"Membunuh dalam peperangan itu lain!"
"Berarti tidak berdosa? Berarti aku boleh membunuh orang jika dalam peperangan?"
"Perang itu mengerikan," keluh Mbok kemudian, "Karena membunuh yang merupakan dosa besar jadi diperbolehkan! Keganasan dan kebengisan itu merupakan hukum para setan. Mbok tidak suka kamu terlibat perang!"
"Baik, aku jadi pencuri saja!" sahut Klebat. Sekali saja perang besar terjadi, sudah cukup baginya dan mbok untuk hidup senang selama setahun.
***
Beberapa orang ditugaskan Kanjeng Wotwesi untuk mencari keberadaan cucunya. Akhirnya kampung Mbok Cipluk dan Klebat berhasil dilacak, tapi mereka sudah pindah. Ke mana mereka pergi? Para tetangga hanya menundukan kepala, lalu menggeleng dan bilang tidak tahu.
Setelah berminggu-minggu mencari, para pengikut yang disebar itu berhasil juga menemukan tempat tinggal Mbok Cipluk. Mereka menyelidiki dan memastikan dulu kebenarannya sebelum menyampaikan kepada Kanjeng Wotwesi.
Di depan rumah yang tampak sepi, seorang berpenampilan ningrat dengan busana mewah mengetuk pintu, lama tidak ada yang menjawab. Pintu ternyata tidak di kunci, dia dorong dan melangkah masuk. Di dalam kamar yang terlihat dari raung tamu tampak seorang perempuan tua sedang berbaring. Orang tua itu melihat tamu yang datang, dengan kaget membuka mata lebar-lebar dan bersimpuh dikaki tamunya.
"Kamu masih ingat aku?" tanya Kanjeng Wotwesi. "Rupanya kamu berani juga mengkhianatiku!"
"Ma..maaf..." Mbok Cipluk berusaha buka mulut, ingin cerita, tetapi tidak bersuara.
Kanjeng Wotwesi menampar muka Mbok Cipluk. "Kamu berniat menculik..."