dengan wajah muram.

Hal seperti itu tentu tidak luput dari perhatian Ki Woto, si pemilik warung. Ia hanya bisa menarik nafas panjang menyaksikan pelanggan barunya itu melakukan hal seperti yang banyak dilakukan pemuda desa. Ia sendiri mengakui bahwa Alya, putri Ki Demang Japa itu, memang gadis yang istimewa. Paling istimewa yang pernah ditemuinya.

"Kenapa Ki sanak tidak mencoba mengajaknya berkenalan?" tanya Ki Woto yang membuat Klebat gelagapan.

"Ha.., Apa? Memangnya siapa yang mau berkenalan, Pak?" bantahnya menyembunyikan rasa malu.

"Ki sanak sudah tidak lagi menagih cerita tentang pendekar-pendekar kepada saya! Sepertinya cerita pendekar sudah tidak menarik lagi. Kalah menarik dibanding sama Alya!"

"Ah! Bapak bisa saja!" Jujur saja ia memang takut mendekatinya karena gadis itu pernah mengatainya sebagai orang jahat. "Namanya Aliya?"

"Nah kan!" Ki Woto tersenyum penuh arti. "Saya bisa membaca pikiran anda. Iya benar Tuan Pendekar. Namanya Alya, putri tunggal Ki Demang Japa!"

Itu informasi yang sangat berarti. 'Kenapa nama itu seperti sudah tersimpan lama dalam benaknya'. Sepenggal nama yang terdengar lebih merdu dibanding tembang-tembang cinta masa itu. 'Aliyah!'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun