Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (91): Kualat

18 Oktober 2024   04:53 Diperbarui: 20 Oktober 2024   05:45 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

***

Belakangan beredar kabar bahwa ribuan pasukan Demak mulai bergerak untuk menggempur kerajaan Majapahit di bawah Prabu Dyah Ranawijaya. Selama masa kekuasaan Sultan Trenggana, Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam dan memegang peranan lebih menonjol dalam bidang politik dan perdagangan. Pada saat itu, hubungan perdagangan antara Demak dan Malaka terganggu sejak Portugis berhasil berkuasa di sana.

Diam-diam Dyah Ranawijaya bekerja sama dengan Portugis, sehingga bangsa asing itu semakin brutal menyerang pusat-pusat kedudukan Islam untuk merebut dan menguasai perdagangan. Aktivitas pelayaran pedagang dari Demak ke Malaka lumpuh total.

Sultan Trenggana atau dikenal bernama Maulana Trenggana, mengambil keputusan berani untuk menaklukan Dyah Ranawijaya, yang dulu menggulingkan Raja Brawijaya V yang merupakan kakek Sultan Trenggana.

Ketika fajar menyingsing, tersiar kabar bahwa pasukan Demak telah sampai di tapal batas kotaraja Daha. Peperangan hebat antara kedua pasukan pun tak terelakan. Pasukan berkuda dari Demak sempat berhasil digempur mundur, dan bahkan balik dikejar oleh pasukan Daha. Namun ada dua kelompok besar pasukan Demak lainnya, yang mendobrak dari dua arah berbeda secara cepat dan ganas. Pasukan berkuda Demak ternyata sengaja digunakan untuk memancing keluar pasukan Daha, sehingga pertahanan kotaraja sedikit longgar dan akhirnya menjadi berantakan.

Peperangan antara pendukung Daha dan pendukung Demak pun pecah, menyebar di berbagai wilayah. Pagi itu juga, Ki Demang Wiryo dan organisasi Persaudaraan Pendekar Pribumi, yang merupakan pendukung Daha, mengambil keputusan untuk menyerbu Padepokan Benteng Nusa.

Lintang berpesan kepada istrinya di depan pintu puri, "Dinda, percayakan kepadaku! Jangan sampai kamu melibatkan diri, apapun yang terjadi! Ingat kandunganmu!"

Arum mengangguk dengan cemas. Di tangan kanannya tergenggam erat Pedang Naga Nusantara. Lastri berdiri di samping Arum, untuk menjaganya secara khusus.

Ki Demang Wiryo dan putranya, Warsito, memimpin langsung penyerbuan itu. Di sebelah mereka berbaris Ki Kalong Wesi, Si Iblis Betina, Pendekar Cebol, Ki Bajul Brantas, Pendekar Golok Maut dan Ki Birawa Rajawali Sakti.

Murid-murid Benteng Nusa cukup kewalahan menghadapi penyerbu yang berjumlah jauh lebih banyak. Mereka bertempur mati-matian untuk mempertahankan setiap jengkal tanah padepokan yang mereka pijak.

Lastri meminta ijin kepada Arum untuk ikut terjun ke arena pertempuran. Namanya sebagai pendekar wanita belakangan menjadi sangat terkenal di dunia persilatan, dan berhasil menduduki posisi terhormat di samping Arum Naga dan Roro Ajeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun