Kini, adegan di halaman rumput itu membuat Gandung semakin meragukan cerita hebat itu. Ia tersadar dari lamunan saat kedua gadis kecil itu sudah tertangkap dan berada dalam gendongan ayahnya.
"Sekarang waktunya tidur!" kata Lintang sambil membawa dua putrinya yang masih meronta-ronta, menolak untuk tidur siang.
"Ampuuun..! ampuuun..!" rengek mereka dengan suara lucu menggemaskan. "Mas Ghandi tolong..! Ibu tolong..!" pinta mereka begitu melihat kakak dan ibu mereka di teras.
Lintang menurunkan kedua putrinya yang segera berlari menuju ibu mereka, mencari perlindungan. Tapi sebelumnya Khadiyah mengirim tendangan ke kaki ayahnya. Zulaikah yang sudah lari lebih dulu melihat kakaknya, kemudian cepat kembali dan memukul paha ayahnya.
Lintang jingkrak-jingkrak sambil menggosok kaki dan paha bergantian sambil meringis seolah sangat kesakitan. Itu membuat kedua putrinya tertawa terpingkal-pingkal. Mereka menyambung hidungnya yang kecil mancung dengan jari-jari tangan sambil menjulurkan lidah untuk mengejek.
"Huusss...! Nggak boleh begitu sama ayah!" tegur Arum dengan mimik muka serius, "Ayo minta maaf!"
"Habis Ayah nakal!"
"Kalian yang nakal! Ayo minta maaf!" perintah Arum tegas.
Kedua gadis kecil itu berjalan mendekati ayahnya yang sudah lebih dulu jongkok menyambut. Keduanya memeluk sambil mengucapkan permintaan maaf. Lintang menciumi mereka dengan perasaan haru.
"Jangan terlalu memanjakan anak!" sindir Arum sambil menggandeng kedua putrinya masuk.
"Aku berangkat dulu!" bisik Lintang di samping telinga Arum.