Arum menggeser kaki, miringkan tubuh dan membiarkan tongkat lewat di sampingnya, lalu dengan gerakan tak terduga-duga pedangnya menyambar dan terdengar seperti orang membacok kayu ketika pedangnya membabat putus pergelangan tangan yang memegang tongkat keemasan itu. "Kaulah yang kualat, perempuan keparat!"
Sementara tangan kiri Nenek Iblis yang hendak mencengkeram leher Ajeng juga berhasil dihadang dengan pedang, sehingga telapak tangan itu terbelah. Kedua luka itu mengucurkan darah cukup deras.
Si Iblis Betina menjerit sambil bergulingan di tangga, menghindarkan bacokan dan tusukan pedang. Pada saat ujung pedang Lastri menembus baju lalu mengenai dada, Arum menahan sebuah sabetan ke arah leher yang sedianya akan menamatkan riwayat Si Iblis Betina itu, sebagai gantinya kakinya menendang dengan kuat. Tubuh nenek iblis terlempar, terbanting di atas tanah, lalu dengan merangkak berusaha bangkit dari tempatnya.
Kebetulan sekali tubuh Si Iblis Betina itu terlempar ke arah Lintang, yang sedang mendesak musuh-musuhnya. Melihat musuh yang tadi membuat wanita yang tengah mengandung anaknya terancam, Lintang menggunakan kesempatan itu untuk mengayunkan kaki kanannya, menendang tubuh iblis tua yang sekarat itu. "Kualatlah kau perempuan keparat!"
Tubuh tanpa lengan yang berlumuran darah itu kini terlempar tinggi di udara, dan jatuh tepat di depan Ki Kalong Wesi. Tubuh itu kini dalam keadaan sudah menjadi mayat. Kualat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H