***
Lintang memasang kuda-kuda sembari merentangkan kedua tangan lebar-lebar, wajahnya tegang, sesaat kemudian ia meloncat cepat melancarkan serangan mautnya.
Zulaikah, gadis kecil berambut panjang dikepang dua itu membungkuk, dengan gesit menerobos kuda-kuda seraya menyerang balik dengan kedua telapak tangan memukul pantat ayahnya.
Lintang menangkap angin dan terperosok ke dalam semak-semak. Ketika ia bangun, di mulutnya tampak terselip beberapa helai daun, yang kemudian disemburkan ke udara dengan raut muka jengkel.
Meledaklah suara tawa Zulaikah dan Khadiyah. Mulut berbibir mungil dan merah segar itu mereka tutup dengan tangan. "Nggak kena! Nggak kena!" ejek mereka.
"Huu..!" dengus Lintang sambil berkacak pinggang.
"Huu..!" Kedua gadis kecil itu menirukan juga dengan berkacak pinggang.
"Awas kalian ya!" seru Lintang dan kembali merentangkan kedua tangannya, "Kali ini ayah pasti tidak akan gagal menangkap kalian!"
Kedua pasang mata gadis kecil yang bening itu melebar. Mereka segera berlarian ke sana ke mari sambil cekikikan. "Wek, nggak kena!"
Adegan di halaman rumput depan Puri Naga itu mendatangkan hiburan tersendiri bagi murid-murid padepokan. Mereka menyaksikannya dari tempat agak jauh, sekitar dua puluh meter.
Di antara yang menyaksikan itu ada Gandung, si tilik sandi. Matanya yang tajam menyimak dengan seksama segala gerak-gerik Lintang Kejora. Ia sudah mendengar banyak tentang lelaki muda yang berjuluk Pendekar Pedang Akhirat itu. Cerita tentang bagaimana Lintang mampu menaklukan lima orang pendekar papan atas yang sedang mengeroyoknya, dan itu membuat bulu tengkuknya merinding. Mereka yang tidak menyaksikan sendiri peristiwa itu pasti sulit mempercayainya, bahkan menganggap itu pasti hanya dongeng.