"Aku ikut!" teriak Khadiyah.
"Aku juga ikut!" sahut Zulaikah cepat.
"Enak saja aku disuruh tidur," protes Khadiyah, "Tapi ayah mau main!"
"Eh.., Ayah bukan main," jawab Arum, "Tapi ada urusan penting sama Pak De Demang Japa!"
"Pokoknya aku ikut!" kata Khadiyah yang langsung diikuti adiknya.
"Ayah gak jadi keluar!" Akhirnya Lintang mengalah, sambil berlari kecil masuk menuju kamar tidur. "Ayah mau tidur ah..!"
"Ikuuut..!" Dengan riang kedua gadis kecil itu berlari mengejarnya.
***
"Di dalam ajaran Kejawen, leluhur kita memang tidak menggambarkan Tuhan dengan konsep sebagai sosok tinggi besar di atas langit. Bukan sosok yang berperilaku seperti cemburu, iri, gembira, memberi perintah, menghukum dan murka layaknya perilaku manusia!" urai Ki Demang Japa yang sekaligus kyai itu di depan para tamunya.
Saat itu Lintang muncul. Ia mengucapkan salam dan memohon maaf atas keterlambatannya, kemudian dipersilakan duduk di sebelah Ki Demang. Semua mata dalam ruangan itu sekarang ditujukan kepadanya. Apa lagi sikap Lintang yang sangat tenang itu benar-benar memancarkan karisma dan menggetarkan hati.
"Orang Kejawen yang menyebut Tuhan dengan Sang Hyang Hurip atau Sang Maha Hidup itu, mempunyai pandangan yang lebih bersifat abstrak dan universal!" sambung Kyai Japa. "Itulah kenapa di dalam spiritual Jawa tidak ada istilah menyenangkan Tuhan, membela Tuhan, apalagi berperang atas nama Tuhan, karena Tuhan dipahami sebagai sumber dari segala sesuatu, atau disebut 'Sangkan Paraning Dumadi'! Jadi manusialah yang sepenuhnya bergantung kepada Tuhan! Totalitas!"